Harkopnas ke 72 Tantangan Revolusi Industri dan Etos Kemandirian
Puncak hari koperasi nasional (Harkopnas) dihelat Jumat (12/7) lalu di Purwokerto. Dihadiri ribuan pegiat koperasi dari 25 Provinsi dan 66 Kabupaten. Mengambil tema : “ Reformasi Total Koperasi Di Era Revolusi Industri 4.0”, ada semangat dan optimisme untuk menyongsong perkembangan zaman. Sekaligus perlu sadar setumpuk tantangan yang dari tahun ke tahun belum selesai dituntaskan.
Lewat tengah hari, area gedung
olahraga (GOR) Satria, Purwokerto, semarak pada Jum’at, 12 Juli lalu. Di
sepanjang Jalan DR Suharso tempat GOR itu berada, ribuan orang menyemut
menyambut parade kesenian dari puluhan kabupaten di Jawa Tengah yang
menyodorkan atraksi seni nan atraktif. Ada Kuda Lumping, Dolalak, Reog, hingga
Topeng Ireng dan aneka tari kreasi.
Arak-arakan dari setiap kabupaten
di Jawa Tengah, juga membawa ‘gunungan’ kecil yang berbahan baku hasil bumi,
kerajinan, penganan khas dan lain-lain. Tapi segera tandas jadi bahan rebutan
penonton sebelum sempat masuk ke pusat arena perayaan.
Dalam acara itu, sejumlah koperasi
dari berbagai daerah, praktisi dan aktivis gerakan koperasi menerima
penghargaan dari pemerintah. Diantaranya penghargaan Satyalancana Wira Karya.
Bambang Suhardijo, S.P., misalnya, Ketua
Gabungan Koperasi Pegawai RI (GKP-RI) Jawa-Tengah, adalah salah satu penerima
penghargaan yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden itu. Bambang Suhardijo
yang juga pengurus Induk Koperasi Pegawai RI (IKP-RI) Jakarta, dinilai berperan
aktif dalam mensinergikan kegiatan usaha Pusat Koperasi Pegawai RI (PKP-RI) dan
badan usaha atau lembaga ekonomi yang lain, melalui strategi comparative advantage, mobilization, dan
manage control. Usaha itu, menjadikan
satu entitas dan kekuatan ekonomi yang handal di tingkat kabupaten dengan muara
untuk meningkatkan kesejehteraan anggota.
Sejumlah inovasi lain yang dilakukan
Bambang dan koleganya, terkait capacity
building kelembagaan dan menggerakan primer-primer koperasi pegawai RI
(KPRI) di Jawa Tengah, adalah menghelat unit bisnis prospektif berbasis
kebutuhan anggota dan publik. Diantaranya adalah bisnis perhotelan, yang dalam
beberapa tahun terakhir diadopsi oleh primer maupun sekunder koperasi pegawai
RI di Kabupaten Kendal, Kebumen, Grobogan, Purworejo, dan lain-lain. Juga
bisnis pertokoan, baik dengan Pola Mandiri seperti yang berkembang di
Banjarnegara, Banyumas, Pubalingga dll, maupun pola waralaba dan pola
pemangkasan distribusi bermitra dengan Indogrosir. Sektor bisnis lainnya adalah
peternakan ayam dan perumahan.
Bambang mengemukakan, penghargaan
itu menunjukkan pemerintah menghargai ikhtiar-ikhtiar untuk memajukan
koperasi.“Ini penghargaan bukan hanya bagi saya pribadi, tapi juga sebentuk
apresiasi bagi gerakan koperasi Pegawai RI. Kami bersyukur dan akan terus
meningkatkan diri dan berkontribusi lebih baik lagi,” papar Bambang.
Prof. Dr. Agustitin Setyobudi,
Ketua IKP-RI menyatakan apresiasi atas penghargaan yang didapat koleganya itu.
“Alhamdulillah, Saya mengucapkan selamat. Penghargaan itu layak disyukuri dan
ditindaklanjuti untuk terus berprestasi bagi gerakan koperasi. Pemerintah
menghargai upaya-upaya kita dalam memajukan koperasi dan mensejahterakan
anggota dan masyarakat melalui koperasi,” papar Agustitin.
Dalam kesempatan Harkopnas itu, penghargaan
Bakti Koperasi dan Koperasi Berprestasi, juga diterima oleh sejumlah pegiat
koperasi simpan pinjam, koperasi kredit (Kopdit), koperasi produsen, KPRI,
hingga Koperasi Mahasiswa (Kopma) dari sejumlah daerah.
Ihwal tema yang diambil, revolusi
industri gelombang ke empat, memang cukup relevan. Teknologi bukan lagi menjadi sebuah pilihan,
tetapi menjadi keharusan jika tetap bertahan. Itulah kunci yang menjadi jalan
bagi koperasi agar dapat terus eksis dan berkembang, koperasi didorong untuk go
digital. Jika tidak maka akan ditinggalkan oleh anggota serta tergerus
persaingan dengan perbankan yang semakin masif menggarap pangsa pasar koperasi.
Saat ini masih banyak koperasi yang
masih menggunakan teknologi tradisional untuk menunjang transaksi finansial
para anggotanya. Hal ini disebabkan keterbatasan koperasi dalam pengadaan
sebuah sistem yang handal dan efektif. Koperasi perlu mengadopsi teknologi
informasi (TI) baik untuk manajemen maupun pelayanan anggota.
Di luar soal TI, pegiat koperasi Dewi Hutabarat mengemukakan, koperasi penting hanya bila ia mampu mengatasi
laju kesenjangan ekonomi yang sudah tidak terkendali nyaris di seluruh dunia.
Kesenjangan ekonomi artinya adalah semakin sedikit orang yang menguasai semakin
banyak aset, sementara semakin banyak orang yang makin sedikit asetnya. Dengan
kata lain ada sedikit orang yang bertambah kekayaannya dengan cepat sambil
milyaran orang lainnya semakin tidak memiliki aset.
Kesenjangan ini terjadi karena mekanisme kepemilikan usaha yang terbatas
yaitu perseroan terbatas atau PT. Oleh karenanya diperlukan mekanisme
penyeimbang yaitu kepemilikan usaha yang tidak terbatas dan kepemilikan secara
bersama-sama. Apakah ada mekanisme kepemilikan usaha yang seperti
itu? Ada. Namanya koperasi.
Jadi tidak perlu reinventing the
wheels. Konsep dasarnya sudah ada, ekosistem global nya juga sudah ada. Di
Indonesia malahan sudah di klaim sebagai soko guru ekonomi, tapi tidak
dilaksanakan, hanya dijadikan hiasan seolah-olah penting saja.
Lalu bagaimana caranya supaya Koperasi itu bisa menjadi penyeimbang ekonomi
di masa sekarang? Ya harus pakai strategi yang cocok dengan situasi kekinian.
Menggunakan tools dan sensitif
terhadap ekosistem yang sudah berkembang sekarang.
Ada dua fungsi utama yang harus tetap ada dalam koperasi kekinian. Yaitu
pertama: koperasi sebagai mekanisme Collective
Investment, yang memungkinkan semua orang berinvestasi pada usaha apapun,
dimanapun. Kedua, koperasi sebagai mekanisme sosial - ekonomi yang memungkinkan
setiap orang berproses sebagai investor dan pengusaha.
Dengan dua fungsi Koperasi ini maka akan terjadi perubahan model
kepemilikan usaha sebagai koreksi terhadap berbagai kerusakan yang terjadi
akibat dari model kepemilikan terbatas seperti yang dilakukan oleh generasi
saat ini.
Protes terhadap rusaknya alam sampai mengakibatkan krisis perubahan iklim,
protes terhadap tidak masuk akal nya kepemilikan kekayaan dari sangat sedikit
orang, dan protes terhadap kemiskinan yang meluas, sudah makin santer
didengungkan oleh generasi yang lebih muda. Maka jangan heran bila tidak lama
lagi mekanisme kepemilikan usaha akan mengalami perombakan besar-besaran.
Koperasi penting hanya bila ia mampu mengatasi laju kesenjangan ekonomi
yang sudah tidak terkendali nyaris di seluruh dunia. Kesenjangan ekonomi
artinya adalah semakin sedikit orang yang menguasai semakin banyak aset,
sementara semakin banyak orang yang makin sedikit asetnya. Dengan kata lain ada
sedikit orang yang bertambah kekayaannya dengan cepat sambil milyaran orang
lainnya semakin tidak memiliki aset.
Model sharing economy kira-kira
hanya semacam proses transisi menuju perubahan model kepemilikan usaha itu.
Pada waktunya nanti, rasanya tidak lama lagi, kekayaan yang terpusat di
segelintir orang akan dirombak oleh gelombang perkoperasian jaman now.
“Kalau kita berkeras membahas koperasi dari kacamata yang itu-itu saja maka
koperasi hanya akan menjadi sebuah konsep yang tidak penting dan tidak relevan
untuk mengatasi persoalan di zaman sekarang”.(PRIONO/FOTO ISTIMEWA)
Komentar