Disrupsi teknologi dan pandemi telah menggeser lansekap bisnis baik level lokal maupun global. Seperti apa bisnis di masa depan?
Perkembangan reknologi yang masif telah merubah peta bisnis di belahan dunia. Teknologi yang memudahkan hidup manusia telah mencetak generasi rebahan yang maunya serba praktis dan cepat.
Dulu tidak pernah terbayang oleh kita, pesan makanan dengan hanya klik lewat aplikasi di ponsel. Atau pesan taxi, ojek, mobil hanya dari aplikasi yang terinstal di telepon genggam.
Bahkan belanja pun tidak perlu keluar rumah. Cukup rebahan di kasur, buka aplikasi marketplace, kemudian checkout, maka barang-barang impian diantar ke rumah.
Perubahan gaya hidup di era digital telah memakan banyak korban. Bahkan perusahaan-perusahaan besar yang pernah berjaya di masa lalu, kini namanya redup, bahkan berjuang bertahan untuk hidup.
Menurut guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Prof Rhenald Kasali, bisnis di masa depan, terkait dengan teknologi. "Pasti teknologi," ujarnya saat ditanya presenter Helmy Yahya tentang bisnis di masa depan.
Dikatakan Rhenald Kasali, perusahaan besar dengan heavy asset yang bangkrut dan disalip startup dengan light aset, karena para perusahaan besar ini masih ber-mindset story of yesterday alias narasi kemarin.
Perusahaan ini masih menggunakan cara-cara lama yang mengantarkan perusahaan tersebut di puncak. Namun mereka tidak sadar dengan perubahan cepat di luar sebagai konsekuensi atas munculnya disruptive technology yang melahirkan start up.
Lantas, apa yang bisa diaplikasikan oleh koperasi agar tetap bertahan? Koperasi, seperti pelaku ekonomi lain, akan bertahan jika beradaptasi dengan teknologi. "Harus beradaptasi dengan teknologi," terang Rhenald Kasali.
Artinya, mindset manajemen atau pengelola koperasi, pegiat koperasi harus berubah cepat dari the story of yesterday menjadi the story of tomorrow alias narasi hari esok.
Berikut model bisnis masa depan dengan menggunakan the story of tomorrow alias narasi hari esok.
1. Adopsi teknologi. Bisnis milik koperasi harus mulai berbenah, bertransformasi dari model konvensional dengan layanan offline yang umumnya masih manual, minim dengan teknologi, menjadi layanan online dengan mengadopsi teknologi seperti aplikasi.
Saat ini sudah ada koperasi yang menggunakan aplikasi untuk layanan USP dan toko mereka. Salah satunya KPPD DKI Jakarta. "Kami sudah lama pakai aplikasi. Dengan aplikasi ini anggota bisa bertransaksi secara online," terang Ketua KPPD DKI Jakarta sekaligus Bendahara IKPRI Hasanuddin Bsy, SH.
2. Menggabungkan layanan offline dan online. Pakar marketing Indonesia Hermawan Kertajaya mengungkapkan post pandemic, model bisnis tidak kembali ke era sebelum Covid, tapi menggabungkan bisnis offline dengan online alias omni.
3. Human transformation. Krisis karena pandemi telah membunuh banyak bisnis di dunia, juga melahirkan bisnis-bisnis baru yang sebelumnya tidak dikenal. Era post pandemic, kata pakar marketing Hermawan Kertajaya, dibutuhkan human transformation agar bisnis tetap bisa bertahan.
Transformasi manusia yang dimaksud Hermawan adalah kreativitas, bukan hanya produktivitas. Perusahaan, kata Hermawan, bisa menggunakan banyak mesin.
Jika zaman dulu manusia bekerja untuk mengolah data menjadi informasi, era sekarang mesin yang mengolah data, kemudian diproses menjadi insight atau wisdom oleh manusia dalam bentuk kreativitas.
4. Asset-light model business. Kebanyakan bisnis di masa lalu bangga dengan heavy asset seperti gedung yang megah dll. Namun, bisnis start up yang hidup dan tumbuh di era disruptive technology sebaliknya.
Secara aset, perusahaan-perusahaan start up yang mengadopsi teknologi ini, nominalnya kecil. Bahkan sebagian dari mereka, terbilang merugi dari awal didirikan.
Salah satunya Bukalapak. Menurut Hermawan, dari awal didirikan Bukalapak merugi. Tapi setelah dibenahi, start up tersebut kini memiliki market value yang lumayan.
Pertanyaannya, mengapa perusahaan strat up yang jelas-jelas merugi tetap dilirik investor? Karena perusahaan start up tersebut bertumbuh alias growth dan mengadopsi teknologi alias sesuai tuntutan generasi milenial dan gen Z yang akan menjadi early adaptor dan early majority.
Tentu saja jika kita menggunakan mindset story of yesterday, sangat tidak masuk akal. Sudah merugi, aset kecil, kok dinilai growth dan ada market value-nya.
(Foto : istimewa).
Sumber : https://wartakoperasi.net/model-bisnis-di-masa-depan-detail-440125