"Dari RUU, Rebranding, hingga Bank Koperasi"
Selasa sore, pekan akhir Oktober silam, di depan halaman rumah berwarna krem nomor 10-12 mengular antrian mobil yang hendak parkir. Antrian mobil itu milik para tamu undangan yang hendak menghadiri acara syukuran atas terpilihnya Prof. DR. H. A. M. Nurdin Halid sebagai Anggota DPR-RI Periode 2024-2029 dari Partai Golkar. Selain Syukuran terpilihnya Nurdin Halid sebagai anggota DPR RI, juga syukuran terpilihnya Ferry Joko Juliantono sebagai Wakil Menteri Koperasi. Ferry Juliantono, juga tercatat menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Dekopin.
Selain dihadiri unsur gerakan koperasi, rekan sejawat Nurdin Halid di DPR juga hadir, Deputi Perkoperasian Ahmad Zabadi, juga Koperasi Angkasa Malaysia.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Nurdin Halid mengungkapkan, bahwa sudah tiga periode Dekopin memperjuangkan pemisahan antara koperasi dan UKM di satu kementerian”. Pasalnya, koperasi itu tidak setara dengan UKM karena UKM itu menjadi bagian dari pembinaan koperasi. UKM itu harus dididik dan dibina dari mikro menjadi usaha kecil, kecil menjadi menengah, harus menjadi anggota koperasi.” papar Nurdin.
“Tantangan lain, mempertanyakan koperasi yang dikelompokkan ke dalam domain Menko Pemberdayaan Masyarakat, dan bukan Kemenko Perekonomian. Pasalnya, koperasi itu disebut di dalam UUD 1945, begitu juga terkandung dalam Pancasila sila kedua dan kelima, ini perjuangan kita untuk memasukan koperasi dalam Kemenko Perekonomian.” Ujar Nurdin.
Selain itu, Nurdin Halid juga menunjuk UU Perkoperasian yang harus segera dituntaskan. Bahkan RUU Perkoperasian harus masuk kedalam prolegnas. Ini harus menjadi prioritas Kemenkop, didukung seluruh gerakan koperasi. “Koperasi Angkasa ini sama halnya dengan Dekopin Indonesia dan menjadi Ketua ACO (Asean Co-operative Organization) yang beranggotakan 11 negara Asean. Tongkat kepemimpinan ACO diserahkan kepada Koperasi Angkasa Malaysia. Jadi lembaga koperasi dan Dekopin ini bukan lembaga ecek-ecek”.
Sementara itu Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengatakan hari ini kita mensyukuri kemenangan gerakan koperasi. Kementerian koperasi berhasil direbut kembali oleh gerakan koperasi setelah sekian lama Deputi Koperasi cuma satu, sisanya UMKM. Ini satu situasi yang memang memperlihatkan kepada semua badan usaha, bahwa koperasi satu-satunya yang secara eksplisit tecermin di konstitusi Pasal 33 UUD 1945 disebut sebagai soko guru perekonomian Indonesia”.
Alhasil, menurut Ferry, badan usaha koperasi itu menjadi mainstream di badan usaha yang lain seperti BUMN dan badan usaha swasta. Kondisi saat ini, total asset badan usaha koperasi di seluruh Indonesia total assetnya hanya Rp 281 triliun. Itu sudah terkonfirmasi oleh Bapenas. Perbandingannya, badan usaha milik negara itu kurang lebih hampir Rp 10 ribu triliun. Badan usaha swasta, satu BCA, itu Rp 1500 triliun. Belum menyabut badan usaha yang lain. Jadi, dengan konfigurasi penguasaan asset seperti ini memang ada sesutu yang salah dan harus diperjuangkan kembali.
Masih menurut Ferry, memang betul Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang membuat klaster yang menempatkan koperasi di Kemenko Bidang Pemberdayaan Masyarakat. Pemberdayaan koperasi memiliki impack kepada pemberdayaan tetapi itu impack bukan rung lingkup pemberdayaan badan usaha koperasinya. Badan usaha koperasi itu cenderung lebih tepat kalau koperasi itu berada di Kemenko Perekonomian. Karena bicara tentang bunga, tentang subsidi, dan kebijakan ekonomi.
“Ketika selesai dilantik, kami melakukan gerak cepat, rapat dengan kawan-kawan di Kementerian Koperasi dan langsung membuat tiga langkah utama. Yang pertama, tentang rebranding koperasi. Itu memang ada hikmahnya, ada pemisahan antara UMKM dengan badan usaha koperasi seperti UMKM, dan itu bagian dari badan usaha koperasi. Badan usaha koperasi itu akan kita dorong masuk ke sektor usaha-usaha besar,” papar Ferry Juliantono.
“Rebranding kedua, adalah badan usaha koperasi akan didorong ke sektor generasi milenial. Karena, saat ini kalangan milenial banyak yang tidak mengerti lagi koperasi. Koperasi perlu melakukan propanda secara besar-besaran agar koperasi bisa kembali masuk ke kalangan milenial. Kedua adalah mengenai digitalisasi. Kementerian Koperasi ingin memiliki database yang mampu menampilkan data secara akurat kepentingan internal maupun ekseternal. Ketiga, terkait tata kelola di Kementerian Koperasi, ada lima deputi dan hanya satu deputi yang membidangi koperasi”.
Ferry Juliantono menambahkan, Kementerian Koperasi akan menghapus kredit usaha tani, dan menghapus kredit yang tertunggak sejak tahun sejak tahun 1998. “Tadi saya sudah berkomuniaksi dengan Pak Sunarso, Dirut BRI, ternyata BRI sudah menghapus bukukan atau pemutihan. Tetapi pengertian pemerintah terhadap kasus ini mereka masih menganggap bahwa hutang ini adalah aset yang dipisahkan oleh pemerintah itu tetap ditagih,” ujar Ferry.
Ferry menambahkan ada jutaan petani yang masih ditagih hutang oleh pemerintah, sementara pengusaha besar ada tax amnesty. Oleh karena itu, Kementerian Koperasi meminta harus ada upaya pengampunan secara hukum terhadap hutang para petani. Hal ini menjadi penting, agar nama baik koperasi tetap terjaga. Selain itu, koperasi juga dilibatkan dalam program makan gratis yang anggarannya mencapai Rp 71 triliun. Oleh karena itu pihaknya meminta kepada gerakan koperasi agar mempersiapkan diri untuk mensukseskan program makan bergizi ini. Khusus LPDB, kalau bisa dikurangi dan stop pembiayaan LPDB kepada koperasi simpan pinjam (KSP).
Saat ini 80 persen pembiayaan LPDB untuk koperasi-koperasi yang prduktif dalam rangka menghidupkan kembali koperasi produsen. Seperti koperasi pertanian, peternakan. Kementerian koperasi akan membesarkan kembali LPDB sebagai Cooperative Bank, seperti Bukopin yang sudah diambil Korea menjadi Kookminbank. “Kemudian ada Jamkrindo (jaminan kredit Indonesia), yang sekarang diakui oleh Kementerian BUMN. Jadi, awalnya Jamkrindo itu adalah dari Kementeraian Koperasi. Jamkrindo saat ini tidak mendukung kegiatan koperasi lagi karena tdak tahu lagi kemana. Nanti akan dikoordinasikan lagi berada dibawah kementerian koperasi”.
(Edi Supriadi).
Komentar