Bisnis Minuman Kekinian

Bisnis minuman kekinian tengah menjamur. Bagaimana tips dan trik mengembangkan bisnis yang acapkali dinilai  musiman ini?

Usaha kuliner di tanah air kerap diwarnai dengan bisnis musiman. Seperti es kepal milo, ayam geprek, hingga sosis bakar. Belakangan gerai minuman dengan tampilan unik menjamur dari yang berlokasi di pusat perbelanjaan premium hingga di jalan-jalan pemukiman padat penduduk. 

Seperti sore itu beberapa anak terlihat berkerumun di depan counter minuman Nginum dengan interior kental warna hitam di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Minuman yang dijual beragam antara lain thai tea bubble, green tea bubble, dan red velvet bubble. Harga yang dibandrol pun terbilang miring Rp 5 ribu saja.

Di ruas jalan lain terdapat kedai minuman dengan warna hampir senada yakni hitam dan tampilan minimalis dengan nama Haus. Berbeda dengan Nginum yang gerainya terbilang mini, gerai Haus terbilang sedang, tidak terlalu besar. Gerai Haus ada di sejumlah titik dan gampang dijumpai di beberapa lokasi.


Online dan Waralaba

Haus dikembangkan dengan sistem waralaba. Maka tak heran jika ada banyak kedai Haus belakangan.  Haus berdiri pada Mei 2018 dari tangan Ferry bersama tiga temannya diantaranya Gufron dan Syarif. Sebelum berbisnis minuman Haus Ferry berjualan keripik namun tidak sukses. "Ketika itu banyak trial error di lapangan kemudian bangkrut. Itu pun saya beberapa kali buat produk  ibaratnya dengan modal kembali diputar kembali. Lalu saya bangkrut kedua lebih besar."

Jika dilihat bisnis yang dikelola Ferry tidak jauh dari kuliner. Bisnis pertama dan kedua kripik dan minuman. Hal itu tak lepas dari latar belakang Ferry yang merupakan lulusan jurusan teknologi pangan. Maka ketika ada teman yang mengajaknya bisnis minuman kembali, tanpa pikir panjang dia pun mengiyakan ajakan itu.

"Saya pernah buat minuman ya udah kita coba ya buat rencana dulu seperti apa. Karena kan waktu dua tahun ke belakang ramai dengan kopi-kopi nih ya, seperti Kopi Kulo. Kita keputusan untuk kurang lebih apa yang mereka berhasil kita buat dengan yang lebih sudah teredukasi di masyarakat."

Dengan mempelajari bisnis minuman yang sudah ada, Ferry dan kedua temannya mencoba membangun bisnis minuman yang sedikit berbeda. Yakni minuman yang dijual bukan hanya kopi. Harga yang ditetapkan juga jauh lebih murah dari kompetitor kebanyakan. 

Selain itu  dari sisi nama, mereka juga mencari nama yang mudah diingat. Maka, mereka pun memilih nama Haus karena dianggap tidak menggambarkan secara spesifik jenis minuman dan gampang diingat. Maka dibuatlah Haus dengan harga bandrol Rp 5 ribu sampai Rp 15 ribu.

Sedangkan varian minumannya antara lain tea original, green thai tea, cheese thai tea, green tea yakult, ice ovaltine, ice taro, black oreo cheese, es kopi susu, dan lain-lain.

Gerai pertama Haus berlokasi di kampus Binus menjelang Lebaran. Dikatakan Ferry hari pertama berjualan ia mampu menjual 150 gelas. Setelah hari perdana, omset penjualan terus melonjak.

"Awalnya kita kaget market kita untuk remaja mahasiswa-mahasiswi, ternyata market juga datang dari warga setempat yang umurnya itu ya usia 15-25 tahun. Ternyata ada yang beli anak SD sampai orang tua."

Dalam perkembangannya Haus bukan hanya dijual secara online. Sukses dipasarkan secara online, akhirnya Haus juga dijual dengan sistem waralaba. Dikatakan Ferry, pilihan membuka waralaba selain menambah market juga untuk berbagi rezeki dengan yang lain.

Menurut Ferry konsep waralaba dinilai cocok terlebih bagi kaum milenial. Waralaba, kata dia, menjadi jawaban bagi mereka yang sibuk bekerja namun ingin mendapatkan pemasukan tambahan.

Awal membuka kerjasama waralaba Haus mematok investasi bagi pembeli waralaba sebesar Rp 120 juta. Namun, melihat antusiasme mitra dan perkembangan bisnis, akhirnya nilai investasi waralaba menjadi Rp 200 juta. Dengan besaran investasi tersebut, mitra bisa break event point dalam waktu 1,5 tahun. Bahkan, ada mitra yang bisa balik modal lebih cepat.

"Karena kan dulu kita tidak hitung nilai intangible kita. Ya ibaratnya kalau kita ingin punya penghasilan dari ojek ini kita punya motor dulu aja, ketika bangun kepercayaan ke pelanggan ojek saya, barulah kita punya kredibilitas. Kita pun beranikan diri untuk menilai intangible yaitu di empat bulanan."

Dijelaskan Ferry, saat baru membuka kerjasama franchise, ia langsung mendapat order lima gerai.  Kini Haus memiliki 60an gerai dengan penjualan mencapai 35 ribu gelas per hari. 

Bisnis minuman kekinian lain yakni Counter Anti Baper alias Caper besutan Stephen Lesmana. Nama Caper dipilih agar mudah diingat dan akrab di telinga kaum milenal sebagai market yang dibidik.

"Jadi kita bukan hanya menjual minuman saja, tetapi ada camilannya juga. Harganya mulai dari Rp 5 ribu untuk popcorn rasa keju, karamel hingga Rp15 ribu untuk minuman seperti cheese tea, coffee, brown sugar bubble dan lainnya dengan total 20 varian minuman," papar Stephen.

Saat ini Caper memiliki tiga outlet di Jakarta yakni di Menara Mulia Jl Gatot Subroto, Mal Taman Palm Cengkareng, dan Trakindo Cilandak. Sama dengan Haus, Caper juga dikembangkan dengan sistem franchuse. 

"Paket waralaba atau kemitraan Caper hanya Rp15 juta untuk jasa desain dan lainnya seperti peralatan. Namun tidak termasuk bahan baku minuman atau makanan. Sedangkan pengerjaan outlet-nya bisa dari pusat atau mitra sendiri."

Nah, bagi yang berminat bisnis minuman kekinian dan belum punya pengalaman bisa melirik Haus atau Caper. Tapi yang perlu diingat, bisnis kuliner kerap bersifat musiman. Jadi perlu dipertimbangkan berapa lama balik modal. (Susan/foto istimewa)

Kategori
WIRAUSAHA

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar