Mencapai Kebahagiaan ala Imam Ghazali
Jumat pagi (6/12) ruangan rapat Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia (IKPRi) terlihat hangat dipenuhi karyawan IKPRI berbaju putih. Seperti biasa, tiap jumat minggu pertama IKPRI mengadakan pengajian yang diikuti karyawan dan pengurus IKPRI.
Pengajian dibuka dengan uraian dari Sekretaris IKPRI Fahruddin Zaid, M.Si. "Menapaki akhir tahun kegiatan kita makin padat. Kegiatan makin padat menghadapi pelepasan saham BKE," terang Fahruddin. Ia berharap karyawan beradaptasi dengan memperbaharui diri agar tidak gagap teknologi alias gaptek terlebih menghadapi tahun 2020.
Sementara Bendara IKPRI Hasanudin, B.Sy, SH berharap bisnis IKPRI bisa lebih bergerak pada 2020. Hasanudin juga menyoroti rencana kerja IKPRI. "Menyangkut kegiatan akhir tahun tolong rencana kerja 2019 yang belum terealisasi direalisasikan, terutama menyangkut anggaran. Sebelum tanggal 26 yang belum terealisasikan tolong direalisasikan. Kita berniat dan bertekad tahun 2020 lebih baik, lebih sehat, dan lebih sukses. Mudah-mudahan Allah SWT mengijabah doa kita."
Usai uraian dari pengurus, pengajian diisi dengan tausiyah dari Ketua Umum IKPRI Prof Dr Agustitin Setyobudi. Materi tausiyah pagi itu bertema Filsafat Kebahagiaan Imam Ghazali. "Filsafat kebahagiaan Imam Ghazali berbicara tentang keseimbangan antara kondisi pikiran, perasaan, hati, dan raga kita," terang Prof Agustitin.
Untuk mencapai keseimbangan keempat elemen tersebut, kata Agustitin, umat Islam bisa mempelajarinya melalui Al Quran dan hadist. Bahkan, filsafat dalam Islam juga hanya digunakan untuk pendalaman firman-firman Illahi Rabbi yang boleh memahaminya dengan akal. "Karena ada firman yang tidak boleh menggunakan akal, harus diterima apa adanya," terang Prof Agustitin.
Kebahagiaan versi Imam Ghazali, kata Prof Agustitin, merupakan kondisi spiritual saat manusia mencapai puncak ketaqwaan. "Kebahagiaan itu manifestasi dari berharga. Mensyukuri keberadaan kita. Mampu melapangkan hati."
(Susan/Foto : Susan)