“Ikhtiar Agar KPRI TEGAR Tetap Tegar”

Puluhan orang menggerudug sebuah rumah megah di ruas Jalan Raya Wonorejo, Rungkut, Surabaya, Rabu siang (21/6) lalu. Rumah itu milik Muhammad Iskak (61 tahun), mantan kepala sekolah sebuah SD Negeri dan pengurus Koperasi Pegawai RI (KPRI) Tegar, Surabaya.

Adapun puluhan orang yang mendemo rumah Iskak, mereka adalah guru-guru dan mantan guru SD Negeri di Surabaya, yang juga adalah anggota KPRI Tegar. Sejatinya, demo itu adalah yang kedua kali. Sebelumnya, pada 30 Mei tahun lalu, rumah Iskak juga didemo oleh pihak yang sama.

Dari informasi yang berhasil dihimpun Warta Koperasi, aksi demo guru-guru SD di Surabaya itu, dipicu oleh tindakan Iskak yang diduga menggelapkan dana koperasi tempat mereka menjadi anggota. Ya, puluhan guru SD itu adalah sebagian dari sekitar 200 orang anggota KPRI Tegar.

Diketahui, Iskak pernah menjabat sebagai bendahara KPRI Tegar selama sepuluh tahun. Bahkan disebut pernah menjadi ketuanya. Sebelum pensiun, Iskak kedapatan menyerahkan uang koperasi yang dipegangnya sebesar Rp 1 miliar kepada bendahara penggantinya. Namun, nominal uang yang diserahkan Iskak itu, ternyata jauh di bawah dari yang seharusnya. Hebohlah internal KPRI Tegar.

Belakangan, Iskak mengakui jika ia menilap uang koperasi, yang merupakan sebagian dari deposito dan simpanan sukarela seluruh anggota. Iskak menggunakan uang yang jumlahnya Rp 2,3 miliar untuk kepentingan pribadi. Diantaranya untuk membangun rumah, kos-kosan, dan kios pasar.

Saat ditemui Wakil Walikota Surabaya Armuji, yang mencoba memediasi, Rabu (21/6) lalu, dengan enteng Iskak mengaku belum bisa mengembalikan uang itu. Iskak mengaku telah menjual aset tanah sebagai pengganti uang yang milik anggota koperasi, hanya saja belum laku.

Puluhan anggota KPRI Tegar yang mendemo rumah Iskak, akhirnya pulang dengan tangan hampa. Sembari menunggu itikad baik Iskak untuk mengembalikan uang koperasi, anggota berencana menempuh jalur hukum jika Iskak kembali mangkir.


Lemahnya Pengawasan, Mancari Solusi

Dalam satu keranjang, pasti ada satu jambu yang bonyok.

Adagium itu, lazim belaka untuk menganalogikan ihwal ketidaksempurnaan segala sesuatu yang bergerak atau berdiam di bawah matahari. Dari 9758 KPRI yang tercatat sebagai anggota Induk Koperasi Pegawai RI (IKPRI), wajar jika ada segelintir yang bermasalah.

Duaratus lebih anggota KPRI Tegar, tetaplah bukan jumlah yang sedikit, yang harus dibela dan dipulihkan hak-haknya. Mereka adalah sebagain dari 1.413.791 anggota perorangan entitas Koperasi Pegawai RI di negeri ini.

Tetap layak disyukuri, KPRI-KPRI yang baik tata-kelolanya dan mengkilat prestasi nasionalnya, masih melimpah jumlahnya. Mereka tersebar dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan hingga Bali. Mereka adalah langganan kampiun koperasi berprestasi nasional yang lazim diumumkan setiap Harkopnas.

KPRI-KPRI yang beroperasi melalui Self Regulatory yang mampu bertahan dan juga terus bertumbuh. Membuktikan bahwa KPRI pada hakekatnya dimiliki, dimanfaatkan dan dikontrol oleh anggotanya sendiri secara baik dan konsisten.

Kasus KPRI Tegar, adalah tantangan KPRI kita. Koperasi memang organisasi yang unik jika dilihat dari perspektif industri keuangan. Keunikannya terutama terletak pada karakter ownership”, dimana para pengguna jasa keuangan koperasi adalah anggotanya sendiri. Sehingga, walaupun dari sisi jumlah omset atau volume usahanya relatif lebih rendah dibandingkan dengan industri sejenis, namun pemilik Koperasi relatif lebih besar jumlahnya. Sehingga, Koperasi sering dikatakan bermain dalam wilayah “BLUE OCEAN” jika mereka berpegang teguh pada prinsip koperasinya sendiri.

