Pusat Koperasi Pegawai RI (PKPRI) Kediri, menyurati Menteri Koperasi dan UKM terkait tindak lanjut pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) No7/Tahun 2021 ihwal Pembinaan, Pemberdayaan dan Perlindungan terhadap Koperasi. Usulan tersebut disampaikan oleh PKPRI Kediri per tanggal 8 April lalu, memuat 2 usulan pokok, yaitu terkait Pembentukan Koperasi (Pasal 3 ayat (1)) dan Transaksi Usaha (Pasal 10,11, dan 12).
Sebagai entitas gerakan koperasi yang puluhan tahun eksis dan berpengalaman memberdayakan anggota, PKPRI Kediri menilai PP No.7/2021 memang diniatkan oleh Pemerintah untuk kebaikan koperasi. Hanya saja, terdapat sejumlah pasal yang memerlukan daya kritis untuk memahami dan menerapkannya, termasuk di kalangan pemerintah selaku regulator. Menurut surat yang ditandatangain seluruh jajaran Pengurus dan Pengawas PKPRI Kediri dan ditembuskan juga ke Induk Koperasi Pegawai RI (IKPRI) itu, dimensi prinsip dan filosofis, dan praksis riil, tidak boleh diabaikan oleh para pemangku kebijakan. WartaKoperasi yang mendapat salinan surat itu, Kamis (22/4), menukilnya lengkap sebagai berikut :
1. PP 7/2021 pasal 3 ayat (1) mengatur bahwa koperasi primer dibentuk paling sedikit oleh 9 ( Sembilan ) orang.
Kami menyadari dan memahami bahwa seiring dengan tuntutan masyarakat serta lahirnya kebijakan Pemerintah untuk mengapresiasi aspirasi masyarakat , maka dalam pendirian koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi perlu diatur kemudahan untuk pendiriannya, tetapi perlu difikirkan agar kebijakan tersebut tidak menutup ruang untuk tetap berkembang dan hadirnya nilai koperasi sebagai berikut :
a) Sebagai kumpulan orang ( bukan : persekutuan modal ), kekuatan koperasi terutama kepada seberapa banyak orang atau anggota yang berhimpun. Semakin banyak orang atau anggota yang berhimpun maka koperasi itu semakin kuat secara organisatoris atau dalam rangka pengembangan usaha.
b) Sebagaimana prinsip dasar demokrasi perekonomian , maka badan usaha yang melibatkan banyak orang, memerankan banyak orang dan memberikan kesejahteraan kepada banyak orang karena ikut terlibat dalam pengelolaannya adalah cita cita yang diharapkan bersama, dan koperasi adalah badan usaha yang mampu menjawab terwujudnya prinsip dasar tersebut diatas.
c) Tujuan awal pendirian koperasi pada hakekatnya adalah usaha bersama dari sekelompok orang yang mempunyai masalah yang sama dan bersama sama pula berhimpun untuk memecahkan masalah yang dihadapinya bersama. Koperasi dibentuk berlandaskan semangat dan nilai gotong royong sebagai gerakan saling menolong, bukan semata – mata untuk mengembangkan modal.
Berkaitan dengan pokok pokok pikiran diatas, kami mengusulkan agar apa yang telah diatur dalam pasal 3 ayat (1) diatas. Dapat diterbitkan peraturan pelaksanaannnya yang mengatur lebih lanjut agar koperasi yang telah didirikan berkewajiban untuk mengembangkan jumlah keanggotaanya seiring dan signifikan dengan usaha yang dikembangkannya dalam koridor prinsip dan nilai koperasi. Sebagai ilustrasi : kalaupun koperasi didirikan oleh sembilan orang dan tetap bertahan dengan sembilan orang anggotanya, bagaimana jadinya kalau koperasi tersebut lalu menjalankan usaha simpan – pinjam dengan 9 orang yang terlibat ?
2. Pasal – pasal PP 7/2021 ( seperti pasal 10, 11 dan 12 ) mengatur tentang transaksi usaha yang dilakukan oleh koperasi baik untuk memenuhi kebutuhan anggotanya maupun memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kami melihat bahwa pada dasarnya usaha/pelayanan yang dilakukan koperasi diatur menjadi dua kelompok , yaitu kelompok usaha/pelayanan untuk memenuhi kebutuhan anggotanya dan kelompok usaha/pelayanan untuk memenuhi kebutuhan bukan anggota. Selanjutnya sebagaimana diatur dalam pasal 12 bahwa usaha pelayanan kepada bukan anggota dicatat sebagai transaksi bisnis (sedangkan pelayanan kepada anggota tidak ditegaskan secara explisit sebagai transaksi pelayanan), ketentuan bahwa pelayanan kepada anggota sebagai transaksi pelayanan diungkapkan atau ditemukan dalam penjelasan pasal 12 PP 7/2021.
Pengaturan usaha/pelayanan koperasi sebagaimana diatas tentulah akan terkait dengan sumber permodalan , sumber pembiayaan, maupun penghitungan Sisa Hasil Usaha sebagai komponen laporan keuangan integrasi koperasi ( ketentuan dalam penjelasan pasal 12 PP7/2021 )
Berkaitan dengan pokok pokok pikiran diatas, kami mengusulkan agar dapat diterbitkan Peraturan pelaksanaan yang mengatur lebih lanjut tentang Usaha Koperasi, Sumber permodalan, Sumber pembiayaan dan Sisa Hasil Usaha Koperasi; sebagai berikut :
1. Diterbitkan peraturan yang secara tegas mengatur bahwa pelayanan/usaha koperasi kepada anggota adalah transaksi pelayanan ( sebagai kelengkapan transaksi binis koperasi yang telah diatur dalam PP 7/2021 ).
2. Diterbitkan peraturan yang secara tegas mengatur bahwa laporan keuangan koperasi terdiri dari laporan keuangan transaksi pelayanan dan laporan keuangan transaksi bisnis koperasi.
3. Diterbitkan peraturan yang mengatur sumber pemodalan, sumber pembiayaan dan penghitungan Sisa Hasil Usaha dari pelayanan/usaha yang dilakukan koperasi baik untuk memenuhi kebutuhan anggota maupun untuk memenuhi kebutuhan bukan anggota.
Sebagai ilustrasi : Penghitungan Sisa Hasil Usaha dari Tansaksi Bisnis Koperasi tentulah tidak dapat disamakan pengakuannya dengan Sisa hasil usaha dari transaksi pelayanan. Kami informasikan lebih lanjut kepada Yang terhormat Bapak Menteri Koperasi UKM RI; bahwa usulan yang kami sampaikan diatas adalah hasil pemikiran / diskusi bersama jajaran Pengurus Koperasi Pegawai Republik Indonesia dilingkungan Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia yang dilaksanakan secara daring pada tanggal 18 Maret 2021 dengan topik mensikapi pasca UU Cipta Kerja.
(PRIONO)
Sumber : https://wartakoperasi.net/pak-menteri-koperasi-inilah-usulan-terkait-pp-7-2021-dari-pkpri-kediri-detail-434861