Bangun Jaringan Antar Koperasi Perkokoh Eksistensi Koperasi Hadapi Turbulensi Ekonomi
Oleh : Dr. Ahmad Subagyo *)
Dewasa ini pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan melambat seiring dengan menurunnya tingkat investasi dan daya beli masyarakat. Bank Dunia memperkirakan tingkat pertumbuhan sekitar 5,2% tahun 2020. Namun, pada periode triwulan pertama di tahun 2020 ini proyeksi pertumbuhan mengalami tekanan akibat pandemi virus corona (Covid-19) yang mewabah di berbagai belahan dunia.
Dampak jangka pendeknya segera terlihat. Harga Indeks saham mengalami penuruan. Indeks harga saham hari ini (10/3) jatuh minus 6,58 persen kurang lebih sama dengan rate deposito setahun dengan sentimen negatif seputar virus corona, issue pelambatan ekonomi, dan harga minyak dunia. Ini belum ditambah dengan kepastian ending dari perang dagang.
Posisi Februari 2020, IHSG sudah jatuh -13,44 %. Di Pasar saham terjadi “panic selling” banyak yang melakukan cut loss, yang makin memperparah kondisi bursa akhir-akhir ini. Sementara dalam di industri keuangan mikro di laporkan oleh OJK tahun 2019, risiko kredit BPR meningkat dengan rasio NPL gross sebesar 6,94%, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya di posisi 6,81%. NPL BPR meningkat 12,71% (yoy) dibanding tahun sebelumnya seiring dengan peningkatan penyaluran kredit BPR. Kondisi ini menjadi sejumlah signal negatif di tahun 2020 ini.
Kasus gagal bayar Lembaga Keuangan yang berbadan hukum “KOPERASI’ juga terus meningkat di tahun 2019. Kasus gagal bayar BMT di Sumatera Utara beraset ratusan miliar, begitu juga Koperasi Simpan Pinjam di Jakarta yang beraset mendekati triliunan. Termasuk sejumlah Koperasi di daerah yang juga bergelimpangan akibat tidak mampu membayar kewajiban kepada para pemilik dana-nya.
Koperasi merupakan entitas organisasi yang diatur oleh regulasi tersendiri (UU No. 25/ 1992). Koperasi juga sekaligus sebagai entitas mandiri (self regulatory organization), yang memiliki ruang untuk melakukan penguatan secara internal maupun bersama-sama dengan koperasi lainnya. Salah satu bentuk kerjasama antar Koperasi, terutama Koperasi Simpan Pinjam, adalah berupa Koperasi sekunder. Koperasi sekunder dapat dibentuk di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi maupun nasional dengan menggabungkan setidaknya tiga koperasi primer.
URGENSI KERJASAMA ANTAR KOPERASI
Kerjasama antar Koperasi, selain menjadi salah satu dari tujuh Prinsip Koperasi, merupakan modal penting bagi koperasi dalam merespon fenomena turbulensi ekonomi seperti sekarang ini. Diantaranya meliputi :
- Perlindungan terhadap anggota Koperasi
Salah satu tujuan terbentuknya kerjasama antar koperasi adalah melindungi anggota dari kemungkinan terjadinya risiko gagal bayar oleh Koperasinya. Kerjasama antar koperasi dapat berbentuk Koperasi sekunder maupun asosiasi (APEX). Koperasi sekunder dapat memberikan pinjaman jangka pendek kepada anggotanya (KSP/KSPPS). Ini dimungkinkan jika sewaktu-waktu ada penarikan simpanan secara mendadak dalam jumlah yang relatif besar sementara ketersediaan dana tunai di Koperasi tidak mencukupi.
Anggota Koperasi sekunder yang merupakan KSP/KSPPS dapat saling mendukung untuk mempertahankan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap koperasi mereka sendiri. Dampak adanya kasus gagal bayar oleh salah satu Koperasi (KSP/KSPPS) akan berpengaruh terhadap Koperasi yang lain (efek domino). Hal ini akan membahayakan keberlangsungan Koperasi itu sendiri. Bagaimanapun, hingga saat ini Pemerintah belum memiliki skema penyelamatan KOPERASI GAGAL, baik secara regulasi maupun pendanaannya. Sehingga mau tidak mau, Koperasi itu sendiri yang harus membangun APEX dalam bentuk Koperasi sekunder.
- Pendanaan Bersama
Anggota koperasi sekunder (KSP/KSPPS) dapat menghimpun dana dari anggotanya sendiri untuk memperkuat permodalan anggota-nya. Selain itu Koperasi sekunder dapat menjadi ANCHOR atau jangkar untuk mendapatkan pendanaan dari Lembaga keuangan lain. Diantaranya LPDB, Perbankan, Lembaga Pembiayaan, Modal Ventura, dan sebagainya.
- Peningkatan Kapasitas SDM
Koperasi sekunder juga dapat menjadi Pusat Pengembangan SDM bagi para anggotanya. Pendidikan dan Pelatihan pada umumnya menjadi COST CENTER bagi organisasi, namun bagi Koperasi, Pendidikan dan Pelatihan anggota merupakan mandatory undang-undang yang harus dilaksanakan.
Dalam menghelat Diklat mandiri oleh Koperasi (KSP/KSPPS), kemampuan koperasi umumnya sangat terbatas. Diantaranya terkait dengan pengadaan narasumber yang relevan dan berbobot. Alhasil, diperlukan narasumber dari luar (organisasi) untuk mengisinya, yang lazimnya membutuhkan anggaran tidak sedikit. Solusi bisa didapati melalui Koperasi sekunder. Biaya yang tinggi akan menjadi ringan jika ditanggung oleh banyak anggota Koperasi yang mengikutsertakan peserta pelatihan di Koperasi sekundernya. Contohnya, Koperasi yang hanya memiliki 5 karyawan, untuk memanggil narasumber dari luar memerlukan biaya sedikitnya Rp 2 juta, atau setara Rp 400ribu/peserta. Jika pembiayaan Diklat dilakukan Bersama dengan peserta sebanyak 40 orang, maka biayanya hanya Rp 50 ribu/orang. Hal yang semula tidak mungkin menjadi sangat mungkin dilakukan.
- Promosi Bersama
Koperasi sekunder dapat berperan dalam strategi branding terhadap Koperasi di daerah/wilayah kerja secara kolektif. Koperasi sekunder sebaiknya tidak melakukan usaha yang identik (sama) dengan anggota primernya. Koperasi sekunder berbasis KSP, misalnya, diusahakan tidak memberikan pinjaman kepada anggota individual, melainkan memberikan pinjaman kepada KSP (primer) anggotanya. Promosi Bersama dapat dilakukan baik yang bersifat sosial maupun komersial melalui berbagai media. Aktivitas social berupa donor darah yang dilakukan oleh seluruh anggota Koperasi sekunder, misalnya, akan terlihat lebih semarak dan sangat menarik. Magnitude nya lebih besar dan jauh lebih mudah untuk mengundang media cetak maupun online untuk meliput dan mempublikasikannya. Adapun promosi dalam kemasan komersial, bisa dilakukan dengan membuat layanan keuangan digital bersama untuk payment poin, dan sebagainya.
- Bergaining Power
Koperasi sekunder sudah tentu dapat menjadi kekuatan baru dan pelindung (custodian) bagi para anggota-nya dalam rangka menjaga dan melindungi hak-hak mereka.
- Fungsi Pembinaan
Koperasi sekunder dapat menjadi salah satu channel bagi Pemerintah dalam melakukan pembinaan. Koperasi sekunder dapat mengundang para anggotanya pada kegiatan-kegiatan yang didukung oleh pemerintah dalam memberikan penguatan kapasitas, sosialisasi maupun pendampingan (technical assistance).
- Fungsi Pengawasan
Koperasi sekunder juga berfungsi sebagai salah satu jenjang dalam pengawasan eksternal dalam fungsi pengawasan dan pembinaan Koperasi oleh Pemerintah. Anggota Koperasi sekunder mestinya akan memiliki kewajiban-kewajiban. Diantaranya adalah menyanmpaikan hasil laporan RAT kepada Koperasi primernya. Kumpulan Laporan Koperasi ini akan menjadi DATA AGREGAT bagi Dinas Koperasi Kabupaten/Kota/Provinsi/Pusat.
TEKNIK PENDIRIAN KOPERASI SEKUNDER
Pendirian Koperasi sekunder pada hakekatnya sama dengan pendirian Koperasi primer, bedanya hanya pada jenis entitas keanggotaannya saja. Jika koperasi primer anggota pendirinya adalah orang per-orang, Koperasi sekunder beranggotakan koperasi primer berbadan hukum. Proses pendirian koperasi sekunder memiliki prosedur yang sama dengan koperasi lainnya. Namun sejak Pemerintah menjalankan Online Single Submission (OSS) sebagai sistem yang mengintegrasikan seluruh pelayanan perizinan berusaha yang menjadi kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga, proses pendaftaran untuk pendirian Koperasi dilakukan lewat satu pintu. Pengalaman penulis, proses pemberian ijin Pendirian Koperasi melalui system OSS ini tidak lebih dari satu bulan. Perihal detail proses pendirian dapat dilihat dari berbagai informasi tentang topik ini di berbagai media.
PENUTUP
Saat ini Pemerintah maupun aktivis Koperasi perlu mendorong pendirian Koperasi Sekunder dalam rangka untuk memperkuat Koperasi Primernya. Koperasi sekunder pada masa orde baru pernah Berjaya. Sebut saja Induk Koperasi (INKUD) yang memiliki Gedung bertingkat milik sendiri di kawasan Buncit Raya, Jakarta. Ada juga PUSKUD yang berdiri hampei di seluruh kota di Indonesia. Lalu Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) yang memiliki Gedung dan Tower di bilangan Sudirman, Jakarta.
Dalam menghadapi persaingan global dan kompetitor Koperasi di masa mendatang, sulit bagi Koperasi menghadapinya sendiri-sendiri. Ketika teknologi telah menggantikan fungsi manusia dan komunikasi-transaksi sudah berada dalam sentuhan jari dan layanan smart phone, maka hanya tinggal sisi HUMANITY – layanan dalam sentuhan “kemanusiaan-lah” yang akan tetap bertahan dan harus dipertahankan. Dan Koperasi adalah organisasi “orang” yang mampu hadir melayani dengan sentuhan “manusia”. Jayalah Koperasi Indonesia..!
* Dosen Tetap STIE GICI Depok, Pendiri Rumah Koperasi dan Yayasan Kemandirian Perkooperasian Indonesia
Komentar