IKPRI Soal Pinjol : "Perlu Ketegasan Pemerintah dan Kembalikan Marwah Koperasi"
Pinjaman Online (Pinjol), terlebih yang ilegal, marak beberapa tahun terakhir, menjadikan kantong peminjam jebol. Bahkan, modus-modus penagihan yang luar biasa kasar, menjadikan sejumlah peminjam sampai mengakhiri hidup.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan, jumlah pinjol yang terdaftar di lembaga tersebut per 10 Desember 2018 baru berjumlah 78 perusahaan. Jumlahnya naik menjadi 107 perusahaan hingga Agustus 2021.
Penyaluran pinjaman, per Oktober 2018 mencapai Rp 16 triliun, menjangkau 2,8 juta nasabah dengan total pinjaman yang disalurkan melalui mencapai Rp 3,9 triliun. Pada Agustus 2021, nilai total penyaluran telah melejit di atas Rp.100Triliun.
Besarnya nominal dana yang tersalur, memang menunjukkan realitas akan besarnya permintaan dana oleh masyarakat. Entah untuk apapun peruntukannya.
Lantas, mengapa yang mengemuka ke ranah publik justru indikasi maraknya "Preman Pinjol"?. Pinjol ilegal yang beroperasi lebih buruk dari lintah darat dan bahkan sampai menimbulkan korban jiwa?
Ketegasan Otoritas dan Marwah Koperasi
Sekretaris IKPRI Fahruddin Zaid mengemukakan, harus ada ketegasan dari pihak pemerintah melalui lembaga otoritatif. "Pemerintah melalui OJK harus tegas. Pinjol yang tidak memiliki legalitas dari OJK dilarang operasi," papar Fahruddin.
Realitanya, Pinjol yang ada saat ini hampir 80% tak berizin. Lantas bagaimana dengan yang sudah memiliki legalitas? "Jika pun sudah ada izin, sebaiknya prosentase jasanya tidak mencekik. Serta tidak ada model penagihan dengan intimidasi maupun teror dari debt kolektor," Imbuhnya.
Di samping problem legalitas, besaran bunga yang tinggi, serta model penagihan yang tak manusiawi, ada dimensi lain terkait Pinjol yang juga perlu diulas secara komprehensif.
Soal ketegasan pemerintah, hal senada dikemukakan wakil ketua GKPRI Kalimantan Timur Kusmayadi. "Pemerintah harus tegas, baik terhadap pinjol legal dan terlebih yang ilegal. Jika pinjol legal juga mengoperasikan pinjol ilegal seperti yg terjadi belakangan ini, maka cabut ijin pinjol legalnya," papar Kusmayadi.
Lebih lanjut, Kusmayadi juga menekankan perlunya stimulus perkuatan koperasi oleh pemerintah. "Pemerintah bisa memberikan bantuan modal pada koperasi primer yang memenuhi syarat untuk disalurkan kepada anggota yg memerlukannya, sehingga pinjol mendapatkan kompetitor. Selanjutnya, dorong masyarakat untuk menjadi bagian dari koperasi," tegas Kusmayadi.
"Masalah Pinjol ini, salah satu yang saya cemaskan dari dulu adalah kultur manusia yang cenderung berfikir instan. Inilah akibatnya. Sudah tepat pemerintah mengantisipasi meskipun agak terlambat,"papar Hadi Suryadi, Pengawas IKPRI.
Seperti diketahui, Bank Indonesia sejak 2016 silam merilis data ihwal masih tingginya jumlah kelompok masyarakat un-banked, terutama wilayah yang remote area, kantong wilayah urban masyarakat marginal di perkotaan. BI mengemukakan, masih terjadi gap total penyediaan dana oleh industri dan layanan keuangan mikro terhadap PDB tercatat lebih dari empat puluh persen.Sehingga peningkatan akses berkat layanan keuangan mikro berbasis teknologi modern ini seharusnuya merupakan berkah. Diharapkan dapat mengangkat kelompok masyarakat remote area & bottom of the pyramid, dari jurang ketimpangan dan memutus siklus kemiskinan.
Sedangkan tantangan bagi industri dan layanan keuangan mikro, yang telah mengadopsi teknologi modern, adalah risiko (cyber-risk) serta kembali terjebak pada praktik bisnis eksklusivitas industri dan formalitas layanan keuangan mikro (=hanya lips service) yang menjerumuskan pada neraka himpitan utang baru, hingga risiko kehilangan aset serta sanksi sosial. Bahkan kehilangan nyawa.
Entitas gerakan koperasi pegawai RI mendorong agar pemerintah dan publik agar menguatkan marwah koperasi sebagai solusi. Sebab, koperasi dimiliki dan dikendalikan oleh anggota-anggotanya, yang jika dijalankan dengan profesional dan sesuai prinsipnya, mampu mencegah suburnya "rentenir digital" alias pinjol ilegal yang sudah banyak memakan korban itu.
"Salah satu solusinya merujuk pada apa yang pernah Bung Hatta katakan, bahwa kebersamaan melalui koperasi tidak dapat dikalahkan oleh ekonomi mana pun. Sekarang tantangannya adalah bagaimana masyarakat bisa bergabung dengan koperasi. Koperasi itu dari kita oleh dan untuk kita," pungkas Hadi Suryadi (*)
PRIONO
Komentar