Keunggulan tersebut, tentunya akan semakin kuat jika Koperasi bersedia untuk memodernisasi dirinya melalui penggunaan teknologi informasi, menuju digitalisasi. Era teknologi, yang semakin terjangkau dan tidak ekslusif. Tidak hanya dikuasai dan diterapkan oleh orang-orang TI. Lulusan SMA yang dilatih beberapa pekan saja, niscaya mampu mengoperasikannya. Apalagi koperasi, yang niscaya mengalokasikan dana pengembangan untuk memperbaiki performa bisnisnya.

Mengurai dan memetakan persoalan yang mendera KPRI Tegar, niscaya tidak semudah membalik selembar kertas. Termasuk menjawab pertanyaan, mengapa penyimpangan bisa terjadi dan baru terendus ke permukaan setelah cukup lama. Juga, yang lebih penting, bagaimana solusi terbaiknya.  

Mengambil alih aset-aset Iskak dan dikembalikan ke koperasi, hanyalah salah satu solusi non hukum/litigasi yang bisa diambil KPRI Tegar, dan itu juga makan waktu. Salut untuk anggota KPRI Tegar, untuk tidak terburu-buru membawa kasus ini ke meja pengadilan. Opsi penyelesaian melalui jalur hukum, niscaya akan makan energi dan waktu yang tak kalah besar.

Secara makro organisasi, sekunder koperasi yang menaungi KPRI Tegar (GKPRI Jawa Timur), perlu turun tangan untuk membantu mengatasi dan memulihkan kesehatan KPRI Tegar. Seorang pengurus GKPRI Jawa Timur yang saya hubungi, hingga tulisan ini terbit, belum memberi tanggapan. Tampaknya sedang mempelajari kasusnya. Memang perlu cermat dan hati-hati.

Salah satu hal yang cukup menonjol dari malapraktek tata kelola KPRI Tegar, adalah lemahnya pengawasan. Sebelumnya, KPRI Tegar disebut diawasi oleh kepala sekolah. Namun, begitu kepala sekolah pensiun, Iskak memanfaatkan situasi itu dengan menggelapkan dana koperasi.

Fungsi-fungsi fundamental pengawasan KPRI Tegar sepertinya kurang berjalan sebagaimana mestinya. Berhubung saya belum menjumpai langsung pengurusnya, tidak perlu dijelaskan terlalu jauh di mana sisi kelemahan dan kekurangannya.

Secara garis besar dapat dikatakan, bahwa (1) pengawasan KPRI Tegar berjalan (tanpa) dukungan regulasi yang kuat, (2) SDM Pengawas belum terlatih dan kompeten, (3) teknologi pengawasan yang masih manual, dan (4) anggaran yang tidak memadai.

KPRI merupakan koperasi dengan basis anggota segmented (kalangan PNS/ASN) dan mengakar. Memiliki pengalaman organisasi dan berkoperasi yang terentang hampir tujuh dekade. Dalam praksis berkoperasi, di kalangan Koperasi Pegawai RI tidak dikenal istilah pseudo keanggotaan. Fenomena “anggota semu”, hal yang sering terjadi di kalangan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Pengawasan yang lemah plus eksistensi “anggota semu” yang jumlahnya seringkali melebihi anggota sejati, inilah yang akhirnya menyeret banyak KSP (termasuk KSP besar) berpraksis menyimpang dan akhirnya kolaps.

Dengan basis anggota mengakar, idealnya anggota KPRI Tegar terlibat dalam pengendalian organisasi koperasinya. KPRI, sebagaimana koperasi sejati, lahir dengan memiliki distingsi, sebab dimiliki, dimanfaatkan, dan dikendalikan oleh anggotanya sendiri. Alhasil, harus bertanggung jawab secara mandiri baik risiko maupun return yang diperolehnya untuk kesejahteraan para anggotanya.

Ikhtiar solutif yang tak kalah penting, adalah memulihkan kepercayaan 200 anggota KPRI Tegar. Memotivasi, bahwa berkoperasi tetaplah cara paling elegan dan bermartabat dalam mensejahterakan ekonomi secara berjamaah. Juga memulihkan nama baik KPRI Tegar di hadapan segenap mitra, khususnya di wilayah Surabaya dan Jawa Timur. Ini memang bukan perkara mudah. Biarlah yang ambyar cukup KPRI Tegar periode di bawah Iskak saja. Ke depan, KPRI Tegar harus terus tegar dan maju. Semoga.

(PRIONO/foto : Dok.iNews)

Kategori
DINAMIKA

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar