“Bios-coop”

Anak-anak muda itu memang gila dan berbahaya. Mereka paham, sampai pekan ketiga Juli lalu, pendapatan atas pemutaran film Avengers : Endgame telah mencapai meraup USD 2,7892 miliar atau lebih dari Rp 40 triliun! Angka itu didapat hanya dalam pemutaran film tak sampai 6 bulan. 

Saat Avangers : Endgame diputar di hampir seluruh bioskop di dunia, jutaan orang antri di bioskop-bioskop. Laris manislah pop corn, cemilan, dan aneka minuman di area bioskop yang memutar film itu. Film pertempuran jagoan fiksi Iron Man dkk melawan Thanos yang sakti mandraguna namun tiran dan psikopat kelas berat.    

Lantas, di mana gilanya anak-anak muda yang dimaksud di tulisan di atas? Betapa tidak,  nun di kota kecil Kendal, Jawa Tengah, ada 30an anak muda yang nekad bikin bioskop sendiri dengan jalan patungan menjadi sebuah koperasi. 

Tengoklah bioskop sederhana itu. Dalam sebuah ruangan dicat hitam, dengan aksen atap kain berwarna senada. Layar putih dibentang menjadi sasaran sorot sebuah proyektor film. Jika menonton film-film di jaringan bioskop besar di kota-kota harus merogoh puluhan hingga seratusan ribu, bioskop besutan anak-anak muda ini bisa dinikmati cukup dengan merogoh kocek  Rp 15 ribu. Untuk menonton sembari ngopi cukup tambah Rp 10 ribu. Menyesap kopi nikmat dan film-film berbobot dalam sekali duduk.

Bagaimana mereka bermula? Bermodal Rp 100 ribu, kepemilikan bioskop ini ditawarkan oleh anak-anak muda yang tergabung dalam “Kabelan Ngoopi”.

Mereka terbilang tercerahkan dalam spirit koperasi. Enggan takluk dengan besaran kapital. Bagi mereka modal adalah pembantu, bukan penentu. Mereka mengajak orang-orang dan kenalan untuk sama-sama menghidupi usaha bersama dengan menjadi pemilik saham. Siapa saja bisa membeli saham di “Kabelan Ngoopi” untuk jadi pemilik bioskop.

Berawal pada Maret 2019 lalu, semula hanya lima orang dengan modal terkumpul Rp 900 ribu. Gigih melakukan edukasi, anggota bertambah menjadi 11 orang, dan belakangan jadi 38 orang. Apapun latar belakangnya dipersilakan bergabung. Tak mengherankan jika diantara mereka ada yang berlatar petani, mahasiswa, hingga pedagang di sekitar lokasi.

Dari Rp 13,1 juta modal yang mereka kumpulkan, disepakati untuk membuka bioskop rakyat plus kedai kopi. Kedai kopi bergaya anak muda dengan rupa-rupa agenda yang tak sekedar ngopi. Selain kopi lokal, juga menyajikan aneka kuliner tradisional macam aneka keripik dan pisang goreng dengan bahan baku asli hasil bumi petani Kendal. Per bulan, mereka meraup keuntungan bersih Rp 2,5 juta. 

Bisnis bioskop jelas bukan usaha recehan. Saat ini jaringan bioskop yang merajai tanah air adalah milik konglomerasi padat modal. Sebut saja jaringan bioskop 21 yang jaringannya hampir merata di seluruh Indonesia. Sebagai bisnis yang murni profit oriented, para konglomerat harus patuh dengan mekanisme pasar. Hanya film-film yang dinilai akan menghasilkan untung besar yang akan diputar. Alhasil, film-film luar negeri membanjiri pasar. 

Ikhtiar anak-anak muda Kabelan Ngoopi layak diapresiasi. ‘Heroisme’ mereka pelan-pelan ditiru oleh anak-anak muda di sejumlah daerah. Diantara di Bali, Solo, Cilacap, dan Medan.(Priono/foto istimewa)


Kategori
MEMO

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar