Ogah Rugi? Kenali Modus Korupsi di Koperasi

Idealnya tidak ada korupsi di koperasi. Pasalnya, secara konsep, partisipasi anggota dalam bisnis dan monitoring di koperasi harusnya tinggi. Tentu, hal ini akan mencegah tindakan moral hazard berupa penyimpangan uang koperasi untuk memperkaya diri.

Sayangnya, tidak semua koperasi bisa berjalan on the track alias berbelok arah karena ulah oknum. Hasilnya, kondisi ideal koperasi dengan model pengelolaan secara transparan hanya menjadi sebuah impian.

Jujur adalah Mutlak

Jika kita kembali kepada pemodelan koperasi ala Bung Hatta, korupsi di koperasi tidak akan pernah terjadi. Bahkan, menjadi kejadian langka.

Sesuai dengan desain koperasi ala Bung Hatta, human resources alias sumber daya manusia di koperasi, baik manajemen, pengurus, pengawas, bahkan anggota, semuanya menjunjung tinggi kejujuran dan keterbukaan.

Prinsip kejujuran ini selaras dengan prinsip keluargaan, kebersamaan, dan gotong royong. Nilai-nilai mulia ini menjadi added value alias nilai tambah bagi koperasi dibanding korporasi.

Sayangnya, fakta di lapangan kadang berkata berbeda. Kita kerap mendengar korupsi di koperasi dari nilai receh hingga fantastis menyentuh angka miliaran, bahkan triliunan.

Untuk mencegah praktik korupsi di koperasi, ada baiknya kita mengenali modus korupsi di koperasi.

1. Mark up pembelian barang.

Pembelian barang baik skala kecil maupun besar bisa menjadi media bagi oknum koperasi melakukan korupsi. 

Misalnya barang yang harganya hanya Rp 1 juta, dalam pencatatan pembukuan koperasi ditulis Rp 5 juta. Selisih dari Rp 1 juta menjadi Rp 5 juta merupakan tindakan korupsi alias  mencuri.

Selisih harga tersebut, kadang masuk ke kantong pribadi satu orang. Tapi, ada juga yang masuk ke kantong beberapa orang yang punya power di koperasi.

2. Mark up pendirian unit usaha baru.

Unit usaha baru seharusnya menjadi harapan, sekaligus indikator kemajuan bisnis koperasi. Siapa nyana, pembukaan unit usaha koperasi menjadi modus korupsi alias ajang bancaan oknum di koperasi. Motif pembukaan bisnis baru bukan untuk kesejahteraan anggota. Tetapi menjadi sarana untuk menjarah uang koperasi dengan embel-embel ekspansi bisnis.

Skenarionya seperti apa? Misalnya koperasi membeli lisensi agen SPBU. Harga riilnya, misalnya Rp 5 miliar. Oleh oknum koperasi yang serakah, nilai pembelian tersebut di mark up menjadi Rp 7 miliar bahkan bisa Rp 10 miliar.

3. Pinjaman ke Bank.

Nyatanya, modus licin oknum koperasi untuk memperkaya diri dan keluarganya bisa melalui pinjaman koperasi ke bank. Lho kok bisa? 

Oknum nakal tersebut akan memainkan fee alias komisi dari bank terkait pencairan kredit. Intinya, oknum serakah itu mendapat keuntungan pribadi dari pinjaman bank.

Idealnya, jika koperasi kekurangan modal, bisa didiskusikan ke anggota. Koperasi bisa menawarkan anggota ikut berpartisipasi dalam bentuk simpanan. Tentu dengan iming-iming bagi hasil menarik.

Namun, jika di koperasi ada oknum serakah, ketika koperasi kekurangan modal pinjaman, akan lebih memilih pinjam ke bank. Ketimbang menawarkan simpanan dengan jasa menarik. Pasalnya, dari aktivitas tsb oknum ybs tidak memperoleh fee alias keuntungan pribadi.

4. Mark up pengeluaran rutin

Pengeluaran di koperasi juga bisa menjadi medium untuk memperkaya diri. Misalnya membuat biaya perjalanan palsu, tagihan palsu.

5. Tunjangan tak masuk akal

Medium korupsi di koperasi yang lain yakni membuat tunjangan tidak masuk akal untuk segelintir orang. Tunjangan masuk akal yakni tunjangan yang tidak ada korelasi dengan aktivitas posisi ybs di koperasi. Bisa juga nominal tunjangan terlalu besar untuk orang-orang tertentu, dan tidak compatible dengan job desk serta skala bisnis koperasinya.

(Susan/ilustrasi : Pinterest)

Kategori
Tips

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar