Pesona Fashion di Lembar Lurik
Kepada Warta Koperasi, Indrias Tri Purwanti (43) berkisah ihwal pengalamannya mengolah kain lurik produksi penenun tradisional menjadi produk fashion berkelas. Mengusung brand “Lurik Senthir”, tenun lurik dalam desain-desaian khas dengan penggemar kalangan menengah ke atas. Kalangan sosialita yang mukim di Australia dan Eropa, dengan senang hati jadi manekin berjalan untuk mempromosikan produknya.
“Dulu, lurik dianggap sebagai kain Ndeso. Biasa dipakai simbok-simbok sebagai selendang untuk menggendong bakul atau momong cucu. Saya mengubah paradigma itu. Bikin lurik khas perajin Jawa Tengah, berkibar dengan desain-desain kontemporer. Menampilkan citra tenun elegan dan berkelas,” papar Indrias dalam dua kali obrolan denganWarta Koperasi, di kediamannya di Solo, lanjut melalui pesan singkat.
Indrias, desainer asal Solo itu, mengusung brand Senthir Ethnic Fashion untuk karya-karya yang ia kenalkan publik luas. Ia telaten menggali potensi warisan budaya lokal, mengelaborasi konsep fashion masa kini dengan basis wastra tradisional.
Indri, begitu ia akrab disapa, menaruh perhatian lebih pada pelestarian budaya, yang diawali dari keprihatinannya terhadap tenun lurik yang terpinggirkan. Kalah perhatian dibandingkan dengan batik.“Saya fokus pada tenun lurik asli Jawa Tengah. Tenun-tenun motif kuno, karena kalau tidak dilestarikan, bisa punah”.
Motif-motif lurik lawas seperti Yuyu Sekandang, Tumbar Pecah, Dom Nelusup, Kelir dan beberapa motif kuno lainnya, dipadu padan dalam desain-desain unik yang memukau. “Desain-desain saya up to date, bisa menyesuaikan situasi dan kondisi bagi yang mengenakan. Desain saya ada kalanya berupa baju pesta, baju kantor, baju muslim, baju kasual sampai baju bridal,” ungkap Indri. Alhasil, harga yang dipatok untuk desainnya memang tak murah. Mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Sebuah asesoris kalung manik yang dipadu dengan serpihan kain lurik, misalnya, ditawarkan seharga Rp 200 ribu. Sebagai produk craftmanship yang kental dengan sentuhan seni dan kreatifitas tinggi, soal harga memang relatif. Tentu, produk-produk desain Indri tak pernah sepi peminat.
Mantan dosen di sebuah perguruan tinggi di Solo itu, ingin menjadikan Senthir Ethnic Fashion sebagai brand dengan added value tinggi yang memuaskan konsumen. Visinya, tenun lurik kreasinya harus mampu go international.
Karenanya, untuk mempopulerkan produknya, Indri menggandeng sejumlah mitra dari kalangan public figure dan terlibat dalam ajang pegelaran mode dan fashion show. Ragam pemilihan puteri daerah, termasuk menggandeng Putri Indonesia, adalah beberapa diantaranya.
Diakui Indrias, tak gampang memasarkan produk tenun lurik ke khalayak luas. Lurik cenderung segmented. Selain perlu terus berinovasi, edukasi pasar dilakukan sekreatif mungkin. Berbagai fashion show menjadi wahana mengenalkan koleksi-koleksinya yang terus berkembang siring waktu. Termasuk menyambangi sejumlah ajang peragaan busana di mancanegara untuk memperluas wawasan dan relasi.
“Tenun lurik khas Jawa Tengah itu sangat indah. Kombinasi warna dan tekstur, dan tentu, filosofinya yang tinggi. Tidak kalah dengan tenun dari daerah lain atau negara lain”.
Selain mengedukasi dengan karya, Indri tak henti memberikan pemahaman pada khalayak ihwal karakter dan keunggulan kain tenun lurik. Kacamata awam mengidentifikasi lurik sebagai kain bertekstur kaku, motif monoton, dan mudah luntur. Persepsi macam itu menjadi tantangan tersendiri bagi Indrias.
Indrias terus berikhtiar mengubah perspektif sebagian masyarakat yang dinilai belum tepat dalam menilai tenun lurik. “Saya lakukan melalui desain-desain tenun lurik maupun kolaborasi kegiatan budaya yang mengetengahkan kain tenun lurik sebagai warisan unggulan negeri ini,” pungkasnya.
PRIONO/Foto : Prio, Indrias
Komentar