Oleh Dr. Ahmad Subagyo
(Ketua Umum IMFEA)
Jagad sepakbola dunia sedang ramai dan penuh kejutan. Belum lama ini, Maroko membuat kejutan besar dengan menyingkirkan salah satu kandidat juara Piala Dunia 2022, Portugal. Kesebelasan tempat bercokol salah satu legenda hidup sepak bola dunia, Cristiano Ronaldo, itu dibuat tidak berkutik oleh gocekan Ascraf Hakimi dan kawan-kawan, sampai peluit panjang berbunyi dengan skor 1-0.
"Kejutan" Piala Dunia menjelang putaran akhir itu (final), tampaknya menjalar juga di dunia perkoperasian kita. Dan putaran akhir itu adalah pergulatan panjang regulasi perkoperasian kita, khususnya RUU P2SK tentang pengawasan KSP.
Saat ini ada empat draft RUU P2SK, yang jika dicermati pada sejumlah Pasal, akan menentukan arah Pengawasan KSP ke depan.
Keempat draft itu, pertama, RUU P2SK versi inisiatif DPR. Draft versi "Senayan" inilah yang pertama kali dibahas, dan sempat memantik polemik di kalangan entitas gerakan koperasi. Khususnya, pasal-pasal terkait pengawasan Koperasi Simpan Pinjam oleh OJK.
Kedua, RUU P2SK versi rapat kerja Komisi XI dengan Pemerintah, yang "dimantabkan" pada 8 Desember lalu, atau sehari usai aksi demonstrasi oleh sejumlah elemen gerakan koperasi di depan kantor Kementerian Koperasi dan UKM. Draft "hibrida" ini, juga tetap dinilai menyisipkan celah bagi ketidakpuasan sejumlah pihak.
Ketiga, RUU P2SK versi Rapat Paripurna, yang jika tak ada perubahan jadwal, akan dilaksanakan besok, 15 Desember. Adapun versi terakhir atau keempat, adalah RUU P2SK versi Setneg/Presiden.
Sekali lagi, besok (15/12) ibarat "pertandingan final". Akan membahas secara komprehensif seluruh materi RUU dan masukan dari para pihak pengambil keputusan (legislator).
Proses legislasi yang paling mengundang perhatian di antara berbagai sektor yang dibahas dalam RUU P2SK adalah bidang Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Jika metafor sepakbola boleh dipakai sekali lagi, KSP dalam konteks RUU P2SK ibarat Lionel Messi di ajang Piala Dunia. Krusialnya satu bidang ini pula, dalam proses aspirasinya sampai memunculkan berbagai aksi. Dari lobby-lobby hingga aksi demonstrasi.
Ibarat menggiring bola menuju kotak penalti dan mengoyak gawang lawan, situasi inilah yang sedang dimainkan oleh para legislator kita, baik di Pemerintahan maupun di Senayan.
Kini kita sepenuhnya adalah penonton. Bahkan kurang dari itu, sebab tidak kita lihat secara kasat mata dan dengar, seperti apa yang terjadi di sana. Semua seakan pasrah menerima hasil putaran akhir ini.
Layaknya Pandit atau komentator sepakbola, boleh-lah ikut berkomentar atas proses putaran akhir yang besok akan terjadi.
Berawal dari tendangan bebas pertama berupa “RUU P2SK” yang dilontarkan oleh DPR, muncul reaksi yang sangat progresif dari para pelaku di usaha simpan pinjam oleh Koperasi.
Bola panas berupa “Pasal” yang sangat krusial menjadi sorotan semua pihak, apalagi kalau bukan kehadiran “OJK” dalam pengawasan Koperasi. Gerakan Koperasi berkomentar, Forum Koperasi (Simpan Pinjam) juga bersuara keras.
Enggan kalah, para akademisi juga memberikan analisis dan argumentasi, baik melalui media maupun forum ilmiah lainnya. Inti pesannya, adalah Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam di bawah OJK “tidak bisa di terima”. Haram!
Suara para pelaku KSP dan Gerakan Koperasi direspon oleh DPR. Masukan para akademisi juga diterima oleh Pemerintah. Akhirnya, di putaran kedua pada Rapat Kerja Komisi XI Bersama Pemerintah “suara Gerakan koperasi dan akademisi” tampak didengar dan diakomodir dalam draft RUU P2SK versi kedua (8/12). Sedikit banyak, "tekanan massa" via aksi demo 712 (7 Desember), cukup berdampak. Tidak rugi para "suporter" berbondong-bondong menggeruduk kantor Menteri Koperasi dengan aneka spanduk dan yel-yel gegap gempita.
Raker Komisi XI Bersama Pemerintah ini memutuskan, bahwa Pengawasan KSP dikembalikan ke Kemenkop-UKM, artinya bahwa KSP masih di bawah pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM.
Tapi jangan girang dulu, ada PR bersama plus perdebatan yang tajam tentang nasib KSP. Sebab, dalam tangkapan radar Kemenkop UKM maupun regulator lainnya, secara eksisting ada KSP yang melayani bukan anggotanya sendiri. Ini tidak sesuai dengan prinsip koperasi itu sendiri, plus sejumlah aturan lain.
Lalu, KSP yang belum jelas jenis kelaminnya ini akan masuk ke mana?
Maka muncullah istilah CLOSED LOOP dan OPENED LOOP. Inilah yang dalam waktu sepekan menjadi PR Bersama untuk memastikan pengaturannya.
Selama sepekan ini, proses penyusunan DIM baru pun dikebut untuk melengkapi berbagai argumentasi, landasan filosofis, landasan akademis, landasan sosiologis dan landasan praktis. Didekonstruksi baik oleh Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Suatu proses yang tidak segampang lemparan ke dalam maupun sepak pojok.
Pergulatan akademis, argumentasi politis, serta adanya sisi-sisi humanis dari berbagai pihak yang memberikan masukan, misalnya, hanya untuk hanya menulis satu pasal “penting” tentang KRITERIA OPENED LOOP. Karena ternyata Kemenkop UKM, hanya akan mengawasi yang CLOSED LOOP. Mengawasi yang jelas-jelas saja. Sangat masuk akal jika Kemenkop UKM mengambil opsi pragmatis ketimbang nanti harus off side.
Sebagai pengamat, penulis hanya dapat memprediksi, bahwa kehadiran RUU P2SK pastinya akan memberikan penguatan kepada Industri Keuangan yang diaturnya.
Mustahil jika RUU P2SK tidak membawa perubahan pada pasal-pasal yang diaturnya. Artinya, bahwa penguatan yang dimaksud di sini, adalah ihwal pengaturan dan pengawasan yang semula dipikul sendirian oleh KEMENKOP UKM. Pasca diundangkan-nya RUU P2SK, maka Kemenkop UKM tidak jomblo lagi, ia akan duet dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Efektifkah "duet maut" itu dalam menghalau praksis-praksis menyimpang koperasi nakal? Atau akan tetap kebobolan dengan banyak gol? Berikutnya, seperti apa formasi starting line yang akan dipasang?
Penulis perkirakan, yang akan di posisi striker atau gelandang serang adalah Kemenkop UKM. Tim Kemenkop UKM yang akan menelisik, menyensor, dan meng-assesment, mana KSP yang closed dan mana yang opened.
Nah, ketika ada yang tertangkap berpraktek opened, maka akan langsung digocek dan dioper ke partner sebelah, OJK, yang menguasai ranah permainan dan peraturan spesifik.
Saat inilah waktu yang paling KRITIS, saat menentukan KRITERIA Closed dan Opened Loop di Putaran akhir. Kriteria ini semestinya dimasukkan dalam satu Pasal. Karena, jika dibiarkan menggantung, dikhawatirkan akan menjadi “peraturan karet” yang dapat dipermainkan pihak tertentu yang diberikan “kuasa” untuk mengaturnya. Kriteria ini semestinya didasari pada alasan dan argumentasi yang logis, ilmiah dan seimbang.
Sebagai peneliti, penulis memberikan saran, sebaiknya kriteria tidak perlu dibuat detail di dalam suatu Undang-Undang. Sebab UU semestinya bersifat FLEKSIBEL dan ADAPTABEL.
Pada berbagai perdebatan tentang menentukan kriteria CLOSED dan OPENED LOOP ini terlihat sangat detail. Penulis khawatir kita terjebak saat pembuatan PERATURAN PELAKSANAAN, setingkat PERMEN.
Kriteria yang paling logis untuk menentukan CLOSED dan OPENED LOOP adalah KEANGGOTAAN dan USAHA YANG DIJALANKAN. Sepanjang KSP melayani anggotanya sendiri dan usaha yang dijalankan adalah usaha simpan pinjam, maka itulah CLOSED LOOP. Sesimpel itu, tak perlu tiki-taka lagi. Adapun pengaturan detail, sebaiknya diturunkan saja dalam PERMEN.
Saat-saat yang kritis ini, mari kita berdoa, semoga para pengambil kebijakan, besok 15 Desember 2022 di Rapat Paripurna, menghasilkan keputusan yang bijak dan mampu memberikan arah yang benar dan jelas dalam mengantarkan gerakan koperasi yang lebih baik di masa yang akan datang. Koperasi Indonesia Juara. Goool..! (*/pr)