Konsep Tiga Sehat Agar Koperasi Tetap Eksis
Oleh
Drs H Gunarto, SH, M.Hum
Globalisasi, pandemi dan policy atau kebijakan pemerintah menjadi challenge (tantangan) koperasi di tanah air. Tak sedikit koperasi yang mengalami kesulitan ketika dihadapkan ketiga hal ini.
Dengan adanya globalisasi, koperasi dipaksa mengikuti aturan global seperti kompetisi yang jelas-jelas tidak imbang antara skala usaha koperasi dengan perusahaan berskala besar, bahkan global.
Globalisasi masih menjadi PR, kini tantangan bertambah lagi dengan adanya pandemi. Bagi koperasi pegawai seperti KPRI atau koperasi karyawan yang anggotanya mempunyai gaji tetap, seharusnya pandemi tidak banyak berpengaruh.
Realita di lapangan, pandemi ternyata juga memukul bisnis sampingan anggota koperasi pegawai atau koperasi karyawan.
Ketika usaha sampingan anggota sepi, otomatis anggota tidak meminjam untuk usahanya. Konsekuensinya, volume pinjaman koperasi juga bisa tergerus.
Kebijakan pemerintah juga menjadi faktor penting bagi sustainable bisnis koperasi. Misalnya aturan pemerintah daerah terkait gaji PNS melalui bank daerah. Tentu saja itu menjadi tantangan koperasi.
Dengan aturan ini, koperasi pegawai tidak bisa langsung potong gaji anggota yang meminjam.
Mekanisme penyaluran gaji PNS melalui bank daerah ini menyulitkan koperasi pegawai melakukan tracing terkait kemampuan anggota membayar angsuran jika punya pinjaman di koperasi dan tempat lain.
Solusi penyaluran gaji PNS melalui bank daerah bisa diatasi dengan kerjasama antara koperasi dengan bank daerah. Melalui kolaborasi tersebut akan ditemukan kesepakatan yang menguntungkan baik bagi koperasi maupun bank.
Tiga Sehat Koperasi
Koperasi bisa melakukan adjustment terkait tantangan-tantangan yang dihadapi tentu saja jika koperasinya juga sehat.
Kita mengenal tiga sehat koperasi agar koperasi terus berkembang dan maju sesuai tuntutan zaman.
Pertama, sehat mental. Sehat mental di sini menyangkut mental fighting spirit. Spirit ini berlaku untuk semua.
Sehingga dalam keadaan apapun, bahkan kondisi sangat sulit, pengurus, pengawas, manajemen, dan anggota bisa tetap semangat, bertahan, dan mencari solusi atas masalah koperasi.
Sehat mental juga dikaitkan dengan kejujuran, fairness, dan tanggung jawab. Tanpa adanya jujur, adil, dan bertanggungjawab pada diri pengurus, anggota, dan manajemen, pengembangan koperasi menjadi sebuah keniscayaan.
Jika kita mengacu kepada referensi dalam Islam, maka dalam diri pengurus harus melekat jiwa keteladanan siddiq, tabligh, amanah, dan fathonah.
Kedua, sehat organisasi. Salah satu indikator organisasi koperasi sehat yaitu melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT) setiap tahun.
Sehat organisasi juga terkait dengan transparansi dalam pengelolaan koperasi. Tanpa adanya keterbukaan, trust anggota ke koperasi sulit didapatkan.
Jika anggota tidak percaya ke koperasinya, maka usaha koperasi akan sulit berkembang. Karena anggota selain menjadi konsumen, juga sebagai pemodal.
Ketiga, sehat usaha. Konteks sehat usaha koperasi yakni koperasi dalam menjalankan bisnis harus mengaplikasikan prinsip-prinsip usaha.
Usaha koperasi yang sehat yakni terkait dengan kebutuhan anggota. Selain itu jenis usaha koperasi tidak harus banyak.
Hal lain yang perlu diperhatikan agar usaha koperasi sehat yakni pelayanan ke anggota harus optimal.
Dengan konsep tiga sehat ini, diharapkan koperasi tetap eksis di berbagai era yang penuh tantangan. Semoga.
Penulis adalah Ketua I IKPRI
Komentar