Pupuk Militansi Anggota Agar Koperasi Berjaya
Oleh : Dewi Tenty Septi Artiany (Pemerhati Koperasi dan UMKM)
Secara statistik koperasi di Indonesia menunjukkan data yang fantastis. Jumlah koperasi di Indonesia, yang tahun lalu saja sekita 230 ribuan, adalah yang terbanyak di dunia. Seharusnya, secara kuantitatif, keberadaan koperasi Indonesia sudah menjadi salah satu leading sector di bidang perekonomian.
Keberadaan koperasi menjadi sangat istimewa dengan penyebutan koperasi pada konstitusinya, yaitu pada Pasal 33 UUD 1945, sebagai bangun usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Pantaslah kiranya bila koperasi menjadi soko guru perekonomian di Indonesia sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh Bung Hatta. Sudah sepantasnya pula koperasi di Indonesia berjaya.
Sayangnya, banyaknya jumlah koperasi itu tidak sebanding secara signifikan dengan besarnya penerimaan negara melalui koperasi. Pendapatan produk dometik bruto (PDB) yang diterima oleh negara melalui koperasi baru sekitar 5,1% saja. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2016 jumlah koperasi aktif sebanyak 151.170 unit, kemudian pada tahun 2017 naik jumlahnya menjadi 152.174 unit, dan pada tahun 2018 jumlah turun menjadi 126.343 unit. Sedangkan tahun 2021 jumlah koperasi aktif sebanyak 127.124 unit dengan jumlah anggota perorangan sebanyak 25.098.807 orang.
Bila dibandingkan dengan penerimaan (PDB) melalui koperasi di negara lain di tahun 2019 jumlah sangat fantastis, seperti di Singapura sebesar 10%, Prancis 18%, Belanda 18%, dan Selandia Baru 20%. Tingginya penerimaan dari koperasi di negara itu mencerminkan keberadaan koperasi sebagai kekuatan ekonomi sudah layak diperhitungkan.
Ironis memang, di negara-negara yang katanya menganut sistem perekonomian kapitalis justru mendapatkan PDB dari koperasi yang luar biasa besar jumlahnya. Bisa dibayangkan, jumlah koperasi di negara tersebut tidak sebanyak di Indonesia tapi menghasilkan income yang luar biasa. Lantas pertanyaan mendasarnya adalah kenapa itu bisa terjadi?
Dari data yang ditampilkan dapat disimpulkan, penduduk Indonesia yang menjadi anggota koperasi kurang dari 10% dari total populasi. Artinya, pemahaman tentang pentingnya atau manfaat yang didapat dari menjadi anggota koperasi masih sangat minim.
Bila kita bandingkan dengan keikutsertaan masyarakat di Amerika Serikat yang konon kabarnya dari tiga orang Amerika, satu di antaranya menjadi anggota koperasi. Lantas di Jepang, dari empat warga Jepang, satu diantaranya terdaftar menjadi anggota. Tak heran, kita bisa melihat cerita sukses koperasi raksasa di beberapa negara. Misalnya saja, Nonghyup di Korea Selatan, Zen Noh di Jepang, Desjardins di Kanada, atau Friesland Campina di Belanda. Kisah koperasi tersebut menjadi cerita menarik tersendiri tentang geliat perekonomian via koperasi.
Kenapa keterlibatan masyarakat terhadap koperasi di negara-negara itu menjadi sangat besar sementara di Indonesia masih dirasa sangat minim. Padahal, salah satu faktor yang bisa meningkatkan kinerja dan pendapatan koperasi adalah jumlah anggota. Tetapi, jumlah anggota saja tidak dapat dijadikan ukuran kesuksesan suatu koperasi.
Menumbuhkan Militansi
Anggota koperasi akan mersakan manfaat menjadi anggota koperasi bila sudah terbentuk militansi anggota. Faktanya, banyaknya koperasi di Indonesia tidak sebanding lurus dengan jumlah anggota (artinya, masih banyak koperasi yang hanya ada koperasinya tapi tidak punya anggota) dan diperparah dengan kurangnya militansi anggota koperasi.
Militansi anggota akan timbul jika koperasi menerapkan prinsip dual identity, suatu prinsip dasar koperasi yang keberadaannya sudah jarang diterapkan di Indonesia. Padahal, ketentuan itu sudah dicantumkan dalam anggaran dasar koperasi tentang kedudukan anggota sebagai pemilik dan pengguna.
Kedudukan anggota sebagai pemilik mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan organisasi, kelembagaan dan usaha yang diwujudkan dalam beberapa bentuk. Pertama, memperkuat ekuitas atau modal sendiri dengan membayar simpanan wajib secara rutin. Kedua, bersedia secara sukarela menempatkan kelebihan dana untuk ditempatkan pada koperasi dalam bentuk modal penyertaan maupun simpanan lainnya. Ketiga, berpartisipasi aktif setiap ada kegiatan rapat-rapat yang diselenggarakan oleh koperasi.
Kemudian menempatkan kedudukan anggota koperasi sebagai pengguna jasa. Pertama, menempatkan anggota sebagai pengguna jasa bisa diwujudkan dengan partisipasi aktif untuk memanfaatkan kegiatan usaha melalui transaksi jasa simpanan dan transaksi jasa simpanan oleh anggota terhadap koperasi. Kedua, setiap anggota memiliki kedudukan yang sama untuk memperoleh pelayanan dari koperasi. Artinya, anggota hanya bisa merasakan manfaat dari koperasi bila sudah menjadi pemilik dan pengguna koperasi. Maka, maraknya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) di Indonesia mencerminkan anggota koperasi masih dalam tataran pengguna bukan pemilik.
Melihat koperasi sebagai badan hukum yang hanya diingat kala susah tapi ditinggalkan di kala senang, banyak contohnya. Misalnya, anggota selagi tidak punya uang berutang ke koperasi. Tapi, di saat anggota sedang berlapang rezeki, menabung di bank supaya tampak gaya. Atau, lagi susah anggota kredit ke koperasi tapi ada uang beli di supermarket. Hal-hal seperti ini yang membuat koperasi semakin terpuruk.
Padahal, koperasi adalah milik anggota jadi anggota lah yang harus memakmurkan koperasi (dengan arahan dari pengurus tentunya). Jadikan koperasi itu pusat kegiatan usaha kita. Saat anggota punya uang, simpan di koperasi. Mau beli barang produksi, belilah via koperasi, butuh modal bisa melalui koperasi.
Apa untungnya? Sekadar contoh anggota akan mendapatkan sisa hasil usaha (SHU) daro setiap transaksi yang dilakukan melalui koperasi. Anggota yang Cuma meminjam akan mendapat satu point, tapi jika simpan, pinjam, dan membeli di koperasi maka mereka mendapat tiga point untuk SHU-nya.
Koperasi juga masih banyak belajar prinsip-prinsip dan tata kelola perkoperasian. Sebab banyak yang tidak mengetahui dalam mengelola koperasi karena masih terbatas pada pemahaman kulit luarnya saja. Maka tidak mengherankan, jika jumlah koperasi yang banyak di Indonesia masih belum dibarengi dengan gilang-gemilangnya pendapatan melalui koperasi.
Mari kita memakmurkan koperasi dengan menumbuhkan militansi anggota. Kita bisa mengambil contoh positif dan menerapkannya dari koperasi besar dunia maupun di Indonesia, bisa kita tiru dan terapkan. (Edi Supriadi)
Komentar