Ibu Kota Nusantara, Ibu Kota Impian?


Oleh : Suroto

Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ( AKSES) dan Chief Executive Officer / CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat ( INKUR)


Tanggal 12 - 16 April 2023 lalu, saya mengikuti kegiatan Rapat Anggota Tahunan ( RAT ) Pusat Koperasi Kredit Khatulistiwa ( Puskhat) yang diselenggarakan di salah satu koperasi  anggota Puskhat, yaitu Koperasi Kredit ( Credit Union) Mura Kopa yang berkantor pusat di perbatasan Malaysia - Indonesia, Entikong, Kalimantan Barat dan di Sarawak Malaysia. 

Puskhat adalah salah satu sekunder koperasi kredit anggota Induk Koperasi Kredit ( INKOPDIT ) Indonesia yang tergabung dalam Gerakan Koperasi Kredit Indonesia ( GKKI). Puskhat saat ini dipimpin oleh Dr. S. Masiun, yang kebetulan merangkap sebagai Ketua CU Keling Kumang, Rektor Institut Teknologi Keling Kumang yang merupakan satu satunya Perguruan Tinggi yang dimiliki gerakan koperasi di Indonesia. Kebetulan juga Dr. Masiun ini saat ini juga adalah seorang Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Masyarakat Adat ( AMAN) Indonesia. 

GKKI atau yang dikenal sebagai gerakan Credit Union ( Koperasi Kredit) diinisiasi oleh Pater Albrecht Kariem Arbie, seorang Pastur Ordo Jesuit pada tahun 1970 an dengan dirikan Credit Union Conseling Office ( CUCO) atau Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia ( BK3I) yang dipimpin oleh Robby Tulus, tokoh koperasi Indonesia dan tokoh koperasi  internasional yang hingga saat ini masih aktif malang melintang membangun koperasi di banyak negara. 

GKKI di Indonesia hingga saat ini telah beranggotakan 4 juta lebih anggota perorangan yang bergabung dalam 1000 lebih koperasi di tingkat primer dan 39 koperasi di tingkat daerah atau pusat koperasi di seluruh Indonesia. Saat ini GKKI secara keseluruhan telah mampu memobilisasi tabungan atau dari anggota lebih dari 42 trilyun di seluruh Indonesia.

Pada kesempatan yang berbahagia itu saya diundang dalam kapasitas sebagai Chief Executive Officer ( CEO) Induk Koperasi Usaha  Rakyat (INKUR Federation), yaitu sebuah federasi koperasi nasional di sektor riil. Kalau INKOPDIT merupakan gerakan koperasi di sektor keuangan, INKUR Federation adalah gerakan koperasi sektor riil yang bergerak di berbagai sektor non keuangan, dari koperasi konsumen, koperasi pertanian / Agro, Eko Wisata, Koperasi Jasa, dan lain lain. 

Saat ini INKUR baru beranggotakan 14 Koperasi dan anggota Institusi Pendukung sebanyak 7 lembaga ( yang kesemuanya masih Koperasi Kredit). Dari 14 Koperasi Sektor Riil ( KSR) yang ada adalah pemilik suara penuh INKUR. Anggota Pendukung atau Asosiat adalah lembaga lembaga pemberi dukungan penuh pengembangan organisasi INKUR tanpa hak suara. Puskhat adalah salah satu anggota asosiat INKUR, pendukung pengembangan pemekaran koperasi sektor riil di Indonesia.

Sebelum kegiatan resmi RAT yang diselenggarakan di Serawak Malaysia, didahului dengan kegiatan seminar yang membahas dua hal, yaitu presentasi inspiratif tentang sukses gerakan Koperasi Multipihak I COOP dari Korea Selatan oleh Prof Seungkwon-Jang juga Prof Neison Ilan Mersat dari Universiti Malaya Serawak ( UNIMAS) yang berbicara tentang peluang dan tantangan pembentukan Ibukota Kenegaraan Nusantara ( IKN). 

Presentasi tentang Koperasi I COOP KOREA sangat menarik, disampaikan bagaimana gerakan ini pertama lahir di saat krisis ekonomi tahun 1997 yang diinisiasi oleh terutama para perempuan petani pembaharu di Korea Selatan yang menganggap bahwa krisis yang terjadi bukan semata sebagai krisis ekonomi, namun juga krisis lingkungan akibat proyek revolusi hijau yang gagal total. 

Gerakan I COOP Korea merupakan salah satu dari federasi koperasi nasional di Korea yang saat ini telah beranggotakan 331.197 anggota individu di 99 koperasi primer dengan putaran omset terakhir pada tahun 2022 sebesar 6,3 trilyun rupiah( Jang, 2022). 

Koperasi I COOP KOREA secara asset maupun putaran bisnis memang masih kecil dibandingkan dengan gerakan koperasi secara nasional di Korea Selatan, namun merupakan gerakan koperasi paling progresif yang dikembangkan sejak krisis ekonomi 1997 di Korea. Gerakan ini dikembangkan sebagai kesadaran untuk membangun cara berkonsumsi ethis dan berproduksi ethis dan ramah lingkungan. Gerakan yang berkembang sangat progresif ini adalah merupakan model koperasi muktipihak yang hubungkan antara konsumen dan produsen secara langsung dalam satu lembaga koperasi. 

Aktivisme dari terutama para perempuan petani pembaharu mengembangkan koperasi I COOP KOREA dengan ditumpukan pada 4 pilar penting, yaitu ; pilar lingkungan, kemasyarakatan, tata kelola, dan pembangunan. 

I COOP Korea dari sejak awal dibangun atas latar belakang kepedulian lingkungan yang tinggi. Mereka membangun koperasi untuk menyelamatkan sistem pangan yang berada di bawah cengkeram mafia kartel dan hancurnya sistem pertanian dan lingkungan akibat revolusi hijau. 

Mereka membangun koperasi ini bukan langsung masuk ke sektor produksi namun memulainya justru di sektor konsumsi. Mereka paham bahwa mafia kartel pangan begitu kuat mencengkeram sistem ekonomi masyarakat. Lalu mereka memulainya dengan membangun toko I COOP Store.  

Toko ini dibangun dengan modal  dari para perintisnya yang namanya diabadikan di bangunan toko. Toko ini membuka kepemilikkan dari para konsumennya. Syarat untuk menjadi anggota baru adalah mengikuti pendidikan tentang koperasi dari ideologi, tata kelola hingga visi berkonsumsi ethis, yaitu berusaha keras untuk mengkonsumsi makanan atau barang yang sehat, tidak merusak lingkungan, tidak mengeksploitasi buruh, tidak pekerjakan anak anak, dan lain sebagainya. Kesadaran berkonsumsi ethis tersebutlah yang akhirnya mendorong pertumbuhan I COOP Korea menciptakan permintaan produksi terutama pangan dan industri rumahan yang ethis. 

Pada akhirnya, saat ini banyak petani, peternak dan para perajin rumah tangga yang tergerak untuk bergabung. Selain menjadi bagian dari gerakan ramah lingkungan, mereka juga mendapatkan insentif harga yang lebih baik karena mereka langsung dapat menjual ke konsumen dari toko baru yang juha turit mereka miliki bersama konsumen.  

Saat ini hubungan kerjasama indah dari konsumen dan produsen itu terus berkembang ke berbagai sektor pembangunan. Mereka bahkan telah berhasil mengembangkan Wilayah Hunian Layak Huni Bagi Semua ( Commons) dan ramah lingkungan di beberapa tempat dimulai dari bukit Gurye Natural Dream Park pada tahun 2012. Dream Park atau taman impian ini terus berkembang di berbagai wilayah dengan dibiayai oleh anggota sebesar 8 dollar per bulan yang mereka kumpulkan sebagai iuran sumbangan atau dari  keuntungan pembelanjaan mereka di toko I COOP. 

Gerakan I COOP Korea tak hanya telah mampu mengembangkan kawasan wisata dan hunian yang layak dan ramah lingkungan, namun juga telah ciptakan kesadaran akan iklim dan keadilan serta demokratisasi di berbagai hal. Mereka mampu  distribusikan kekayaan dan pendapatan, memberi pekerjaan dam gaji lebih baik ketimbang korporat kapitalis, pusat hiburan yang etis, membangun pusat pendidikan demokrasi, pertanian organik, menjadi pemimpin gerakan perdagangan adil ( fair trade), dan lain sebagainya. 

CIPTAKAN IBUKOTA RAMAH BAGI SEMUA

Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Puskhat, juga dibahas tentang Ibukota Kenegaraan Nusantara ( IKN) yang sedang dirintis oleh pemerintah. Dalam diskusi terungkap bahwa pembangunan IKN ini akan sangat berbahaya bagi masyarakat maupun lingkungan apabila dorongan pembangunanya hanya berfokus kepada kepentingan segelintir konglomerat investor yang saat telah menguasai wilayah di IKN. 

Pembangunan yang berorientasi pada investor ( investor driven) itu tak hanya akan memarjinalisasi masyarakat lokal, tapi juga akan ciptakan kesenjangan sosial ekonomi baru. Orientasi pengejaran keuntungan semata dari para investor juga akan mendorong munculnya kerusakan lingkungan di masa mendatang. 

Untuk itulah, belajar dari pembangunan Dream Park oleh koperasi I COOP KOREA maka menurut penulis, baiknya pembangunan IKN itu perlu dikembangkan sebagai Commons, kota layak huni bagi semua. Dibangun sebahai sistem koperasi yang pentingkan pembangunan yang berpusat pada manusia dan lingkungan.

Saat ini GKKI telah beranggotakan 4 juta lebih anggota. Jika setiap bulan mampu mobilisasi kepada anggotanya iuran sedekah mimpi untuk membangun Ibukota Ramah Bagi Lingkungan dan Semua maka, akan ada 50 milyard per tahun. Jika ini mampu diwujudkan sebagai proyek bersama maka tentu akan mampu menjadi pendorong bagi gerakan besar masyarakat agar IKN tidak disabotase oleh kepentingan segelintir oligarki. Bayangkan, jika sumbangan seribu rupiah itu jadi kesadaran bersama bagi seluruh rakyat Indonesia maka akan ada 3,2 trilyun modal untuk membangun Ibukota dalam satu tahun saja. Kita biarkan ditelan habis atau bergerak? (*)

Kategori
WACANA

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar