Cukup Enam Hal Ini Bisa Bikin Koperasi Bangkrut.

Hanya dengan enam hal, koperasi bisa terancam collapse. Apa saja?

Koperasi sebagai pelaku bisnis bisa terpuruk bahkan terancam bangkrut disebabkan oleh banyak faktor. Mulai dari faktor eksternal yang sulit diprediksi dan dihindari seperti kondisi ekonomi makro nasional dan global, bencana, dan wabah seperti pandemi covid.

Banyak juga koperasi yang terancam collapse karena faktor internal yang disebabkan ekosistem di koperasi yang buruk terkait tata kelola organisasi dan bisnis, dan human resources alias SDM.

Human resources alias SDM koperasi sejatinya intangible asset yang bisa membawa koperasi kepada kesuksesan. 

Tapi, jika orang-orang yang ada di koperasi, terutama top level management alias karyawan di posisi puncak meliputi direktur, manager, kepala divisi, kepala bagian kemudian pengurus, dan pengawas mempunyai enam hal ini, kemungkinan besar koperasi akan jatuh bangkrut.

1. Flexing Culture alias Budaya Pamer.

Budaya flexing belakangan kerap terlihat memenuhi lini media sosial yang dilakukan oleh artis dan influencer. 

Sayangnya, flexing culture alias kebiasaan pamer ini juga dilakukan oleh SDM yang ada di koperasi dan mempunya posisi strategis. 

Apa bahaya dari budaya pamer alias flexing? Kebiasaan pamer akan membuat orang terstimuli menggunakan jalan gelap alias mencuri uang koperasi demi membeli mobil mewah agar terlihat keren, cool, kaya, dan berwibawa!

Kalaupun tidak mencuri, para penghamba flexing bisa mengeluarkan kebijakan pembelian mobil mewah saat keuangan koperasi tidak mendukung. Atau saat koperasi masih memerlukan dana untuk memenuhi kebutuhan anggota atau menambah modal bisnis.

Jika SDM di koperasi seperti pengurus, karyawan top level dan yang berhubungan dengan divisi keuangan, serta pengawas sudah terkena flexing culture alias budaya pamer, maka siap-siap jika finansial koperasi akan mengalami problem karena digunakan untuk keperluan pribadi yang tidak ada korelasinya dengan kepentingan bisnis dan organisasi koperasi.

2. Serakah alias Tamak

Orang serakah, rakus alias tamak menjadi virus yang menggerogoti finansial koperasi. Mereka akan mempunyai mindset "Apa yang bisa kuambil dari koperasi"

Jika ada gerombolan orang serakah di koperasi dan mereka menduduki posisi penting, bisa dipastikan koperasi dalam keadaan bahaya. Sebanyak apapun aset, likuiditas koperasi bisa habis jika koperasi dikelola oleh orang-orang serakah.

3. Egois

Orang-orang egois yang bersikap mementingkan diri sendiri, memperkaya diri sendiri, tidak akan berpikir keberlangsungan koperasi di masa depan. 

Mereka tidak berpikir eksistensi koperasi. Yang menjadi fokusnya adalah apa yang bisa saya ambil dari koperasi. 

Agar aksi mereka tidak terlihat sebagai penjarahan, maka dibuatlah program dengan positive vibes seperti membuka unit usaha baru demi mendapatkan rente dari mark up pembelian lisensi, atau menjual unit bisnis koperasi dengan nilai aset fantastis dengan dalih regulasi otoritas terkait. 

Padahal motif sebenarnya adalah menjarah uang koperasi demi memperkaya diri. Hal ini mudah dilakukan jika ada beberapa orang yang punya posisi penting di koperasi mempunyai niat jahat yang sama.

4. Hedon.

Apa jadinya jika SDM koperasi berpaham hedonisme, bergaya hidup hedon alias suka bersenang-senang tanpa peduli dengan keadaan? Hasilnya adalah maraknya praktek penggelapan uang alias pencurian uang menjadi new habit bahkan menjadi endemi bagi koperasi.

5. Tidak amanah

Koperasi sejatinya mempunyai nilai-nilai mulia sebagai entitas bisnis. Sayangnya, nilai-nilai mulia tersebut seperti kejujuran kadang tidak menginternal pada diri SDM koperasi. Outputnya, mereka tidak amanah dalam mengelola bisnis dan organisasi koperasi. 

6. Inkompetensi

Ketidakcakapan alias inkompetensi juga menjadi pendorong koperasi masuk jurang kebangkrutan. Sayangnya, kadang orang-orang dengan kategori inkompeten ini kerap meng-glorify dirinya dengan modal kemampuan berbicara alias omdo (omong doang) tiap ada event-event penting di koperasi.

Orang-orang inkompeten baik di level pengurus, pengawas, dan top level management alias karyawan juga kerap menggunakan jalur politisasi di koperasi untuk melanggengkan posisinya. 

Koperasi yang sejatinya lembaga bisnis, mendadak berubah menjadi ormas berisi orang-orang oportunis yang pintar memanipulasi demi keuntungan pribadi. Jahat ya guys ya! Astaghfirullah.

(Susan/foto : istimewa).

Kategori
Tips

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar