"Koperasi Multi Pihak, Game Changer Pertumbuhan Koperasi Era Digital"

Diakselerasi oleh perkembangan teknologi dan disrupsi ekonomi, Koperasi Multi Pihak (KMP) menjanjikan pertumbuhan koperasi yang lebih progresif dan inklusif. Memberi peluang lebih terbuka bagi korporasi untuk bertransformasi membangun koperasi. Hal tersebut mengemuka dalam seminar Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke-77 yang dihelat Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), di Jakarta, Jumat (19/7).

img-1721708397.jpg

Koperasi Multi Pihak (KMP) memang bukan hal baru. Di luar negeri, KMP sudah diadopsi dan sukses mewarnai arsitektur perkoperasian dunia dan kian diperhitungkan. Di Indonesia, sejak level gagasan, KMP diakselerasi oleh entitas inovator koperasi progresif yang didominasi oleh anak-anak muda, salah satunya adalah Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI).

Direktur Eksekutif ICCI, dalam suatu kesempatan kepada WartaKoperasi, mengemukakan idealita KMP dalam tata kelola koperasi modern. “Dua atau lebih pihak lintas sektor bisa melakukan pengelolaan bersama dalam satu koperasi. Sektor produksi, konsumen, pekerja, hingga publik luas,” terang Firdaus. 

Terkait tata kelola dan pengambilan keputusan, diatur secara proporsional berbasis kelompok. Alhasil, ada peningkatan quadran representasi, dari semula berbasis perorangan (one man one vote) menjadi representasi kolektif.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) Hendrikus Passagi, mengemukakan, melalui KMP, koperasi bisa dibawa masuk ke ekosistem yang lebih terbuka, serta sistem ekonomi digital yang dapat meminimalisir potensi fraud.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam paparannya selaku mengemukakan, KMP bukan hanya inovasi dalam kelembagaan koperasi, yang memungkinkan menjadikan koperasi tumbuh lebih besar dan kuat. “Melalui KMP juga diharapkan mampu mengkoperasikan korporasi melalui konsolidasi sumber daya. Lebih fleksibel dan adaptif terhadap inovasi organisasi dan model bisnis yang lebih tinggi,” papar Teten.

img-1721708666.jpg

Jika di berbagai negara KMP sukses mengekskalasi organisasi dan bisnisnya menjadi lebih besar dan sangat bersaing dengan korporasi, bagaimana progresnya di Indonesia? Menteri Koperasi Teten Masduki mengemukakan, hingga akhir Mei lalu, pihaknya mencatat ada 164 KMP di Indonesia. Dari jumlah tersebut 15 diantaranya merupakan koperasi hasil konversi dari koperasi tradisional yang telah eksis. 

Sebanyak 80 KMP berdiri di berbagai kota dan kabupaten setiap tahun. Meliputi koperasi produksi (32%), jasa (26%), konsumsi (24%) dan pemasaran. “Koperasi produksi sektor pertanian cukup dominan, dan itu menjadi concern kami,” imbuh Teten.

Adapun secara georgrafis, KMP tersebar di sejumlah provinsi. Meliputi Jawa Barat (22%), Jawa Tengah dan Jawa Timur (14%), DKI Jakarta (10%), Kalimantan dan Nusa Tenggara (8%), Sumatera (9%), lainnya tersebar merata di Yogyakarta, Bali, Banten, Gorontalo, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Lampung, Riau, Sulawesi dan Maluku.

Dari segi wilayah, KMP berdiri di beberapa provinsi di antaranya Jawa Barat 22 persen, sebanyak 14 persen di Jawa Tengah dan Jawa Timur, 10 persen di Jakarta, Kalimantan, serta Nusa Tenggara masing-masing 8 persen, 9 persen di Sumatera. Sisanya, tersebar di Bali, Banten, DI Yogyakarta, Gorontalo, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau (Kepri), Lampung, Maluku, Riau, dan Sulawesi. "Minat pendirian KMP di berbagai wilayah ini tinggi. Menunjukkan adanya antusiasme masyarakat terhadap koperasi dengan model multi pihak," ujar Teten.

Di Indonesia, selain dianggap lebih fleksibel dan adaptif dengan kebutuhan lokal, model KMP mampu memberikan manfaat yang lebih beragam kepada anggota, yang sampai batas tertentu belum mampu diberikan oleh model koperasi konvensional. Publik menjadi pilihan lebih beragam dalam mengadopsi model koperasi. 

Teten mencontohkan sektor perikanan, yang memiliki ekosistem rantai pasok industri perikanan yang panjang dari hulu sampai hilir. Meliputi pihak pembudidaya, agen pakan, buyer, hingga supplier. Setali tiga uang dengan sektor pertanian, yang sayangnya tidak semua pihak bergabung dalam satu koperasi yang sama. "Semua sirkular ekonomi yang mendapat untung di dalamnya, bisa masuk koperasi. Petani tidak lagi sekadar menghasilkan produk, sementara yang untung besar adalah para pengepul. Akan luar biasa jika bisa membangun kekuatan industri sektor agrikultur dan aquakultur melalui skema Koperasi Multi Pihak, yang akan terdorong untuk memanfaatkan teknologi di sektor produksi".

Sejumlah KMP yang eksis di Indonesia sempat memaparkan progresnya dalam seminar ini. Diantaranya adalah KMP Tumbuh Bersama Pembudidaya (Bandung) yang eksis di sektor perikanan yang populer dengan program aplikasi eFishery nya, KMP Sarana Agro Lestari (Jombang), serta KMP Wanatani Bambu Lestari (Manggarai Barat, NTT).

Apresiasi Kementerian Koperasi dan UKM

Dalam Seminar Harkopnas bertajuk “Koperasi Multi Pihak, Game Changer Pertumbuhan Koperasi Indonesia”, selain dihadiri Menteri Koperasi Teten Masduki dan Deputi Bidang Perundang Undangan Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi, hadir sejumlah narasumber dan praktisi KMP dari berbagai daerah. 

img-1721708530.jpg

Prof. Dr. Ahmad Subagyo, Wakil Rektor III Ikopin University yang didapuk sebagai salah satu narasumber mengemukakan, model Koperasi Multi Pihak merupakan bentuk organisasi koperatif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam struktur kepemilikan dan pengelolaan yang sama. Di dalamnya meliputi entitas pekerja, konsumen, pemasok, dan komunitas lokal, dengan tujuan utama adalah untuk menyeimbangkan kepentingan berbagai pihak dan menciptakan manfaat kolektif.

Di level global, Subagyo mencontohkan “Weaver Street Market” di Amerika Serikat, yang merupakan koperasi hibrida milik kalangan pekerja dan konsumen. Melalui jejaring teknologi yang solid, WSM menawarkan komoditas agrikultur sehat (organik) kepada konsumen melalui platform daring dengan layanan paripurna. “Fresh, healthy, and sustainable” adalah tagline pasar komoditas WSM yang menawarkan aneka sayur dan buah segar, hingga produk olahan macam keju tersebut. WSM juga menghelat program “Food for All”, yang memungkinkan para pihak yang terlibat untuk secara kolektif dapat memproduksi dan menyalurkan produk pangan sehat bagi semua kalangan.  

Contoh lain adalah Fifth Season Cooperative (SFC), yang embrionya mulai tumbuh pada 2010. SFC menyunggi misi untuk memproduksi, memproses dan memasarkan komoditas agrikultur yang sehat dan ramah lingkungan dalam mode perdagangan yang adil (fair trade) untuk semua pihak. SFC menghubungkan semua entitas produsen, meliputi petani kecil dan menengah, dengan dengan konsumennya dalam struktur keanggotaan yang solid. 

“Koperasi multi-pihak potensial sebagai “game changer” dalam pertumbuhan koperasi di Indonesia. Model ini dapat menjadi solusi untuk meningkatkan daya saing dan keberlanjutan koperasi di era digital melalui keterlibatkan berbagai pemangku kepentingan. Sinergi yang dihasilkan lebih kuat dan memanfaatkan keahlian serta sumber daya dari berbagai pihak,” papar Subagyo.

Lebih lanjut, Subagyo mengapresiasi upaya Pemerintah, khususnya Kementerian Koperasi dan UKM, dalam mendorong pengembangan koperasi multi-pihak di Indonesia. “Inisiatif Menteri Teten Masduki yang terus mendorong korporatisasi koperasi melalui skema Koperasi Multi Pihak (KMP) untuk memperkuat ekosistem koperasi nasional patut diapresiasi”. (Prio)


Kategori
NASIONAL

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar