Lokakarya SDM Koperasi di Maumere: Menyemai Benih Indonesia Emas 2045


Hari Jumat, 9 Mei 2025, suasana di Aula Credit Union Pintu Air (CUPA) Maumere terasa berbeda. Ratusan pegiat koperasi, akademisi, dan pemuda berkumpul, bukan sekadar untuk berbagi cerita, melainkan untuk menyusun strategi besar: bagaimana membangun sumber daya manusia (SDM) koperasi yang siap membawa Indonesia menuju cita-cita Indonesia Emas 2045. Hadir sebagai narasumber utama, Prof. Dr. Ahmad Subagyo, Wakil Rektor III Ikopin University, memaparkan materi bertajuk “Dinamika SDM Koperasi Indonesia 2025-2045” yang kaya data, inspirasi, dan visi strategis.

Membangun SDM Koperasi: Ibarat Menanam Pohon Masa Depan

Bayangkan Indonesia sebagai taman luas yang akan berbunga indah di tahun 2045, saat usia kemerdekaan mencapai satu abad. Agar taman ini rimbun dan produktif, benih yang ditanam hari ini harus unggul, tanahnya subur, dan perawatannya cermat. Dalam analogi ini, SDM koperasi adalah benih, pendidikan adalah pupuk, dan ekosistem koperasi adalah tanah subur yang menumbuhkan harapan.

Prof. Subagyo menekankan, “Pendidikan adalah salah satu variabel kunci dalam pengembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan koperasi memiliki peran strategis sebagai wahana pendidikan ekonomi kerakyatan yang selaras dengan prinsip credit union.” Seperti pohon yang tak bisa tumbuh tanpa air dan cahaya, SDM koperasi tak akan berkembang tanpa pendidikan yang relevan dan berkelanjutan.

IPM dan Pendidikan: Jalan Menuju Kesejahteraan

IPM Indonesia tahun 2024 telah mencapai 75,02 (kategori tinggi), naik 0,85% dari tahun sebelumnya. Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara maju, kita masih harus berlari lebih kencang. DKI Jakarta dan DI Yogyakarta adalah dua provinsi dengan IPM “sangat tinggi” (masing-masing 84,15 dan 81,62), sedangkan provinsi lain masih berjuang mengejar ketertinggalan. Nusa Tenggara Timur, tempat Maumere berada, mencatat IPM 69,14 (kategori sedang), menandakan masih banyak “pohon” yang perlu dipupuk lebih baik.

Pendidikan menjadi penentu utama dalam peningkatan IPM, di samping kesehatan dan standar hidup layak. Data menunjukkan, lebih dari separuh angkatan kerja Indonesia hanya lulusan SMP ke bawah, meski anggaran pendidikan terus meningkat. Ini seperti taman yang luas, namun sebagian besar benih belum tumbuh optimal karena kekurangan nutrisi.

Koperasi dan Credit Union: Laboratorium Pendidikan Nyata

Credit Union (CU) bukan sekadar lembaga keuangan, melainkan laboratorium pendidikan ekonomi bagi anggotanya. Prinsip “education” dalam credit union menekankan pentingnya literasi keuangan, manajemen, dan pengambilan keputusan kolektif. Di CU Pintu Air, misalnya, setiap anggota didorong untuk belajar, berbagi pengalaman, dan mengembangkan diri.

Penelitian global membuktikan, di negara-negara dengan koperasi aktif, IPM cenderung lebih tinggi. Di Uni Eropa, 10% populasi menjadi anggota koperasi, dan IPM rata-rata mencapai 89,7 (sangat tinggi). Sebaliknya, di Afrika Sub-Sahara, hanya 0,2% populasi terlibat koperasi, dan IPM stagnan di angka 54,2 (rendah). Di Brasil, kehadiran koperasi meningkatkan akses pendidikan hingga 42% dan kesehatan 35%, berdampak pada kenaikan IPM wilayah sebesar 12 poin dalam dua dekade.

Survei SDM Koperasi: Potret dan Tantangan

Survei nasional yang dilakukan ADEKMI dan Ikopin University pada April-Mei 2024 terhadap 274 koperasi di seluruh Indonesia mengungkap fakta menarik:

Mayoritas pengurus koperasi (79,56%) masih merangkap sebagai anggota, bukan tenaga profesional.

Tingkat pendidikan pengurus cukup baik: 52,55% lulusan S1, 19,34% S2, namun hanya 15% yang memiliki literasi digital memadai.

Kebutuhan terbesar adalah pendidikan keuangan dan akuntansi (47,81%), manajemen koperasi (39,78%), serta pelatihan teknologi informasi (39,78%).

Studi lanjut di bidang bisnis, ekonomi, dan teknologi menjadi pilihan utama, mencerminkan kebutuhan koperasi modern yang berbasis data dan digital.

Tantangan utama yang dihadapi koperasi hari ini ibarat “hama dan penyakit” pada tanaman: rendahnya literasi digital, kesenjangan kompetensi manajerial, minimnya profesionalisme, serta kurangnya dukungan untuk studi lanjut. Tanpa penanganan serius, pohon koperasi sulit tumbuh tinggi dan berbuah lebat.

Menyongsong 2045: Keahlian Masa Depan dan Sektor Prioritas

Indonesia Emas 2045 bukan sekadar slogan, melainkan target nyata yang memerlukan SDM koperasi dengan keahlian masa depan:

2025-2030: Fokus pada agribisnis, fintech koperasi, dan ekonomi hijau. Diperlukan keahlian manajemen keuangan digital, pemasaran e-commerce, dan analisis data.

2045: Koperasi harus siap masuk ke sektor kesehatan digital, smart city, dan pendidikan daring. Keahlian yang dibutuhkan meliputi kecerdasan buatan (AI), blockchain, dan manajemen risiko perubahan iklim.

Pendidikan formal (D3/S1 Manajemen Koperasi Digital, sertifikasi fintech, pelatihan agribisnis) dan pelatihan berbasis teknologi menjadi “pupuk unggul” yang wajib diberikan secara berkelanjutan.

Koperasi sebagai “Multiplier Effect” Pembangunan

Koperasi, bila dikelola profesional dan berbasis pendidikan, adalah mesin penggerak pembangunan. Ia menciptakan “multiplier effect” pada tiga pilar IPM: kesehatan, pendidikan, dan pendapatan. Laba koperasi dapat dialokasikan untuk beasiswa, pelatihan, dan layanan kesehatan anggota. Di ASEAN, 60% anggota koperasi adalah perempuan, memperkuat pemberdayaan ekonomi gender dan inklusi sosial.

Rekomendasi: Merancang Ekosistem Pendidikan Koperasi

Agar pohon koperasi tumbuh subur hingga 2045, Prof. Subagyo merekomendasikan:

Fokus pada digitalisasi dan teknologi: Pelatihan dan sertifikasi berbasis teknologi, sistem pembukuan digital, dan digitalisasi layanan koperasi harus diperluas.

Penguatan aspek manajerial: Pendidikan tata kelola, kepemimpinan, dan manajemen risiko harus menjadi prioritas.

Dorong studi lanjut: Koperasi perlu menyediakan beasiswa atau dukungan finansial bagi anggota yang ingin melanjutkan studi di bidang bisnis, ekonomi, dan teknologi.

Peningkatan literasi digital: Program literasi digital dan pelatihan dasar teknologi harus dirancang untuk memperluas penerapan teknologi di koperasi.

Kebijakan mendukung pengembangan SDM: 38,32% responden survei menyatakan sangat membutuhkan dukungan koperasi dalam merencanakan studi lanjut, menandakan perlunya kebijakan yang lebih proaktif.

Penutup: Menjadi Penjaga Taman Indonesia Emas

Lokakarya ini bukan sekadar forum diskusi, melainkan titik tolak perubahan. Setiap peserta, seperti tukang kebun yang telaten, diharapkan menjadi penjaga taman Indonesia Emas 2045. Dengan pendidikan sebagai pupuk utama, koperasi sebagai ekosistem, dan SDM unggul sebagai benih, Indonesia punya peluang besar untuk menjadi bangsa yang makmur, adil, dan berdaya saing tinggi di pentas dunia.

Seperti kata Prof. Subagyo, “Mengembangkan SDM koperasi adalah investasi jangka panjang. Hasilnya mungkin belum terlihat hari ini, tapi di tahun 2045, kita akan memetik buahnya bersama: Indonesia yang sejahtera, inklusif, dan berdaulat". (*)

Kategori
DINAMIKA

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar