Oleh : Martino Wibowo, Ph.D. (*)
Dunia saat ini tidak hanya akan mengalami disrupsi tetapi juga perubahan paradigma (shifting paradigm) dan juga perubahan dari ruang dunia itu sendiri (shifting the realm). Seperti yang pernah diungkapkan oleh William Gibson pada tahun 1984 dalam novel cyberpunk nya yang berjudul “Neuromancer” yang mengilhami terciptanya film “The Matrix” pada tahun 1999.
Adapun istilah “Metaverse” sendiri, meskipun masih menjadi perdebatan, pertama kali digaungkan oleh Neil Stephenson dengan Snow Crash pada tahun 1992 dan novel begenre post-modernismenya Phil K. Dick dengan judul “We Can Remember It For You Wholesale“. Disamping itu terdapat anime Jepang yang berjudul “Summer wars” ataupun “Leadale daiche no ite”, dimana manusia akan masuk dan terhubung langsung dengan ruang dan waktu virtual seperti halnya berada dalam dunia nyata (real world). Hal ini bisa kita lihat dari dimulainya interkoneksi manusia secara online yang bisa memenuhi kebutuhan manusia untuk berinteraksi satu sama lain yang mungkin akan berkembang kearah pengembangan virtual reality (VR) dan AR (augmented reality).
Sedangkan istilah VR sendiri menurut kamus Brittanica adalah virtual reality (VR), penggunaan pemodelan dan simulasi komputer yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan visual tiga dimensi (3-D) buatan atau lingkungan sensorik lainnya. Aplikasi VR membenamkan pengguna dalam lingkungan yang dihasilkan komputer yang mensimulasikan realitas melalui penggunaan perangkat interaktif, yang mengirim dan menerima informasi dan dipakai sebagai kacamata, headset, sarung tangan, atau setelan tubuh.
Dalam format VR biasa, pengguna yang mengenakan helm dengan layar stereoskopik melihat gambar animasi dari lingkungan yang disimulasikan. Ilusi "berada di sana" (telepresence) dipengaruhi oleh sensor gerak yang menangkap gerakan pengguna dan menyesuaikan tampilan di layar, biasanya secara real time (saat gerakan pengguna terjadi). Dengan demikian, pengguna dapat menjelajahi rangkaian kamar yang disimulasikan, mengalami perubahan sudut pandang dan perspektif yang secara meyakinkan terkait dengan putaran dan langkah kepalanya sendiri. Mengenakan sarung tangan data yang dilengkapi dengan perangkat umpan balik paksa yang memberikan sensasi sentuhan, pengguna bahkan dapat mengambil dan memanipulasi objek yang dilihatnya di lingkungan virtual.
Istilah realitas virtual diciptakan pada tahun 1987 oleh Jaron Lanier, yang penelitian dan tekniknya menyumbangkan sejumlah produk ke industri VR yang baru lahir. Benang merah yang menghubungkan penelitian VR awal dan pengembangan teknologi di Amerika Serikat adalah peran pemerintah federal, khususnya Departemen Pertahanan, National Science Foundation, dan National Aeronautics and Space Administration (NASA). Sedangkan Augmented Reality (AR) merupakan salah satu teknologi visualisasi yang menggabungkan data atau obyek virtual dengan obyek real, contoh aplikasinya adalah pada permainan virtual dengan mode first-person perspective seperti Pokemon Go ataupun permainan yang berbasis ruang 3D seperti Sim City atau The Sims di rentang tahun 2000an.
Inovasi Digital dan Dampak Ekonomi
Lalu bagaimana inovasi digital ini akan memberikan dampak pada dunia usaha dan ekonomi? dan bagaimanakah dengan minat investor untuk berinvestasi dalam dunia baru ini? Ternyata sudah banyak sekali perusahaan berbasis teknologi dan juga bisnis dan perdagangan masuk ke dalam investasi ini dalam jumlah investasi yang tidak main-main. Sebut saja nama-nama besar seperti Wall-mart, Facebook dan juga Microsoft, dan sebagainya.
Sebagai informasi, raksasa perdagangan amerika serikat yakni “Wallmart”, tampaknya menjelajah ke metaverse dengan rencana untuk membuat cryptocurrency sendiri dan koleksi token yang tidak dapat dipertukarkan, atau Non Fungible Token (NFT). Meski masih terbatas pada barang seni digital dan transaksi dari blockchain kripto Ethereum namun dari segi penggunaan NFT ini dapat merekam transaksi di dalamnya dan mewakili barang berharga atau unik dengan nilai tukar yang tidak bisa diganti.
Di Indonesia belakangan ini juga dihebohkan oleh sosok Ghozali dengan pendapatannya sebesar 12.6 Milliar rupiah dari NFT, yang menyebabkan aparat pajak harus memperingatkan yang bersangkutan untuk segera melaksanakan kewajiban pembayaran pajak penghasilannya. Tak kurang juga, kemenkominfo berkoordinasi dengan Bappepti melakukan pengawasan terhadap penggunaan platform ini.
Selain itu, tidak tanggung-tanggung facebook sebagai raksasa penguasa media sosial berbasis internet juga berinvestasi dalam dunia virtual ini. Facebook sendiri telah berinvestasi sebesar USD50 juta atau Rp709 triliun untuk mempersiapkan dan meneliti Metaverse. Dari investasi itu, Facebook kemudian merekrut 10 ribu karyawan baru di Uni Eropa untuk mengembangkan teknologi ini. Selain itu Microsoft Corp. setuju untuk membeli Activision Blizzard Inc. dalam kesepakatan tunai senilai sekitar $75 miliar, menggunakan akuisisi terbesarnya sejauh ini dan menjadikannya perusahaan game dengan pendapatan terbesar ketiga di dunia berdasarkan di belakang Tencent Holdings Ltd. China dan Sony Group Corp Jepang.
Selanjutnya, meski dimungkinkan akan menjadi suatu keniscayaan, apakah dunia metaverse ini berkembang dikemudian harinya dan dimanfaatkan sebagai dunia baru untuk berbisnis adalah hal yang saat ini masih menjadi hal yang menjadi keragu-raguan oleh sebagian kalangan pelaku usaha dan juga ekonomi. Karena dalam beberapa hal sifatnya yang kurang efisien dalam penggunaan VR dan juga AR. Selain itu isu monopoli juga akan menjadi suatu permasalahan, jika hanya satu pihak yang menjadi kreator juga akan menguasai lahan-lahan didalam dunia ini. Selain itu masalah regulasi juga menjadi isu utama dalam dunia baru tersebut. Dunia metaverse juga akan menuntut adanya: (1) Peningkatan volume data, daya komputasi dan konektivitas; (2) Kemampuan analitis dan bisnis intelijen; (3) Bentuk baru dari interaksi human-machine, seperti touch interface dan sistem augmented-reality; serta (4) Pengembangan transfer instruksi digital ke dalam bentuk fisik, seperti robotik dan cetak 3D.
Tetapi bagi kalangan yang optimis, dunia metaverse adalah merupakan suatu peluang dan tantangan untuk bisa meningkatkan pendapatan virtual dengan pemanfaatan berbagai fasilitas inovasi keuangan digital (IKD) dan juga penerapan transaksi berbasis blockchain secara komprehensif dan sirkuler. Dimana para pelaku usaha yang bertransaksi dapat bertemu muka dan juga melakukan deal-deal bisnis di dalamnya meski secara virtual dengan penerapan transaksi yang terdesentralisasi secara sistem. Sedangkan dampaknya bagi ekonomi, seperti yang diterangkan dalam kurva Kuznetz dalam Todaro (2006) dijelaskan bahwa adanya titik balik dari perekonomian yang memiliki lingkungan yang membaik akan meningkatkan income per capita. Meski penulis sendiri masih mencoba menelaah, lingkungan ekonomi ini memiliki ekosistem dan tipologi yang sangat berbeda dengan dunia nyata karena ada media dan algoritma teknologi didalamnya, dimana aturan dapat berubah sedemikian rupa dengan cepatnya ketika terjadi inovasi baru didalam dunia tersebut. Ini memerlukan knowledge investment bagi para aktor yang masuk didalam dunia tersebut. Adapun menilik Kembali dunia yang hampir mirip dengan metaverse yakni Second life, dimana perusahaan sekelas IBM yang masuk didalamnya tetapi tidak berkembang setelah di launc pada tahun 2003.
Sebagai penutup, adanya dunia baru ini tidak bisa dipungkiri akan menjadi suatu inovasi yang menjadi suatu keniscayaan sebagaimana fakta-fakta dari observasi yang disebutkan sebelumnya bahwa sudah banyak investor yang juga tertarik untuk masuk didalamnya. Selain itu, inovasi ini akan menjadi hal yang patut untuk dipertimbangkan lebih lanjut bagi para para stakeholder dan investor yang akan akan masuk didalamnya karena kemungkinan adanya monopoli, fraud dan juga signifikannya volatilitas nilai asset kripto yang digunakan sebagai alat transaksi. Pilihannya adalah sebagaimana Neo dalam film “The Matrix”, dimana ia diberikan pilihan antara pil merah dan biru oleh Morpheus, yakni merah untuk mengungkapkan kebenaran tentang Matrix, dan biru untuk melupakan segalanya dan kembali ke kehidupan sebelumnya atau malah harus melawan “agen” Smith, yang mana si agen tersebut bertujuan untuk menghancurkan Zion dan menghentikan manusia untuk keluar dari sistem Matrix. Atau malah menjadi “Pengidap Skizofrenia ” akut karena tidak bisa membedakan antara ilusi dan dunia nyata. (*)/PR
-------------------------------------------------------------
Opini merupakan pemikiran atau pendapat pribadi penulis.
*) Penulis merupakan praktisi sekaligus akademisi bidang manajemen inovasi dan manajemen sustainability. Tenaga pengajar di Universitas Terbuka.