Audiensi Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah dengan MA
Satuan tugas (Satgas) Penanganan Koperasi Bermasalah melakukan audiensi dengan Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro dan Ketua Kamar Perdata I Gusti Agung Sumanatha untuk membahas norma-norma hukum di bidang perkoperasian, Selasa (08/02).
Ketua Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah Agus Santoso menegaskan ihwal pentingnya mendorong penyempurnaan sistem hukum perkoperasian dengan pembaharuan UU Perkoperasian No. 25 Tahun 1992.
“Kami sudah meminta pandangan dari Pimpinan Komis VI DPR-RI dan instansi terkait tentang pentingnya RUU Perkoperasian, bisa menjadi hak inisiatif Pemerintah dan masuk ke Prioritas Prolegnas Tahun 2022 ini. Selain itu juga diperlukan adanya aturan dalam UU PKPU dan Kepailitan yang baru guna menjembatani pengaturan penanganan koperasi bermasalah yang akan diatur di dalam UU Perkoperasian yang baru nantinya,” ungkap Agus Santoso.
Agus juga menyebutkan bahwa UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sudah terlalu lama, terlebih Kementerian Koperasi dan UKM sendiri tidak diberi wewenang yang cukup untuk mengatur perijinan, lingkup usaha dan pengawasan terhadap koperasi simpan pinjam. Termasuk juga tehadap Koperasi Simpan Pinjam yang ijinnya diterbitkan oleh pemerintah daerah.
“Satgas tugasnya mengawal agar hak-hak anggota dapat terpenuhi sesuai dengan homologasi dan perlu menjaga agar tidak terdapat koperasi yang masuk proses kepailitan, walaupun ditengarai ada beberapa pihak yang menginginkan itu, “ ujar Agus.
Lebih lanjut, dengan dibentuknya Satgas, maka secara tidak langsung telah menguatkan literasi perkoperasian bagi anggota koperasi agar tidak terlalu mudah melakukan upaya hukum untuk mempailitkan koperasinya sendiri. Karena sejatinya anggota koperasi adalah juga pemilik koperasi itu. “Akan membingungkan apabila ada anggota yang justru menginginkan koperasi miliknya pailit,” kata Agus.
Anggaran Dasar koperasi mengatur mengenai Rapat Anggota Tahunan atau Luar Biasa (RAT/RALB), sehingga permohonan PKPU atau pailit pada akhirnya dapat berujung pada likuidasi, idealnya harus disepakati di RAT atau RALB, bukan merupakan keputusan individu anggota tertentu. Namun disadari bahwa hal tersebut tidak diatur dengan cermat di dalam UU Koperasi maupun di dalam UU Kepailitan dan PKPU.
“Terkait dengan hal itu, kami mohon arahan dari Wakil Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Kamar Perdata untuk bisa mengisi kekosongan hukum terkait permohonan PKPU atau pailit terhadap koperasi”.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro mengamini bahwa peraturan tentan Koperasi tidak tegas dan sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. “Pembenahan koperasi harus diawali dengan pembenahan UU Perkoperasian,” tutur Andi Samsan Nganro.
Selain itu, Andi Samsan Nganro juga menegaskan bahwa seharusnya PKPU bertujuan untuk melakukan proses restrukturisasi sebagaimana yang telah disepakati dalam Akta Perdamaian (homologasi) sehingga wajib ditaati oleh Koperasi dan Anggotanya demi untuk kepentingan bersama.
“Namun demikian, mempertimbangkan strategisnya persoalan ini melibatkan perekonomian masyarakat banyak, maka dalam rangka pembinaan, kami akan mengingatkan para Hakim di pengadilan agar berhati-hati dalam memeriksa permohonan kepailitan koperasi “, pungkas Andi.
Pastikan Anggota Koperasi Terlindungi Haknya
Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah memastikan akan meminta Komitmen Pengurus KSP dan akan melakukan koordinasi ke pihak-pihak terkait untuk memastikan agar hak para anggota penyimpan di koperasi yang saat ini sedang dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tetap terlindungi dan terjaga. “Selama kurang lebih seminggu ini, kami sudah melakukan berbagai upaya. Untuk itu, kami juga berharapa kepercayaan masyarakat untuk berkoperasi juga masih tetap terjaga,” kata Agus.
Satgas tersebut mendapat mandat dari Surat Keputusan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 2 Tahun 2022 per tanggal 11 Januari 2022. Satgas di ketuai oleh Agus Santoso dengan dua wakil ketua yakni Brigjen Wishnu dari TIPIDEKSUS, kemudian Wakil Ketua yakni Yudhi Wibhisana. Anggotanya dari kementerian dan lembaga-lembaga seperti Kepolisian, Kejaksaan Agung, PPATK dan ditambah lagi dengan OJK.
Sementara itu, Koperasi Simpan Pinjam Indosurya mengklaim telah memenuhi kewajiban mencicil pembayaran kepada semua anggota sesuai keputusan hukum homogolasi yang ditetapkan inkraacht (final). Pembayaran cicilan diberikan kepada semua anggota terikat putusan pengadilan yang sudah ditetapkan Mahkamah Agung (MA).
Semua data pembayaran sudah dibeberkan pihak KSP Indosurya dalam proses pembuktian di Pengadilan di hadapan majelis hakim, terhadap gugatan yang dilayangkan pihak tertentu mengatasnamakan anggota tersebut. “Kami sudah beberkan data semua di hadapan majelis hakim dalam agenda pembuktian,“ ujar Kuasa Hukum KSP Indosurya, Hendra Wijaya, Kamis (10/2) seperti dikutip Kontan.
Sebelumnya, gugatan sama pernah dilayangkan sejumlah pihak mengatasnamakan anggota KSP Indosurya. Namun, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan menolak permohonan sejumlah nasabah yang ingin membatalkan perjanjian perdamaian atau homologasi KSP Indosurya Cipta. Putusan No. 07/Pembatalan/2021/PN Niaga Jkt. Pusat itu dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang diketuai Hakim Bambang Nurcahyo, S.H., M.Hum pada Rabu (18/8/2021).
Terhadap penggugat homologasi, KSP Indosurya, sebaliknya juga sudah melakukan langkah hukum terhadap mereka yang ingin membatalkan putusan pengadilan itu. Sebelumnya di Jakarta Barat, kini pihak KSP Indosurya menggugat dua pihak. Gugatan senada juga akan dilakukan kepada mereka yang berada di luar DKI Jakarta, yang mencoba membatalkan homologasi itu.
Adapun langkah hukum ini diambil karena KSP Indosurya merasa dirugikan image dan upayanya di saat tengah berusaha memenuhi kewajibannya kepada semua anggota yang diputuskan dalam homologasi. Putusan homologasi atau perdamaian dalam kasus PKPU KSP Indosurya sudah ditetapkan dalam putusan pengadilan Nomor .66/PDT.SUS-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst tertanggal 17 Juli 2020. Ini menegaskan secara hukum perdamaian antara KSP Indosurya Cipta dan seluruh Kreditor, baik yang ikut dalam proses PKPU atau tidak, telah mengikat (Vide Pasal 286 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Beberapa nasabah yang telah menerima pembayaran adalah anggota dengan simpanan di bawah Rp 500 juta. Pasalnya, salah satu nasabah KSP Indosurya mengatakan dirinya yang memiliki simpanan Rp 700 juta baru menerima cicilan kurang dari Rp 150 juta per bulan. Ia menambahkan jika ada tiga kelompok simpanan dengan ketentuan pembayaran yang berbeda. Tipe A simpanan sampai dengan Rp 500 juta. Tipe B simpanan Rp 500 juta hingga Rp 2 miliar. Sedangkan tipe C simpanan di atas Rp 2 miliar.
Edi Supriadi/Kontan.
Komentar