Pandemi Covid-19 akibatkan banyaknya orang yang tidak dapat bekerja, kehilangan pendapatan, kehilangan kesempatan usaha, dan menumpuk hutang untuk memenuhi kebutuhan. Tak kurang dari 1,3 juta hingga 8,5 juta orang Indonesia jatuh miskin. Dalam kondisi biasa, penyandang disabilitas-sekitar 9 persen dari populasi Indonesia lebih rentan menjadi miskin, memiliki pengeluaran kesehatan yang tinggi, dan lebih rentan terhadap guncangan ekonomi.
Pada saat yang sama, hanya sedikit penyandang disabilitas di Indonesia yang memiliki akses perlindungam sosial. Hanya sekitar 3 persen penyandang disabilitas menerima manfaat dari bantuan perlindungan sosial reguler, sedangkan sebagian besar tidak memiliki perlindungan pendapatan selama masa sulit seperti saat ini. Masih banyak yang perlu dilakukan untuk mengurangi beban ekonomi yang dialami oleh penyandang disabilitas serta pengasuh/pendampingnya.
Mayoritas penyandang disabilitas bekerja disektor informal, berpenghasilan rendah dan tidak tetap, sehingga rentan terhadap guncangan pendapatan pada saat krisis. Dua pertiga dari penyandang disabilitas yang bekerja disektor informal seperti sebagai buruh, pedagang kecil, petani/nelayan kecil, pekerja rumah tangga, dan pembuat kerajinan tangan. Rudiyanto salah satu penyandang disabilitas merasakan betul dampak dari Covid-19, ia harus kehilangan pendapatan akibat adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSSB) dan pemberlakuan pembatasa kegiatan masyarakat (PPKM).
Rudiyanto adalah salah satu potret fenomena di atas. Sebelum pandemi Rudiyanto berjualan kopi keliling menggunakan motor yang dimodifikasi layaknya gerobak. Rudiyanto tinggal di daerah Bojong Menteng, Bantar Gebang Kota Bekasi. Ia melakukan aktivitas berjualan kopi keliling mulai pukul 17 sore hingga malam hari. Dalam satu malam gerobak kopi kelilingnya menghasilkan pendapatan mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Pelanggan kopi Rudiyanto ini umumnya para sekuriti dan tukang ojek online. Maklum saja daerah Bantar Gebang merupakan kawasan industri serta pergudangan, tak heran jika dimalam hari banyak aktivitas bongkar muat, dan aktivitas pekerjaan pabrik.
“Sebagai penyandang disabilitas saya tidak merasa risih, ini merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang harus disyukuri. Prinsip hidup saya bagaimana saya bisa bermanfaat bagi orang lain dan tidak berharap belas kasih kepada orang lain. Apa pun pekerjaan saya lakoni asalkan menghasilkan sesuatu yang halal dan bermanfaat bagi hidup ini,” ungkap Rudiyanto, dilapak mainan perahu kelotok dari kaleng di Situ Rawa Gede Bantar Gebang, Kota Bekasi, (24/10/2021)
Rudiyanto banting setir tidak lagi berjualan kopi keliling karena adanya larangan berkumpul. Aktivitas malam pun dibatasi hingga pukul 20.00 saja. “Karena adanya larangan berkumpul itulah dagangan kopi saya jadi sepi karena orang takut keluar rumah. Dengan demikian saya harus berfikir selanjutnya usaha apa yang harus saya lakoni agar kembali meraih pendapatan ekonomi. Kebetulan ada teman mengajak untuk berjualan mainan perahu kelotok yang terbuat dari kaleng ini,” ungkapnya.
Mainan perahu kelotok yang dijual Rudiyanto di pasok dari para perajin mainan di Cirebon, Rudiyanto mematok harga perahu kelotoknya untuk ukuran kecil ia jual dengan harga Rp 25 ribu, dan ukuran sedang Rp 30 ribu. Jika ada yang membeli lebih dari satu maka harganya pun bisa ditawar, tidak terpaku pada harga awal.
Rudiyanto membuka lapaknya mulai dari jam 8 pagi hingga pukul 17 sore, pada hari biasa pendapatan yang diperolehnya hanya berkisar Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu. Situ Rawa Gede ramai dikunjungi wisatawan lokal pada hari-hari libur seperti hari sabtu dan minggu. Pada hari libur inilah penjualan perahu kelotok Rudiyanto meningkat. Di hari minggu saja ia mampu meraih penjualan sebesar Rp 500 ribu. Meningkatnya penjualan itu dipacu karena banyak pengunjung yang membawa anak-anak, yang terkesima mendengar suara tok...tok..tok..yang dikeluarkan oleh perahu mainan tersebut. Dimana suara itu dihasilkan dari minyak sayur/kelapa dibakar dan ditaruh didalam lambung kapal.
Semakin pesatnya kemajuan teknologi dimana perusahaan mainan anak-anak berskala besar menghasilkan mainan yang menggunakan teknologi canggih, menggeser keberadaan mainan tradisional. Bahkan keberadaan mainan tradisional anak-anak itu mulai menghilang karena tak lagi disukai. Anak-anak lebih cenderung beralih ke mainan yang lebih modern. Namun kita patut bersyukur masih ada sebagian orang yang peduli akan keberlangsungan hidup mainan tradisional, sehingga keberadan mainan tradisional tersebut masih didapat meskipun terkadang agak susah mencarinya. Paling tidak mengingatkan kepada calon-calon penerus bahwa semacam inilah mainan yang digemari anak-anak sebelumnya.
Edi Supriadi
Sumber : https://wartakoperasi.net/yang-bertahan-dengan-mainan-tradisional-detail-439110