Revitalisasi Koperasi Perkotaan Zaman Now

Revitalisasi koperasi perkotaan menjadi salah satu hal urgen agar koperasi tetap eksis dan mempunyai keunggulan kompetitif. Caranya dengan digitalisasi layanan koperasi. 


Sebagian besar koperasi di tanah air termasuk koperasi-koperasi yang ada di perkotaan masih menggunakan bisnis model old alias cara-cara lama. Hal itu dijelaskan oleh ekonom Rhenald Kasali. Padahal zaman sudah memasuki era digital, model layanan bisnis pun telah berubah dan kian menuntut. Sehingga, reitalisasi menjadi sebuah keniscayaan.

Merespons derasnya tuntutan layanan harus cepat dan beradaptasi dengan teknologi, Pusat Koperasi Serba Usaha (Pusat KSU) bekerjasama dengan Dewan Koperasi Indonesia menggekar diskusi bertema “Revitalisasi Koperasi Perkotaan.”  Diskusi dibuka dengan keynote speech dari ekonom koperasi Prof Dr H Agustitin Setyobudi, MM.

Menurut Agustitin revitalisasi itu penghidupan kembali. Lebih ditekankan kepada manajemen, permodalan, dan usaha. Bagaimana manajemen, permodalan, dan usaha koperasi bisa dioperasikan secara profesional dan terbuka.  Dengan adanya revitalisasi pada ketiga hal ini diharapkan partisipasi anggota meningkat. Partisipasi anggota yang meningkat akan berdampak pada peningkatan transaksi bisnis koperasi yang berbuah pada kesejahteraan anggota. Selain itu sense of belonging atau rasa memiliki anggota ke koperasi juga meningkat. 

“Sekarang zaman now. Bisnis bisa online, tidak harus pakai tempat. Koperasi harus mengikuti perkembangan zaman now. Makanya kita bikin jaringan koperasi berbasis teknologi. Nantinya melalui jaringan ini dibuat aplikasi untuk transaksi simpan pinjam,” terang Ketua Pusat KSU Dina Latifah yang menjadi salah satu narasumber diskusi.

Melalui aplikasi yang sedang di-develop itu, nantinya anggota melalui smart phone mereka bisa mendownload aplikasi jaringan koperasi untuk melihat saldo simpanan dan angsuran pinjaman. “Kalau mau pinjam tinggal isi formulir di aplikasi.  Itu kan meminimalisir waktu. Yang lebih bagus lagi antar anggota di seluruh Indonesia bisa bertransaksi,” terang Dina.

Ditambahkan Dina melalui aplikasi tersebut anggota bisa menjual barang juga. “Kita bertransaksi dengan koperasi. Tetapi kita juga berjaringan.”


Tidak Buta Digitalisasi

Menurut Dina saat ini sudah tidak zaman koperasi menggunakan pembukuan dengan buku besar. “Kalau mau jadi koperasi modern pembukuan jangan manual, pakai buku gede. Harus berubah menggunakan teknologi. Dengan teknologi, data diset. Tapi harus lengkap. Update bisa dilakukan setiap saat.” 

Ditambahkan Dina untuk menjadi koperasi modern, sebuah koperasi tidak boleh buta digitalisasi. “Menuju koperasi modern, tidak buta digitalisasi. Kalau di koperasi tidak ada yang tahu cara mengoperasikan sistem, bisa merekrut karyawan.” 

Narasumber lain yakni Nani Zakaria dari Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) menekankan pelayanan yang ada di koperasi saat ini cenderung ketinggalan, tidak di-up grade. Padahal, kata dia, pengaruh globalisasi berimbas kepada perilaku. Terlebih dengan adanya revolusi industri 4.0. 

“Adanya revolusi industri 4.0 berdampak pada digitalisasi menggusur dan menghapus peran. Peran toko ritel diganti online. Kita tidak lagi membutuhkan perantara. Taksi juga menggunakan aplikasi online. Koperasi perlu merevitalisasi dan mendigitalisasi diri. Karena kalau tidak berubah akan punah.”

 

Program Revitalisasi

Menurut Nani program-program yang dikembangkan untuk merevitalisasi koperasi antara lain  merubah pola pikir. Perubahan pola pikir diperlukan, kata Nani, supaya tidak ada konflik. Perubahan pola pikir ini bisa dilakukan melalui pendidikan anggota yang dilakukan secara simultan. “Salah satu caranya melalui pendidikan. Jangan menjadikan biaya sebagai alasan. Kalau alasan biaya, Dekopin punya pelatih pemandu.”

Program lain yang bisa dikembangkan untuk merevitalisasi koperasi khususnya koperasi perkotaan yakni kembali ke jati diri koperasi. “Kita harus bantu pengurus. Karena kita pemilik dan pengguna. Manajemen juga harus berpikir bagaimana caranya agar competitiveness. Koperasi harus mengoptimalkan potensi yang ada.”

Intangible asset menjadi program ketiga untuk merevitalisasi koperasi. “Modal yang tak terlihat ini menjadi modal penting bagi koperasi. Contohnya ketika kita mengadakan rapat anggota tahunan. Kalau banyak anggota yang hadir, jumlah anggota tersebut bisa kita jual ke bank untuk presentasi produk bank. Bank sosialisasi produknya, kita dapat dana. Kita jual waktu 30 menit kita dapat benefit. Kita memanfaatkan nilai. Soal (anggota) mau pakai atau nggak itu urusan berikutnya. 

Belanja bersama menjadi program berikutnya dalam revitalisasi koperasi. “Kita bisa, KSU bisa. Berjualan bersama. Setiap kita punya produk. Kita interlanding. Misalnya KSU Pegangsaan punya travel. KSU lain bisa kontak KSU Pegangsaan.  

Menurut Nani sebelum melakukan revitalisasi koperasi perlu melalui beberapa tahapan. 1) Membangun visi yang baru. Visi yang lama diubah menjadi visi baru. “Intensiflah membuat diskusi kelompok.” 2) Menentukan program. Menetukan program di koperasi seperti RABK (RAPB-Red).yaitu program lima tahun atau repelita. 3) Membuat pilot project. Koperasi perlu membuat pilot project terlebih dahulu, jangan langsung masuk ke dalam program revitalisasi. 4) Monitoring dan evaluasi. “Pengawas harus difungsikan. Pengawas bukan hanya melihat keuangan, tetapi juga program, juga dinamika dari berbagai perspektif.” 


Hasil Revitalisasi

Setelah revitalisasi berjalan diharapkan ada output seperti yang diharapkan. “Hasil akhir yang ingin dicapai dari revitalisasi ini antara lain Pertama, kesamaan visi di priner koperasi.” Koperasi di tingkat primer bisa saling membantu jika ada masalah.  Kedua, memperkuat komitmen anggota ke koperasi. “Misalnya anggota punya hotel diikutkan di air BnB. Koperasi bisa memberi fasilitas diskon jika ada anggota lain menginap di hotel anggota koperasi.” Ketiga, mendapatkan biaya efektif. “Peta demografi berubah. Sekitar 70 persen penduduk ada di kota. Tetapi UMR di Jakarta besar. Untuk produksi bisa digeser ke Jatinangor tetapi jualan di Jakarta. Keempat, memiliki peluang pasar yang lebih luas. “Sesekali bikin kontak bisnis. Kemudian saling mempromosikan produk.”

Sekretaris Pusat KSU Fahruddin Zaid, M.Si yang menjadi moderator diskusi menutup diskusi dengan membuat konklusi yakni inti dari revitalisasi koperasi adalah jangan malu berubah, berani berubah, jangan gaptek alias gagap teknologi. (Susan S/Foto Susan)

Kategori
NASIONAL

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar