Keunggulan Moral dan Sosial Koperasi Kita

img-1561439280.jpg

Sampai Pekan kedua Juni lalu, pemberitaan sejumlah media nasioanl dihiasai dengan terungkapnya fenomena jebakan bisnis teknologi finansial (tekfin) bodong yang berhasil menjadikan banyak orang menderita. Menggambarkan setidaknya dua hal sekaligus : pertama, betapa rakyat kita kebanyakan masih membutuhkan dana segar untuk berbagai keperluan yang selama ini aksesnya tidak serta merta bisa didapat dari lembaga keuangan resmi. Kedua, cermin sebagian masyarakat kita yang belum melek finansial (financial inclusion), sehingga mudah menjadi korban oleh sekelompok orang atau lembaga yang memanfaatkan teknologi berbasis keuangan untuk mengeruk keuntungan bagi kelompoknya sendiri.   

Seperti kita ketahui, financial inclusion atau inklusi keuangan adalah usaha agar masyarakat mempunyai akses ke perbankan. Faktanya saat ini, baru sekitar 30 persen masyarakat di Indonesia yang memiliki akses ke perbankan.

Induk Koperasi Pegawai RI (IKP-RI) sebagai salah satu entitas gerakan koperasi berskala nasional, adalah segelintir koperasi yang menyadari penuh fenomena di atas dan mengantisipasinya. Diantaranya dengan mendirikan Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) lebih dua dekade silam, sebagai upaya membentengi anggota-anggotanya yang tersebar di seluruh Indonesia untuk menjamin akses modal bagi lembaga (KPRI dan GKP-RI/PKP-RI) maupun anggota perorangan. Hingga saat ini, sudah ratusan miliar rupiah berhasil tersalur kepada para anggota. 

Sejatinya, ada dua peran perbankan dalam hal ini. Pertama melalui public education atau pendidikan kepada Anggota dan masyarakat untuk menekankan perlunya partisipasi pada financial system. Sementara yang kedua adalah perluasan jaringan distribusi untuk menjangkau seluruh masyarakat.

Di luar itu, masih ditemukan kendala pada masyarakat untuk mengakses perbankan. Baik itu karena kendala psikologis maupun jangkauan geografis yang luas yang dan membutuhkan sistem IT yang mempunyai sistem keamanan yang tinggi. Untuk itu perlu digalakkan cara lain.

Melek literasi keuangan, elain berguna untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan perbankan dan melindungi masyarakat itu sendiri dari penipuan, di satu sisi semakin luasnya jaringan distribusi perbankan menjadikan iklim perbankan yang berkompetisi untuk semakin efisien. Bank Kesejahteraan, misalnya, sudah menerapkan e-koperasi. 

Melek finansial juga menjadi piranti ampuh agar masayarakat tak mudah terjebak tipu-tipu berkedok investasi, baik oleh korporat maupun koperasi, baik yang ‘ternama’ maupun  ‘abal-abal’.  Koperasi dengan puluhan tahun pengalamannya memang layak dilibatkan dalam program financial literacy. Koperasi memiliki keunggulan yang tak dimiliki korporat swasta maupun pemerintah dalam sejumlah hal, salah satunya adalah keberlanjutan sosial dan lingkungan.


Dari pengalaman penulis bergiat di sekunder koperasi di DKI Jakarta maupun di Pusat (IKP-RI), koperasi memiliki daya tahan lebih dibanding perusahaan swasta. Daya tahan koperasi tercipta berkat arah usahanya yang tak sekedar mengejar keuntungan, namun juga berorientasi pada keberlanjutan sosial dan lingkungan.

Karakter itulah yang tak dimiliki perusahaan swasta yang alasan adanya hanya untuk memenuhi pundi-pundi laba. Koperasi yang berbasis pada orang (people based) menjadikannya lebih mawasdiri. Berbeda dengan itu, perusahaan swasta yang berbasis modal (capital based) cenderung bertindak rakus (greedy).

Kerakusan itulah yangmembuat daya tahannya rendah. Rakus dalam arti bahwa dalam rangka mengejar laba sebesar-besarnya, perusahaan swasta dapat berlaku sewenang-wenang. Bersyukurlah kita semua, yang tetap istiqomah memberdayakan diri secara berjamaah dalam jalur koperasi. Dirgahayu Koperasi Indonesia.(Foto Istimewa)

Kategori
RESONANSI

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar