Nasib Koperasi Dan Ketiadaan Bisnis

Nasib Koperasi Dan Ketiadaan Bisnis

RAMUAN FAKTA

Kita insan Koperasi yang masih percaya, bahwa dengan Koperasi kita bersama dapat menggapai Kesejahteraan Anggotanya. Sayangnya, kenyataannya semua teriakan kita seperti hembusan angin di padang pasir, tidak ada yang peduli. 

Coba saja kita ulang pernyataan banyak orang yang berteriak, menangis atau meratap, mengeluh bahkan mengadu kesakitan seperti : 72 Tahun Tantangan Kemandirian Koperasi, Penerapan TI pada Koperasi, Kontribusi Koperasi setelah 72 Tahun, Harap-harap cemas Koperasi di Era Teknologi 4.0, Agar Korban Fintech Tidak Berjatuhan, Diklat Koperasi Perluas Wawasan, Menanti Peran Pemerintah dalam Pengembangan Koperasi, Pembiayaan Perumahan Minus Koperasi, Revitalisasi Koperasi Perkotaan, dan banyak lagi tulisan Insan Koperasi di Majalah Warta Koperasi, ibarat “Menulis di atas air”.

Tampaknya, apapun yang kita Insan Koperasi omongkan, apapun yang kita teriakkan, bahkan lagu apapun yang kita dendangkan hanya habis terbawa angin malam. Yang pasti inilah kondisi Koperasi dalam perekonomian Nasional Indonesia saat ini, nasibnya masih buruk!

Masih untung kalau ada orang yang bertanya saat ini, apa ada yang salah selama ini ?? Barangkali selama ini kita terlalu banyak membebani Koperasi dengan beban pembinaan Administrasi, Akuntansi, Keanggotaan dan Organisasi, sementara koperasi masih lemah kemampuan finansiilnya. 

Darimana koperasi mendapatkan biaya operasional untuk biaya Organisasi, Honor Pengurus dan biaya operasional lainnya, sementara SHU sangat kecil bahkan minus. SHU nya sangat kecil sehingga termakan Inflasi, akibat ketiadaan Usaha atau Bisnis yang layak dan memadai yang mereka kelola sendiri.


RASIONALISASI

Barang kali saatnya kini kita Insan Koperasi dan Pengambil Keputusan dibidang Perkoperasian harus lebih berpikir jernih dan objektif berdasarkan posisi pasar dan kemampuan organisasi. Koperasi harus berawal dan berpusat pada Bisnis Koperasi nya. Logis kalau Koperasi harus mampu membiayai hidup nya dari hasil usahanya sendiri.

Masalahnya ialah Usaha (Bisnis) apa yang layak dikelola oleh badan Usaha Koperasi sebagai Lembaga Ekonomi? Karena ada tingkatan Koperasi seperti di KPRI (Koperasi Pegawai RI), maka Unit Usaha (Perusahaan) yang sewajarnya dibina oleh Koperasi Primer seperti KPRI, adalah minimal setara dengan Usaha Kecil (UK) seperti : Toko, Waserda, Peternakan, Cafetaria, Rumah Makan dan lainnya yang lebih banyak untuk kepentingan ekonomi anggotanya. Mampu dikelola oleh Pengurus KPRI dan mendatangkan keuntungan (SHU). 

Ada juga Sekunder KPRI yang punya wilayah Kerja Provinsi, seperti PKPRI dan GKPRI (Sistem 3 Jenjang) yang tentu saja lebih banyak melayani Anggotanya yaitu KPRI di Provinsi itu. Skala Usaha Sekunder KPRI Tingkat Provinsi harus dirancang lebih besar dari Usaha Kecil (UK), minimal sudah masuk Usaha Menengah (UM). Banyak sekali Usaha/ Bisnis yang bisa masuk skala UM seperti : Perhotelan, Transportasi, Klinik, Perguruan Tinggi, Perumahan, Perparkiran, dan lainnya yang layak dan mampu dikelola oleh Pengurus Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi.

Sedangkan Koperasi Sekunder Tingkat Nasional tentu saja harus lebih besar skalanya dan modern. Tidak lagi dalam skala UK atau UM tapi harus Usaha Besar (UB). Karena wilayah operasi nya Nasional atau Regional serta harus melayani Anggotanya berupa KPRI Tingkat Provinsi tentu saja  Badan Usaha nya harus mampu menghasilkan keuntungan (SHU), minimal untuk biaya Operasional termasuk Gaji/Honor Karyawannya.


HARAPAN KEDEPAN

             

Sumber : https://wartakoperasi.net/nasib-koperasi-dan-ketiadaan-bisnis-detail-419625