Koperasi dan Problem Layanan Publik
Oleh : Suroto (Ketua AKSES)
Apa apa yang tak kamu miliki itu tak mungkin dapat kamu mendalilkan (kontrol)". Ini adalah pernyataan saya yang hampir dapat dikatakan sebagai pernyataan aksiomatik. Kenyataan yang tak terbantah bahwa apa yang tak kita miliki itu memang dalam realitas keseharian tak mungkin dapat kita kendalikan.
Kenyataanya, mereka yang memiliki rumah hanya mereka yang mampu mengendalikan isi rumah itu, mereka yang memiliki perusahaan dalam arti kepemilikan riil atas saham perusahaan itulah yang memiliki kuasa untuk mengontrol dan mengendalikan perusahaan itu. Mengambil keputusan keputusan yang penting yan bisa saja menjadi tidak berikan keadilan.
Untuk argumentasi demi terjadinya keadilan atas semua untuk semua maka pada akhirnya koperasi itu lahir, dan bahkan sebagai alasan adanya(raison d'etre) dari koperasi.
Dalam diskursus lanjutan dapat kita kembangkan dalam soal tarik menarik kepentingan privat dan kepentingan publik/respublik. Selama ini kita terjebak bahwa seakan akan apa yang publik itu yang wajib memiliki tanggung jawab publik, dan apa yang privat itu seakan tidak perlu tanggung jawab publik.Padahal kita tahu, penggunaan air, udara, tanah dan barang barang publik lainya itu harus berada dalam tanggungjawab publik betapa mereka mengusahakannya dalam perusahaan privat.
Dalam soal perusahaan privat mereka harus memiliki tanggungjawab publik atau dalam konteks diskursus di ruang publik (public sphere) dalam hal ini saya seratus persen menyetujui bahwa badan badan hukum publik atau bahkan privat memiliki tanggungjawab publik yang sama dan untuk itu perlu partisipasi publik untuk turut mengendalikanya.
Hal tersebut juga yang sering saya jadikan dasar bantahan atas usaha usaha privat yang selama ini seakan lepas dari tanggungjawab publik dan hanya satu fungsinya, mengejar keuntungan dan meloloskan mereka dari apa yang saya sebut meja hijau demokrasi atas kejahatan kejahatan korporasi kapitalis.
Pertanyaan sederhana saya ini bisa kita andai sebagai postulat, misalnya, apakah pemerintah itu adalah sebagai pemilik dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah(BUMD)?
Jika jawabanya ya, pemerintah pusat ataupun daerah itu sebagai badan hukum publik (persona ficta) yang berdiri di atas asumsi mewakili rakyat (people) apakah artinya berarti memiliki, menguasai, mengendalikan, mengontrol, mengambil keputusan sepenuhnya atas perusahaan negara sebagai layanan publik?. Kalau ya, apakah kemudian rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara, pemilik penuh negara ini hilang atau reduktif ke tangan Presiden, Menteri atau Parlemen? tentu tidak boleh.
Koperasi percaya bahwa kesetaraan politik bagi setiap individu itu harus lahir dalam proses pengambilan keputusan keputusan menyangkut hidup mereka sehari hari, urusan urusan ekonomi, soal imannen. Bagaimana sistem itu agar adil maka dia harus dibentuk agar supaya menjadi adil dan bekerja untuk memberikan jaminan atas hak ini.
Hukum koperasi secara inheren adalah membentuk postulat ini. Untuk itulah kepemilikan langsung oleh warga dalam hak setara satu orang satu suara dalam sistem perusahaan itu menjadi penting. Ini juga yang jadi perdebatan mutakhir tentang makna kedaulatan rakyatnya (people-soverignity) dari J.J Rousseau, bagaimana agar keputusan keputusan politik dan terutama yang menyangkut kepentingan warga itu dapat selalu terhubung dan tidak tereduksi oleh institusi institusi politik apapun itu.
Menurut pandangan saya pribadi, bahwa keputusan politik itu tidak dapat diselesaikan melalui hukum hukum perwakilan yang palsu, rakyat memilih anggota parlemen dan atau Presiden dan kemudian menjadi reduktif terhadap hak individu dalam proses pengambilan keputusan politik sehari hari. Untuk itulah koperasi hadir (present) secara langsung untuk turut mengambil partisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan dalam hak satu orang satu suara, yang tentu berbeda dalam soal proses pembagian benefitnya yang tetap harus gunakan asas resiprokatif bagi setiap individu juga.
Apakah koperasi itu hanya perlu diperankan sebagai institusi pelengkap atau totalitas? Jawaban saya sangat tergantung dari kepentinganya, apakah sebagai target antara atau tujuan ideal?. Jika sebagai target antara maka dapat saja koperasi diperankan sebagai institusi pelengkap, apakah hanya diberikan peranan terbatas dalam layanan tertentu agar masyarakat dapat turut berpartisipasi langsung dalam proses pengendalianya.
Namun jika tujuanya adalah sebagai hal yang ideal maka tentu jawaban saya secara meyakinkan koperasi adalah cara yang terbaik dari yang tersedia hari ini, apakah itu jika dibandingkan dalam model penguasaan negara (municipal) atau swasta privat kapitalis murni.
Model municipal atau state enterprise ownership (SEO), selalu memiliki kecenderungan koruptif, birokratif, boros kan fiskal dan penuh kongkalikong sebabnya karena kekuasaan negara yang sifatnya koersif dan kepemilikan modal dan uangnya itu menjadi autokratif. Masalah masalah layanan publik atau penyelenggaraan layanan publik yang buruk selama ini kan yang pada akhirnya muncul pada waktu lalu upaya untuk dilakukan privatisasi?
Lalu, ketika dilakukan privatisasi masalah selanjutnya adalah terjadinya masalah serius berupa komersialisasi dan komodifikasi layanan publik yang akhirnya bebani masyarakat. Sebabnya kita sudah tahu, sebagaimana juga disampaikan oleh Milton Friedman, guru besar para kapitalis itu bahwa hanya satu tanggungjawab perusahaan (kapitalis) itu, yaitu untuk mengejar keuntunganku (profit oriented).
Berangkat dari kenyataan itu semua, sebagaimana yang juga telah saya sampaikan sebelumnya bahwa koperasi itu memiliki fungsi subsidiaritas, dia mengerjakan apa apa yang tidak bisa dikerjakan sendiri sendiri, seperti misalnya layanan air, listrik, dan lain lain itu. Ini saya contohkan sebagaimana koperasi air di Amerika Serikat didirikan yang mendapat dukungan penuh koperasi listrik yang sudah berdiri duluan dan lebih kuat.
Selain itu, kenapa koperasi? Karena koperasi juga adalah sebuah modular perusahaan demokratis yang menjamin adanya kuasa orang, people, sebagai yang supreme,yanb utama di atas kuasa modal yang material. Ini mendapatkan jaminanya dalam hukum koperasi yang berlaku secara self regulated maupun mengikuti hukum normatif yang kebetulan di Indonesia sebetulnya masih diakui juga.
Setiap orang memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, bukan berdasarkan kuasa atas besaran modal atau kuasa koersif seperti yang terjadi pada perusahaan swasta kapitalis atau negara. Semua tentu untuk tujuan utama dari koperasi itu sendiri, supaya dapat ciptakan keadilan bagi semua. Supaya kepentingan bersama(bonum commune) dapat terus terjaga.
Semoga layanan layanan/barang publik yang selama ini dikuasai oleh perusahaan negara berupa BUMN dan BUMD dan atau oleh perusahaan swasta kapitalis dapat bergeser segera ke arah yang demokratis melalui koperasi. Mungkin dapat dimulai dari layanan air di Jakarta yang saat ini sedang dalam tarikan kepengan dinasionalisasi kembali setelah lama diswastanisasi? (*)
Komentar