Tips Bisnis
Seperti produk, fokus bisnis koperasi bisa bersifat solusi atau visioner. Apa bedanya?
Sebagian besar bisnis yang dikelola koperasi di Indonesia bersifat jasa layanan USP tidak menghasilkan produk yang dibutuhkan user di masa depan.
Mayoritas koperasi di negeri ini memilih bermain di comfort zone alias zona nyaman dengan menggarap unit simpan pinjam (USP) yang memang dibutuhkan anggota.
Fakta juga, sebagian besar koperasi di negeri ini menggantungkan sustainable usahanya pada kegiatan simpan pinjam. Dari unit ini pula koperasi mendapatkan penghasilan lumayan ketimbang unit bisnis lain.
Mengapa USP menjadi pilihan mayoritas koperasi di negeri ini? Jawabannya karena anggota memerlukan pinjaman uang. Juga, mengelola usaha di sektor keuangan lebih simpel dibandingkan perdagangan toko koperasi yang lebih rumit dan kompetisinya sudah tidak sehat.
Maka, bisa disimpulkan sebagian koperasi di negeri ini berbisnis sebagai solusi atas kebutuhan anggota akan pinjaman uang. Koperasi yang model bisnisnya visioner, sayup-sayup terdengar.
Visioner itu seperti apa? Karena koperasi tetaplah pelaku bisnis, maka tidak ada salahnya kita ambil sampel dari produk kapitalis. Contohnya mobil Tesla dari Elon Musk.
Seperti dikatakan Dr Indrawan Nugroho di laman youtube-nya, bisnis visioner itu seperti Elon Musk mobil Tesla. Karena visionernya, bahkan hingga saat ini, belum banyak produk dari Elon Musk yang bisa dinikmati oleh customer.
Beda bisnis berbasis solusi dan visioner itu apa? Toh keduanya juga solutif. Benar, keduanya memang solutif atas kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi anggota atau customer.
Yang membedakan adalah produk visioner menjadi solusi bukan hanya di masa sekarang, tetapi juga jauh di masa mendatang. Atau sifatnya jangka panjang.
Sedangkan usaha yang bertumpu sebagai solusi, sifatnya short term atau middle term alias jangka pendek dan menengah. Sebagian besar koperasi,usahanya ada di solusi jangka pendek dan menengah.
Dengan karakter usaha yang jangka pendek dan menengah, maka apa yang bisa dilakukan koperasi agar bisnisnya growth?
Jawabannya sudah dilakukan oleh sebagian besar koperasi di negeri ini. Yakni melakukan efisiensi alias penghematan.
Efisiensi menjadi strategi pilihan mayoritas manajemen dan pegiat koperasi untuk meningkatkan pendapatan atau merealisasikan target yang sudah tertuang dalam rencana kerja dan anggaran pendapatan belanja koperasi.
Bentuk efisiensi bermacam-macam disesuaikan dengan kondisi koperasi. Ada yang memilih menghemat biaya operasional agar pengeluaran tidak membengkak.
Ada juga yang memilih efisiensi dengan memangkas unit bisnis yang sudah tidak perform dan cenderung menjadi beban koperasi.
Skip Pendidikan Anggota
Yang harus dihindari dengan dalih efisiensi adalah pengurangan atau meniadakan kegiatan pendidikan anggota. Karena, dari pendidikan anggota, koperasi bisa tumbuh dan berkembang.
Bagaimanapun kondisi finansial koperasi, pendidikan koperasi tetap harus dilaksanakan. Karena anggota adalah captive market, intangible assets yang harus terus dikembangkan mindsetnya.
Justru menjadi kerugian bagi koperasi sendiri, jika pendidikan anggota ditiadakan dengan dalih mau berhemat. Manfaat dari pendidikan anggota jauh lebih besar dibanding biaya untuk pendidikan koperasi.
Sebelum memangkas biaya pendidikan anggota, sudah seharusnya manajemen dan pengurus koperasi mengaudit kembali pos-pos pengeluaran mubazir yang tidak ada kontribusinya untuk kemajuan bisnis dan organisasi koperasi.
Tidak ada salahnya dengan pilihan menjadi solusi. Tapi untuk tetap sustain, menjadi leader atau pioneer dan menciptakan market, maka manajemen dan pengurus koperasi perlu menciptakan bisnis bersifat visioner. Dan itu tidak mudah jika kultur sebagian besar koperasi di tanah air tidak mempunyai divisi R&D (research and development) untuk pengembangan produk atau layanan di koperasi.
(Susan/foto: istimewa)