Mewujudkan Ekonomi Koperasi


Oleh: Eva K Sundari (Institut Sarinah dan Pengawas ICA Asia Pacific 2017-2019)


Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama!  Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat  semua buat kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong! (Sukarno, 1 Juni 1945)

Kesenjangan ekonomi Indonesia yang menempati ranking keempat terburuk di dunia (Oxfam 2020) menandakan bahwa mimpi Sukarno akan perekonomian yang inklusif (gotong royong) belum terwujud. Koperasi yang diamanatkan sebagai tulang punggung perekonomian semakin terpinggirkan kecuali ada Hukum Omnibus Koperasi untuk menormalkan keadaan. 

Diskriminasi dan marginalisasi terhadap koperasi dimulai ketika koperasi tidak diberi ruang di dalam UU Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1965. Investasi asing hanya dibuka untuk badan usaha perseroan. 

"Pembunuhan" terhadap koperasi berlanjut di masa reformasi ketika Penjelasan UUD 1945 yang memuat koperasi dihilangkan saat amandemen tahun 2002. Maka, negara semakin total mengarahkan sumberdaya  untuk menjadikan perseroan atau BUMN sebagai tulang punggung perekonomian. 

Pilih kasih negara disempurnakan dengan memberikan perlindungan dan suntikan APBN saat perseroan dan BUMN merugi termasuk dengan mengambil alih hutang keduanya saat krisis ekonomi yang sistemik. Sikap demikian tidak diterima koperasi,  sehingga jika suatu koperasi menghadapi krisis akan berujung pada kematian. 

Marginalisasi terhadap koperasi terjadi secara TSM (terstruktur, sistematis, terencana) melalui politik legislasi kita. UU Perbankan, Asuransi, UU Kesehatan, UU Pendidikan, UU Penanaman Modal, UU Pertanian, UU Energi, UU Pertambangan dan lain-lain tidak memberi ruang bagi koperasi untuk berperan di sektor tersebut. 

Maka, perlahan dan pasti koperasi semakin lemah dan kerdil dalam demokrasi politik Indonesia yang asimetris dengan demokrasi ekonomi. John Situmorang menghitung kontribusi koperasi hanya sebesar 0,00038% terhadap GDP sementara Kementrian Koperasi dan UMKM mempunyai angka lain yaitu 5,2% di tahun yang sama yaitu 2020. 

Demokrasi Ekonomi sebagai modal suburnya pertumbuhan koperasi justru ada di semua negara G20 lainnya (dan New Zealand). Tiga ratus  koperasi terbesar di dunia ada di 19 negara G20  yang justru memberikan afirmasi seluas-luasnya kepada koperasi. 

Menurut PBB (https://www.un.org/esa/socdev/documents/2014/coopsegm/grace.pdf), di negara-negara yang kontribusi koperasi ke GDP-nya lebih dari 10% bisa disebut sebagai perekonomian koperasi (cooperative economy). 

Empat perekonomian koperasi terbesar di dunia adalah New Zealand (20%), Perancis (18%), Belanda (18%) dan Finlandia (14%). Badan usaha koperasi terbukti kuat dan sehat dimana 300 koperasi terbesar dunia tersebut secara kolektif berpendapatan USD 2.01 Trillion per tahun. 

Istimewa, di negara-negara yang koperasinya tumbuh subur terbukti pula sebagai negara yang nyaman untuk tempat tinggal yaitu Denmark, Switzerland dan German. Solidaritas sosial yang tinggi mendorong pembangunan semakin inklusif sehingga kesetaraan semakin terwujud. 

Kontribusi koperasi terpenting adalah di penyediaan lapangan kerja. Di Perancis, 21 ribu koperasi menyediakan 4 juta pekerjaan. Di Kanada, koperasi dan CU (credit union) memberikan pekerjaan ke 156 ribu orang. Di Italia, 70.400 koperasi mempekerjakan hampir 1 juta orang. 

Lebih dari 1.2 milyar orang, satu dari setiap 6 penduduk planet adalah anggota dari 3 juta koperasi di dunia. Semakin kuat demokrasi ekonomi di negara tersebut, semakin banyak penduduk menjadi anggota koperasi. Di New Zealand yang penduduknya 5 juta, 75% warganya tercatat menjadi anggota koperasi. 

Jatidiri Koperasi 

Politisasi koperasi juga menyumbang permasalahan koperasi kita yaitu koperasi diperalat untuk pemenangan pemilu (melaui praktek politik uang). Pendirian ratusan KUD secara top down si masa Orde Baru adalah untuk memenangkan Partai Golkar. Hal sama diulang saat pemilihan langsung gubernur yaitu melalui pendirian koperasi wanita secara mendadak dan serentak di seluruh desa di Jatim. 

Bukan saja penguasa politik, KADIN pun melakukan peminggiran koperasi. Susunan pengurus KADIN terbaru menghilangkan departemen koperasi dari struktur organisasi KADIN meskipun UMKM masih tetap ada. 

Tahun lalu saat ICA (international Cooperative Alliances) Indonesia mendaftar ke Pokja B20 (business) dalam perhelatan G20 Indonesia, KADIN menolak dengan alasan koperasi tidak relevan di Pokja B20. 

Pengurus KADIN tampaknya tidak paham bahwa perusahan-perusahaan raksasa dunia seperti Mondragon di Spanyol yang berlaba bersih € 227 juta adalah sebuah koperasi yang beranggotakan 81.509 orang (2019). Perusahaan susu Fontera di New Zealand yang menguasai 30% ekspor dunia adalah koperasi milik 10.500 petani. Bahkan di AS, federasi koperasi NRECA yang beranggotakan  900 koperasi, menjadi penyedia energi terbarukan di seluruh pedesaan AS (2020). 

Citra koperasi di Indonesia juga hancur ketika nama koperasi digunakan sebagai kedok untuk penipuan dan korupsi secara brutal. Mulai dari koperasi di sekolah-sekolah  hingga Koperasi Indosurya yang assetnya mencapai 106 T. Para anggota  mulai pelajar hingga kaum kaya yang terpelajar sama-sama menjadi korban.

Lemahnya pengawasan dari Kemenkop menyebabkan nama koperasi leluasa dijadikan alat tipu dan sarang korupsi oleh oknum-oknum penjahat. Yang menyedihkan, sebagian besar pelanggaran dilakukan oleh koperasi simpan pinjam (KSP) non CU (credit union). 

Koperasi harusnya berdiri dan beroperasi berdasar nilai-nilai swadaya, tanggung jawab sendiri, demokrasi, kesetaraan, pemerataan, dan solidaritas. Pengurus dan anggota koperasi wajib mempraktekkan nilai-nilai dan etika kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap sesama. 

Keunikan koperasi yang lainnya adalah terkait kepemilikan (ownership) yang ada di tangan anggota. Kedaulatan sepenuhnya di tangan anggota, persis konsep dan praktek dalam demokrasi yaitu dari, oleh dan untuk anggota. 

Pengawasan terhadap suatu koperasi juga harusnya menggunakan nilai-nilai dasar atau jati diri koperasi di atas. Pengawasan dalam bentuk check list harusnya digunakan untuk pemberian ijin pendirian koperasi maupun pengawasan operasional suatu koperasi. 

Hanya koperasi yang berjati diri sesuai identitas koperasi yang boleh berdiri dan beroperasi di sistem perekonomian kita. Koperasi yang tidak sesuai jati diri harus dibubarkan atau berganti nama karena sering sebagai kedok penipuan. 

Keunggulan koperasi adalah badan usaha yang berorientasi pada kesejahteraan anggota (bukan pemilik seperti di perseroan). Karena "pro-people" maka koperasi juga pro-planet, pro-poor, pro-minoritas alias inklusif sebagaimana prinsip dari SDGs. Sehingga 17 target SDGs secara alamiah juga menjadi tujuan dari koperasi. 

Majelis Umum PBB dalam resolusinya No. 72/143 tahun 2017 dan sebelumnya, ILO (2014) mengakui bahwa strategi bisnis koperasi menyasar aspek-aspek dari pembangunan berkelanjutan. Selama pandemi Covid, koperasi tidak melakukan pemecatan tetapi justru menyediakan lebih dari 100 juta pekerjaan di seluruh dunia, 20% lebih banyak dari perusahaan multinasional. 

Karena peran istimewa koperasi selama krisis pandemi yang responsif, proaktif dan tahan banting maka Konggres ICA 2021 Afrika Selatan memilih tema Deepening our Cooperative Identity (Pendalaman Identitas/Jati Diri Koperasi). Keteguhan berpegang pada identitas/ jati diri juga akan bisa untuk memenangkan krisis-krisis yang akan datang seperti  eksklusifisme, perubahan iklim, keberlanjutan pembangunan, perdamaian dan kesetaraan.  

UU Omnibus Koperasi

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) telah menetapkan Pedoman Kebijakan no. 193, yang mengakui kontribusi global dari koperasi sekaligus mempromosilan koperasi untuk pembangunan ekonomi dan sosial. 

