oleh
R. Nugroho
Upaya pemerintah menanggapi aspirasi yang menginginkan ruang untuk menghimpun berbagai potensi dan pihak di masyarakat dalam wadah koperasi melalui penerbitan Permenkop 8/2021 tentang koperasi dengan model multi pihak perlu diacungi jempol.
Dari sisi lain, menurut penulis, koperasi dengan model multi pihak sebetulnya perwujudan jati diri koperasi itu sendiri. Dan sekaligus upaya meluruskan tata kelola koperasi yang salah kaprah (Jawa) sejak bertahun-tahun yang lalu, yang membuat sekat dan mengkotak-kotak anggota dalam kelompok-kelompok badan hukum koperasi.
Jati diri koperasi menuntun bahwa sebagai kumpulan orang maka mereka yang berhimpun untuk menyusun kekuatan bersama dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bersama dalam wadah koperasi seharusnya tidak dibatasi oleh sekat ras, pekerjaan, status sosial atau pekerjaan, dan berbagai sekat sosial, politik dan ekonomi yang lain.
Selain itu dengan bersatunya berbagai pihak dengan potensi dan peranannya masing-masing, maka akan terwujud sebuah kekuatan efektif untuk mewujudkan cita-cita bersama, sebagaimana hakikat tujuan pendirian koperasi
Tetapi fakta serta kondisi empiris di lapangan sampai saat ini belum sepenuhnya mendukung berkembangnya koperasi multi pihak ke depan.
Kondisi faktual saat ini menunjukkan bahwa sekat itu memang ada. Seperti kelompok koperasi wanita, koperasi fungsional pegawai, anggota polri atau TNI, koperasi pedagang pasar dan lain sebagainya.
Di bagian lain ada kelompok anggota yang berhimpun dalam koperasi sebagai kelompok produsen, kelompok konsumen dan berbagai kelompok yang lain.
Pada saat ini, dari sisi regulasi pun masih belum terasa benang merahnya untuk mendukung berkembangnya koperasi multi pihak.
Ke depan melalui model koperasi multi pihak, sebetulnya akan dapat diwujudkan upaya strategis untuk menghimpun kelompok anggota yang berperan sebagai produsen, kelompok anggota yang berperan sebagai konsumen atau kelompok dengan perannya yang lain menjadi kekuatan sinergis yang maha dahsyat.
Tetapi regulasi yang ada justru membuat sekat seperti menjeniskan koperasi berdasarkan lima jenis usaha seperti koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa dan lain lain.
Pada saat ini pun terasa adanya suasana disharmoni regulasi. Ketika telah terbit UU Cipta Kerja yang mengatur usaha koperasi berdasarkan bentuknya yaitu tunggal usaha dan serba usaha tidak berdasarkan jenis usaha. Tetapi regulasi lama yang mengelompokkan koperasi berdasarkan jenis usaha masih belum berubah.
Selain permasalahan yang terpapar di atas, maka harus juga diupayakan bahwa secara demokratis kedudukan anggota pada hahikatnya sama dan setara.
Karena itu, tidak boleh terjadi ada anggota atau kelompok anggota yang mendominasi atau menguasai angggota atau kelompok anggota yang lain apapun potensi dan perannya. Di sinilah nilai saling asah, asih dan asuh hadir sebagai nilai kehidupan koperasi multi pihak.
Kembali seperti penulis sampaikan di atas, bahwa sebetulnya sesuai dengan jati dirinya, seharusnya koperasi itu memberikan ruang untuk bertemunya semua pihak bersama sama bergandengan tangan membangun kesejahteraan bersama melalui kesinergian berbagai potensi dan perannya dan itulah koperasi model multi pihak.
Ke depan tanpa harus ribet mengatur apakah ini koperasi sepihak atau multi pihak, maka badan hukum koperasi sebagai wadah usaha bersama berazaskan kekeluargaan otomatis adalah koperasi multi pihak.
Oleh karena itu, sudah sewajarnya pemerintah dan masyarakat seia sekata menghayati dan mewujudkan koperasi multi pihak menjadi model koperasi masa depan, dengan menyelesaikan berbagai halangan dan rintangan yang menjadi kendalanya.
Itu pekerjaan rumah kita semua dalam menyongsong hadirnya koperasi multi pihak .
Penulis adalah Pengurus GKPRI Jawa Timur
dan Ketua PKPRI Kediri.
Sumber : https://wartakoperasi.net/menyongsong-kehadiran-koperasi-multi-pihak-detail-440855