Penghapusan Kredit Macet UMKM, Perlu Diversifikasi Akses Kredit Non Bank

Penghapusan Kredit Macet UMKM, Perlu Diversifikasi Akses Kredit Non Bank


Kementerian Koperasi dan UKM mewacanakan penghapusan tagihan kredit macet bagi kalangan UMKM. Hal itu, menurut Menegkop Teten Masduki, merupakan amanat UU P2SK agar UMKM bangkit dari dampak pandemi. Sejumlah pengamat menekankan perlunya diversifikasi akses kredit non bank.

Meskipun geliat dunia usaha terus membaik, performa UMKM pasca pandemi belum seratus persen pulih. Termasuk relasi dengan dunia keuangan (perbankan), yang disebut BAPPENAS capaian kredit usaha UMKM hanya mencapai 24 persen pada 2024.

Dari paparan press rilis Kementerian Koperasi dan UKM yang diterima WK (30/3) salah satu penyebab rendahnya porsi kredit usaha UMKM adalah kegagalan lolos SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan). Untuk alasan itu, Kemeterian Koperasi dan UKM dalam rapat dengan Perwakilan Kemenko Perekonomian, Bank Indonesia, OJK, dan Bank Himbara (BRI, BSI, BNI dan Mandiri), di Jakarta, Rabu (29/03) lalu, mewacanakan penghapusan kredit macet UMKM.

Menteri Teten menjelaskan saat ini sebesar 69,5 persen UMKM tidak mengakses kredit perbankan di mana 43,1 persen UMKM membutuhkan kredit. “Potensi kebutuhan kredit pelaku UMKM tersebut mencapai Rp1.605 triliun dan jika financial gap UMKM tersebut terpenuhi maka rasio kredit UMKM meningkat menjadi 45,75 persen,” ujar Menegkop dalam press rilis yang diterima WK (30/3).

 Ditambahkan Teten, adanya pandemi COVID-19 menyebabkan banyak pelaku-pelaku usaha yang berhenti beroperasi dan bahkan ada yang sampai gulung tikar, hal ini menyebabkan pelaku usaha tidak mampu untuk membayar angsuran kredit mereka yang berimbas terjadinya kredit yang macet.

Menteri Teten menambahkan, melalui Undang - Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), pada Pasal 250 dan Pasal 251 mengatur penghapusbukuan kredit macet kepada UMKM untuk mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM.

“Pasal ini memberi payung hukum bagi bank dan lembaga keuangan non-bank BUMN untuk penghapusbukuan dan penghapustagihan kredit macet UMKM untuk mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM”.

Penghapustagihan kredit macet UMKM yang sudah di hapus bukukan tidak akan mempengaruhi kesehatan perbankan kerena sudah dikeluarkan dari neraca. Menteri Teten juga menegaskan pihaknya juga telah mendapatkan dukungan dari Bank Himbara dalam melaksanakan penghapustagihan kredit macet UMKM. “Kami bersama stakeholder terkait seperti Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, BI, OJK dan aparat penegak hukum akan menyamakan persepsi dan mengusulkan regulasi berupa peraturan Presiden serta dibentuknya komite bersama”.

Diversifikasi Akses Permodalan

Seberapa efektif penghapusan kredit macet untuk mendongkrak performa usaha UMKM? Menarik mencermati paparan Djauhari Sitorus dari ILO-Jakarta, dalam Microfinance Expert Forum (MEF) yang dihelat IMFEA beberapa waktu lalu. Mengangkat isu “Digitalisasi UMKM”, Sitorus memaparkan potensi, peluang dan tantangan digitalisasi UMKM.

Sitorus mengungkapkan fakta, bahwa perdagangan nasional dan internasional saat ini dilakukan secara online dengan prosentase sebesar 68% dan sisanya offline. Dampak transaksi digital dalam perdagangan telah mampu membuka pekerjaan baru 84% minimal 1 orang pekerja. Bandingkan dengan trading offline yang hanya sebesar 64%.

“Pasca pandemi UMKM memiliki prioritas kebutuhan terhadap permodalan sebesar 56%, kebutuhan terhadap kemudahan berusaha (perijinan) sebesar 31%, kebutuhan terhadap keringanan pajak sebesar 15%, dan sisanya ingin mendapatkan pelatihan sebesar 13%. “Tantangan yang dihadapi oleh UMKM antara lain berupa keterbatasan modal (30%), keterbatasan literasi digital (27%), keterbatasan kepemilikan terhadap device (10,8%). Juga keterbatasan pemahaman terhadap proses dan prosedur (7,8%) dan keterbatasan SDM (4,8%),” papar Sitorus.

Lebih lanjut, penggunaan digitalisasi UMKM dari 20% menjadi 50% dapat meningkatkan transaksi perdagangan sebesar Rp. 546,5 Triliun yang diperkirakan akan tercapai pada 2024. Adapun faktor-faktor yang dibutuhkan untuk meningkatkan digitalisasi UMKM antara lain permodalan, literasi digital, dan penyederhanaan proses bisnis digital.

Perbankan memang bukan satu-satunya sumber akses pendanaan bagi UMKM. Hal ini bisa dilihat dari kecenderungan pembiayaan ke sektor mikro yang terus bertumbuh. Namun ada sedikit catatan, bahwa pertumbuhan ini disokong oleh andil fintech dan layanan keuangan digital yang tumbuh signifikan. (Pr)

 

 

Sumber : https://wartakoperasi.net/penghapusan-kredit-macet-umkm-perlu-diversifikasi-akses-kredit-non-bank-detail-447743