Praktek baik dari negara-negara yang sudah termasuk Cooperative Economy maka Indonesia harus ada UU omnibus alias sapu jagat koperasi yang mengamanatkan pengarusutamaan koperasi dalam pembangunan. 

UU Omnibus Koperasi ditujukan untuk meniadakan semua halangan legislasi bagi koperasi sehingga bisa berperan di semua sektor-sektor ekonomi terutama yang  menguasai hajat hidup orang banyak. Selain sektor pertanian dan hortikultura, maka rumah sakit, sekolah, penyediaan energy dan transportasi publik berpeluang menjadi bisnis koperasi. 

Di negara-negara G20 (kecuali Indonesia)  koperasi bisa maju di sistem perekonomian campuran. Di Perancis dan Belanda misalnya, free market berjalan tetapi cooperative businesses juga tidak dimatikan. 

Di Jepang, koperasi pertanian mampu menghasilkan output sebesar US $90 milyar dan 91% petani bergabung di koperasi. 

Di Norway, koperasi perhutanan menguasai 76% produksi karet. Di Amerika, ada 30% hasil produksi pertanian dipasarkan melalui 3.400 koperasi milik petani. Di Perancis, 21 ribu koperasi menyediakan 4 juta pekerjaan, 9 dari 10 petani tercatat

sebagai anggota koperasi. Koperasi perbankan di Perancis juga mengontrol 60% total deposit dan 25% perdagangan eceran. Di Singapura, koperasi konsumen mengontrol 55% supermarket yang omzetnya mencapai $700 juta per tahun (Tulus, 2022). 

Di Indonesia, meskipun tercatat ada 153.171 koperasi dengan anggota sebesar 26.535.640 orang tetapi turnover koperasi-koperasi kita  kecil karena sebagian besar bekerja di sektor simpan pinjam. Keanggotaan petani kita di koperasi juga masih rendah dibandingkan Jepang, Perancis, Denmark atau New Zealand yang hampir seluruh petaninya berkoperasi untuk menjalankan bisnis mereka. 

Lalu hal-hal apa yang harus dimasukkan ke dalam UU Omnibus Koperasi? Sebagaimana di New Zealand, UU harus berisi amanat tentang 3 hal agar Perekonomian Koperasi bisa diwujudkan. (https://nz.coop/wp-content/uploads/2022/11/FINAL-NEW-ZEALAND-CO-OPERATIVE-ECONOMY-2021.pdf). 

Pertama, terkait karakteristik yang terdiri dari Prinsip-prinsip, Nilai-nilai, dan Etik yang semuanya bersumber dari Jati Diri Koperasi. Kedua, Pembeda Koperasi yang terdiri dari 3 isu yaitu Kepemilikan, Kontrol dan Penerima Manfaat adalah bagi kesejahteraan anggota.  Ketiga, terkait 3 kunci sukses koperasi yaitu Pro People, Pro Profit dan Pro Planet. 

Amanat selanjutnya dari UU tersebut berisi dorongan akan adanya gerakan sosial untuk pembumian koperasi. Multi pihak dari komunitas dunia pendidikan, investor, aktivis, media, ormas didorong melakukan investasi bagi bangkitnya semangat masyarakat untuk berkoperasi. Agar kuat dan berkelanjutan maka strateginya harus bottom up dan negara bertindak sebagai fasilitator gerakan. 

Amanat ketiga dari UU Omnibus adalah membuka semua penghalang bagi koperasi untuk menjadi pelaku di semua sektor. Koperasi juga harus mendapatkan perlindungan negara saat menghadapi krisis sebagaimana yang diberikan negara ke BUMN dan perseroan. 

Hal pokok keempat adalah terkait pengawasan terhadap koperasi. Jati diri atau identitas koperasi harus dijadikan dasar pembuatan kerangka pengawasan. Sangsi harus berat bagi pelaku korupsi dan penipuan yang menggunakan nama koperasi. Bukan saja anggota koperasi yang dirugikan, tetapi juga merusak harapan dan gagasan akan keadilan sosial. 

Membangkitkan koperasi di Indonesia bukan sekedar proyek restorasi untuk mewujudkan keadilan sosial bagi Indonesia tetapi juga bagi masa depan dunia. Keberadaan Hukum Omnibus Koperasi akan menjadi jalan untuk menjawab tantangan pembangunan ekonomi dan sosial di masa depan (*)

Kategori
WACANA

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar