Serba-serbi Bisnis Kedai Kopi

Bisnis kedai kopi baik skala kecil maupun kafe modern menjadi salah satu pilihan menjanjikan bagi pelaku bisnis di negeri ini. Bagaimana mengelolanya?

Minum kopi menjadi ritual pagi hari bagi sebagian masyarakat. Bahkan minum kopi sambil kongkow di gerai kopi modern menjadi gaya hidup kalangan urban.  Kafe modern dengan tata ruang keren plus akses free wifi membuat pengunjungnya betah duduk berjam-jam. Meningkatnya minat warga ngopi di kedai kopi baik warung kopi tradisional maupun kafe kopi modern menjadi peluang bisnis menjanjikan.

Seperti Achmad Fahmi yang mencoba peruntungan di bisnis kopi. Bermodal Rp 15 juta pada Agustus 1990 Fahmi mulai menjual minuman kopi secara gerobakan yang dilengkapi alat seduh kopi. Lulusan IT yang sempat menjadi pegawai kantoran selama tiga tahun itu berjualan kopi secara gerobakan selama setengah tahun. Ia beralih dari karyawan menjadi penjual kopi karena merasa jenuh.

Fahmi kemudian memutuskan berjualan kopi dengan bendera Kedai Seruput di garasi dan halaman rumah di Jalan Madrasah Assalam Gerendeng, Karawaci, Kota Tangerang, Banten. Ia menyulap garasi dan halaman rumah kedai kopi. Sama seperti gerai kopi modern, Kedai Seruput yang buka mulai pukul 5 sore hingga 1 dinihari itu juga dilengkapi dengan fasilitas free wifi dan video game playstation 4.

Karena kedai kopi, wajar jika Kedai Seruput menjual beragam minuman dengan bahan kopi. Selain itu juga ada minuman lain seperti lemon tea, green tea, thai tea, mie instant dan kentang goreng. Harga bandrol untuk lemon tea Rp 4 ribu, nescafe ice coffee Rp 5 ribu, Aceh gayo Rp 6 ribu, toraja Rp 7 ribu, Bali Kintamani Rp 7 ribu, dan caffee latte Rp 9 ribu. Sementara milo, chocolate, dan teh tarik dijual Rp 6 ribu.

Selain dibantu tiga orang karyawan, Fahmi juga kerap dibantu teman-temannya yang bertandang. Mereka tanpa diminta membantu mengantarkan minuman ke pembeli. Fahmi juga dibantu saudaranya dalam menjalankan usaha.

Kini omzet kedai kopi milik Fahmi sudah lumayan mencapai Rp 12 juta per bulan. "Omzet per bulannya sekarang rata-rata Rp 12 juta, malah 2 kali lipat jika dibandingkan di tempat kerja."


Edukasi dan Bisnis

Evani menjadi pelaku usaha kopi lain yang saat ini sudah sukses dengan kedai kopi modern. Sejatinya Evani bukanlah penikmat kopi. Bahkan ia mengaku tidak suka kopi. Tetapi pekerjaannya menjadi auditor di Amerika membuatnya menyukai kopi.

Begitu pulang ke Indonesia, Evani langsung mendirikan kedai kopi di Semarang, Jawa Tengah. Ia mengusung nama Strada untuk gerai kopinya. Sukses bisnis kopi di Semarang, Evani mulai melebarkan sayap membuka gerai kopi di Jakarta. 

Evani membuka kedai kopi modern First Crack Coffee di daerah Sunter, Jakarta Utara. Kedai kopi yang ada di Sunter, kata Evani lebih difokuskan untuk kegiatan edukasi. “Kalau di Sunter lebih ke akademi kopi,” terangnya. 

Gerai kedua First Crack Coffee dibuka di jantung bisnis di Jakarta yakni kawasan SCBD. Evani membuka First Crack Coffee di Pacific Century Place, SCBD. Evani berani melebarkan sayap bisnis, kata dia, karena menuturkan bisnis kopi cukup menjanjikan.Menurut Evani menjamurnya gerai kopi di Indonesia berbanding lurus dengan minat masyarakat yang menyukai kopi asli Indonesia. “Bisnis kopi di Jakarta akan terus meningkat,” terang Evani.(Susan S/FOTO ISTIMEWA)

Kategori
WIRAUSAHA

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar