Reformasi yang Dikorupsi Oligarki
Oleh : Suroto, Ketua AKSES Indonesia
Demonstrasi yang dipelopori mahasiswa tahun 1998 silam hasilkan beberapa tuntutan reformasi. Diantaranya amendemen UUD, pemberantasan KKN, pencabutan Dwi Fungsi ABRI, penegakan hukum, penegakan hak asasi manusia dan demokrasi, penegakan kebebasan pers, dan pemberian hak otonomi kepada daerah-daerah.
Beberapa catatan hasil dari pelaksanaan agenda reformasi hari ini adalah :
1. Amandemen UUD 1945
Amandemen telah dilakukan dan kekacauan hukum semakin parah. Sebagai misal fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral yang dipisahkan dari pemerintah dan tanggungjawabnya dipreteli hanya sebagai penjaga portal nilai rupiah.
Amanah UUD untuk segera bentuk UU Sistem Perekonomian Nasional sampai hari ini jangankan dilaksanakan, diwacanakanpun tidak. Padahal hal tersebut sudah diperkuat lagi dengan penetapan secara khusus TAP MPR dalam Sidang Istimewa tahun 1998 Tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokratisasi Ekonomi.
Apa yang terjadi justru sebaliknya, Pemerintah dan Parlemen ciptakan banyak kekacauan hukum dengan hasilkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang bertentangan dengan UUD atau inkonstitusional. Tujuanya juga sangat buruk intinya dijadikan rompi pengaman bagi kongkalikong kepentingan ekonomi para elit kaya dan elit politik.
Masalah besar perlunya batasan periodesasi jabatan presiden yang telah jadi sumber masalah di jaman Orde Baru malah dibuat mainan oleh elit politik. Mereka justru memainkan isu perpanjangan periodesasi jabatan tersebut.
2. Tuntutan penghapusan KKN ; korupsi, kolusi dan nepotisme
Apa yang dipanen dari hasil tuntutan penghapusan KKN hari ini adalah korupsi semakin merajalela dimana mana, kolusi pejabat dan pengusaha semakin sempurna, mereka bahkan para elit kaya itu telah berhasil merebut kursi parlemen dan eksekutif.
Nepotisme diumbar secara vulgar dan politik dinasti dikembangkan dari pucuk pucuk pimpinan partai maupun pemerintah. Tanpa malu malu anak, istri, mertua, besan dan lain lain didorong jadi pejabat publik dari tingkat pusat sampai kampung kampung. Peraturan dibuat dan dilaksanakan secara minus moral.
3. Cabut Dwi Fungsi ABRI
Dwi Fungsi ABRI dicabut tapi justru menjadi multifungsi. Bukan kembali ke barak perkuat profesionalitas kerja namun malah ikut mengurus segala urusan sampai soal tanam padi di sawah dan lain lain.
4. Penegakan hukum
Hukum dalam prakteknya tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Contoh paling mutakhir misalnya soal izin tambang emas pulau Sangihe. Pulau kecil yang menurut peraturan tak boleh ditambang ini justru separuh lebih dari pulau ini diizinkan untuk ditambang walaupun pemerintah daerah dan masyarakat secara terang terangan juga menolak.
Teman teman sedulur sikep di Rembang, Jawa Tengah yang jelas sudah menang secara hukum dan final ( inkracht) atas tuntutan penghentian pabrik semen yang merusak lingkungan, sampai hari ini putusan hukum itu diabaikan dan pabrik tetap saja dijalankan. Hari hari, para petani yang hidup sederhana dan tak pernah mengganggu orang lain itu diinjak injak hak konstitusionalnya.
5. Penegakan Hak Asasi Manusia dan Demokrasi serta kebebasan Pers
Kebebasan untuk berbicara diberangus dimana mana. Para seniman mural musti hadapi represi, pembela hak asasi manusia dikriminalisasi dan media tidak semakin tunjukkan independensinya tapi ikuti selera para pemiliknya yang merupakan elit kaya dan sekaligus elit politik di negeri ini.
6. Otonomi Daerah Seluas Luasnya
Gerak pembangunan masyarakat yang mustinya semakin otonom di daerah tetap tersandera. Paket kebijakan dibuat di pusat lalu dikirimkan ke daerah. Daerah dilepas kepalanya tapi ditarik ekornya. Agenda agenda nasional lebih menonjol menutup kepentingan kepentingan aspirasi lokal.
Demokrasi, yang artinya sama dengan kepentingan rakyat atau kedaulatan rakyat itu telah berubah jadi daulat oligarki. Reformasi telah dikorupsi dan sebagian mereka yang dulu beridir di garda depan reformasi saat ini justru secara gamblang jadi pecundang.
Negara hari ini, dalam posisi telah dikangkangi dan tersubordinasi oleh kuasa konglomerasi korporasi besar. Pemerintah hari ini menjadi semakin lemah di hadapan para mafia kartel. Masyarakat sipil telah tersubodinasi. Dihancurkan lewat politik diametral berubah jadi pembenci dan pecinta semata mata. Pembodohan massal terjadi dimana mana, termasuk di ruang ruang akademik, ladang akademia yang seharusnya suarakan kebenaran. (P)
Komentar