Membangun Sistem Pengawasan Koperasi Melalui Otoritas Pengawasan Koperasi (OPEK)

Oleh : Dr. Ahmad Subagyo (Ketua Umum IMFEA)

img-1665980116.jpg


Objek Pengawasan Koperasi dibagi dalam 4 (empat) tingkat KUK sebagai berikut:
a. KUK1 memilikijumlah anggota paling banyak 5.000 (limaribu) orang, jumlah modal sendiri paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah),
dan/atau jumlah aset paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima
ratus juta rupiah);
b. KUK 2 memiliki jumlah anggota lebih dari 5.000 (lima ribu) orang sampai
dengan paling banyak 9.000 (sembilan ribu) orang, jumlah modal sendiri lebih dari Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), dan/atau jumlah aset lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rpl00.000.000.000,00 {seratus miliar rupiah);
c. KUK 3 memliki jumlah anggota lebih dari 9.000 (sembilan ribu) orang
sampai dengan paling banyak 35.000 (tiga puluh lima ribu) orang, jumlah
modal sendiri lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah), dan/ atau
jumlah aset lebih dari Rp.l00.000.000.000,00 (serratus miliar rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); dan
d. KUK 4 memiliki jumlah anggota lebih dari 35.000 (tiga puluh lima ribu)
orang, jumlah modal sendiri lebih dari Rp40.000.000.000,00 (empat puluh
miliar rupiah), dan/atau jumlah aset lebih dari RpS00.000.000.000,00 (lima ratus miliar
rupiah).
Ada beberapa factor yang dapat dipertimbangkan sebagai dasar alasan tentang urgensi pengawasan
Koperasi sector keuangan yang mendasarkan pada 4 faktor utama yaitu:

  1. Risiko utama sector keuangan
  2. Pengaturan sector keuangan
  3. Dampak Risiko sistemik
  4. Kompleksitas
    A. Risiko Sektor Keuangan
    Usaha simpan pinjam oleh Koperasi memiliki risiko yang identic dengan Lembaga keuangan intermediasi lainnya, seperti BPR dan LKM. Jenis risiko Lembaga keuangan terdiri dari : (1) risiko kredit, (2) risiko likuiditas, (3) risiko operasional, (4) risiko hukum, (5) risiko strategis, (6) risiko
    pasar, (7) risiko kepatuhan , dan (8) Risiko reputasi. Risiko yang dihadapi oleh Industri keuangan dilakukan mitigasi melalui manajemen risiko. Pengelolaan risiko di dalam internal perusahaan dijalankan oleh Departemen manajemen risiko yang bekerjasama dengan Satuan Pengendalian Internal (SPI) perusahaan, dan pemantauan dilakukan oleh KOmite Manajemen risiko, serta pengawasan dilakukan oleh Pengawas Eksternal baik oleh Audit Internal maupun Otoritas Pengawasan Koperasi (OPEK).
    Pengendalian risiko di usaha simpan pinjam oleh Koperasi dalam pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM tidak dijalankan, baik oleh Koperasi maupun dalam sistem pengawasannya.
    Selain tidak ada regulasi yang mengatur terkait dengan manajemen risiko, Kementerian Koperasi dan UKM juga tidak memiliki infrastruktur Lembaga pendukung yang memadahi.
    Berdasarkan kelemahan secara regulasi terkait dengan penerapan manajemen risiko dalam tatakelola Koperasi juga tidak adanya dukungan infrastruktur Lembaga pendukung dalam pengawasan Koperasi, maka pengawasan terhadap Koperasi yang memiliki potensi risiko tinggi
    dan berdampak luas yaitu Koperasi yang masuk dalam klasifikasi usaha Koperasi (KUK) III dan KUK
    IV, sebaiknya dilakukan pengawasan oleh Otoritas Pengawasan Koperasi (OPEK).
    OPEK memiliki system regulasi yang memadahi dan ada dukungan kapasitas pengawas yang kompeten, dan adanya Lembaga pendukung pengawasan yang terintegrasi (SLIK, Dukcapil, Credit Scoring, LPS, dan sebagainya.)
    B. Regulasi yang Berlaku bagi Lembaga Keuangan Intermediari
    Dalam konsep level of playing field semestinya ada kesamaan dalam pengaturan pengawasan sebagai sesama Lembaga keuangan. Koperasi keuangan yang memiliki usaha hanya di sector keuangan memiliki persamaan karakteristik dengan usaha simpan pinjam yang dijalankan oleh Lembaga keuangan yang lain, seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
    Dalam pengaturan Lembaga Keuangan di bawah pengawasan Otoritas Pengawasan Koperasi (OPEK) dan KSP di bawah pengawasan Kemenkop dan UKM, berikut ini perbedaan pengaturan yang dilakukan, antara lain:
  1. Dampak Risiko Sistemik

Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang masuk dalam KUK III dan IV  yang memiliki asset di atas Rp.100 miliar sangat berisiko merugikan masyarakat dalam jumlah yang besar. Dampak kegagalan Koperasi KUK III & KUK IV ini dapat berakibat pada ketidakstabilan kepercayaan masyarakat terhadap Koperasi dan dapat mengakibatkan Koperasi lain terpengaruh atas kegagalan satu Koperasi besar yang gagal bayar.

Pelajaran berarti dari kejadian ini terdapat di Jawa Tengah, salah satu Koperasi besar yaitu KSP INTIDANA yang beroperasi hampir di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Tengah gagal membayar kewajiban jangka pendeknya, karena ada penarikan dari salah satu anggota pemilik dana di salah satu cabang Kantor Pelayanan KSP Intidana tidak dapat dicairkan, beritanya langsung menyebar pada Kantor Cabang lain yang menyebabkan RUSH (Penarikan besar-besaran) di seluruh kantor cabangnya. Ternyata Koperasi lain juga ikut terdampak, dalam waktu yang bersamaan beberapa Koperasi (konven maupun syariah) di Kab. Pekalongan (KSPPS Amanah Umat) terjadi rush, KSPPS di Kab. Batang juga mengalami RUSH, hal yang sama juga terjadi di Koperasi kab. Pati.

  • Kompleksitas

Kompleksitas model bisnis Koperasi KUK III dan KUK IV paling kompleks , KUK I & KUK II Sebagian besar masih focus pada core business-nya yaitu simpanan dan pinjaman. Sebagian besar Koperasi yang masuk ke KUK III dan IV sudah mulai membangun infrastruktur kelembagaan bisnisnya, termasuk aktivitas usahanya dalam mengembangkan asetnya, seperti investasi, penyertaan dan produk penghimpunan dananya yang makin inovatif dan berisiko tinggi.

KSP yang telah mengembangkan usahanya baik dalam penghimpunan dana maupun dalam penggunaan dananya sudah masuk ke dalam sector keuangan lainnya, seperti masuk ke dalam sector asuransi, dana pension, pasar modal dan sebagainya. Sementara ruang lingkup pengawasan masih terbatas pada kegiatan simpanan dan pinjaman. Pelaksanaan manajemen risiko dan tata-kelola belum tersedia regulasi yang memadahi bagi KSP. Sehingga saat ini risiko yang terbuka di hadapan KSP sangat besar, tanpa mitigasi dan pengendalian yang memadahi baik dari aspek internal maupun eksternal. (Pr)

Kategori
WACANA

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar