Membangun Motivasi Kerja Sama Kelompok

Membangun Motivasi Kerja Sama Kelompok


Oleh : Prof. Dr. Ramudy Ariffin

Pembangunan adalah proses mengubah keadaan menjadi lebih baik dan perubahan itu berjalan terus. Perekonomian adalah aktivitas masyarakat di dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup akan barang/jasa ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah upaya-upaya mendayagunakan sumber-sumber daya yang terbatas secara efisien dan efektif untuk mencapai kesejahteraan ekonomi masyarakat setinggi-tingginya. Dalam lingkup kehidupan ekonomi, kesejahteraan hidup biasanya di ukur dari pendapatan, dalam arti bila pendapatan masyarakat naik, maka kehidupan ekonominya naik pula.

Didalam membentuk pendapatan, maka setiap individu atau rumah tangga keluarga harus mampu membentuk nilai tambah dari faktor-faktor produktif yang dimilikinya. Faktor produktif yang dimaksud adalah tenaga kerja, keahlian, modal dan atau sumberdaya alam. Sejauh individu mampu mendayagunakan sumberdayanya secara mandiri, maka ia akan bekerja sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Tetapi didalam banyak hal dapat terjadi bahwa seseorang tidak akan mampu menghasilkan sesuatu yang akan menjadi sumber pendapatannya itu kecuali ia harus bekerja dengan orang lain secara bersama-sama.

Atau dapat juga terjadi bahwa seseorang bekerja sendiri dan mampu meraih pendapatannya, tetapi hasilnya tidak seperti yang diinginkannya. Peningkatan hasil dapat diperoleh bila ia menjalin kerja sama dengan orang lain, didasari motivasi membangun solidaritas untuk meraih keadaan yang lebih baik secara kolektif, membangun sinergi bersama dan memperkuat posisi tawar di pasar.

Dengan demikian, timbulnya motovasi untuk membangun kehidupan berkoperasi diawali dengan timbulnya kesadaran bahwa pemecahan masalah akan dapat diselesaikan oleh kekuatan kolektif. Kelompok koperasi akan terbentuk terutama karena ada kepentingan, tujuan atau aktivitas ekonomi yang sama diantara sejumlah individu dan daripadanya memunculkan masalah yang sama dan pemecahan masalahnya perlu dilakukan bersama pula. Artinya, kelompok koperasi akan muncul atas kesadaran dan keyakinan bahwa pencapaian keadaan yang lebih baik merupakan tanggung jawab mereka sendiri.

Mereka yakin atas kemampuan mereka sendiri yakin pula bahwa perbaikan keadaan harus diusahakan oleh mereka sendiri dengan membangun kekuatan secara kolektif. Kesimpulannya, kelompok koperasi harus dibangun dari bawah, dimulai dari diri sendiri dan mengerucut ke atas kedalam kekuatan kelompok. Koperasi Rochdale di Inggris yang merupakan cikal bakal tumbuhnya gerakan koperasi sedunia, dibangun atas dasar prinsip self-help,  menolong diri sendiri dengan cara membangun solidaritas untuk saling membantu.

Kesadaran individu untuk membentuk aliansi strategis bersama individu lainnya didalam kelompok koperasi dipengaruhi oleh pemahaman yang bersangkutan terhadap masalah nyata yang dihadapinya. Artinya, diperlukan kemampuan menalar dari individu bahwa permasalahan bukan untuk direnungi belaka, melainkan harus dipecahkan. Persoalannya, ketika upaya mengkoperasikan masyarakat diarahkan kepada masyarakat lapisan bawah, biasanya mereka sedang dililit oleh berbagai kendala keterbatasan. Keterbatasan masyarakat lapisan bawah di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, pada umumnya di sekitar:

1)      Rendahnya tingkat intelektualitas yang dipengaruhi cara berpikir dan kemampuan memecahkan masalah secara rasional dan logis.

2)      Rendahnya pengalaman berorganisasi secara modern, seperti halnya dituntut didalam pengelolaan organisasi dan usaha koperasi.

3)      Rendahnya tingkat pendapatan yang berdampak terhadap rendahnya tabungan untuk dikontribusikan sebagai penopang kelangsungan hidup organisasi koperasi.

Kendala-kendala tersebut, yang melilit masyarakat lapisan bawah, menempatkan mereka pada posisi yang tidak/belum mampu bangkit atas kekuatannya sendiri. Keinginan untuk bangkit, keluar dari masalah-masalah yang melilit mereka secara berkepanjangan mungkin saja sudah tumbuh didalam pikiran mereka. Tetapi, karena masalah itu bersifat komplek dan luas, maka pemecahan masalahnya berada diluar jangkauan pemikiran dan tindakan mereka. Diperlukan dorongan dan bantuan dari luar untk mengubah keadaan mereka menjadi lebih baik. Dorongan dan bantuan itu dapat berasala dari mana saja, tetapi pihak yang memiliki kemampuan tinggi biasanya adalah pemerintah yang memiliki dana untuk dapat dialokasikan kepada pembangunan koperasi didalam anggaran belanjanya.

Pemerintah memiliki jaringan pelayanan dan informasi dari tingkat pusat pemerintahan sampai desa-desa. Pemerintah juga mampu menjalin hubungan kerjasama internasional sesuai dengan keperluannya. Ketika pemerintah, termasuk lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang terlibat didalamnya, mensponsori kehidupan berkoperasi bagi masyarakat lapisan bawah, maka pendekatan dari bawah (bottom-up approach) yang seharusnya muncul dari mereka sendiri diubah menjadi pendekatan dari atas (top down approach). Tetapi, sesuai denga tujuan berkoperasi agar masyarakat mampu menolong drirnya sendiri, percaya pada kemampuannya dan mampu bertanggung jawab sendiri, maka pendekatan dari atas harus selalu dihubungkan dengan mulai menumbuhkan kemampuan dari bawah. Pendekatan dari atas hanya bersifat sebagai stimulus, untuk memancing tumbuhnya respon dari kelompok sasaran membentuk kemampuan mereka berdiri sendiri.

Membangun Proses Belajar

Secara konsepsional sistem koperasi adalah cocok untuk mendinamisasikan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat melalui pembentukan lembaga ekonomi yang bersifat terbuka dan demokratis. Pendekatan top-down ditempuh dimaksudkan untuk mempercepat dan mengefektifkan proses pengembangannya. Tujuannya adalah untuk membangun kehidupan ekonomi kelompok secara mandiri agar setiap individu didalam kelompok lebih mampu mencapai perbaikan ekonominya masing-masing.

Kunci keberhasilan pengembangan kehidupan berkoperasi didalam masyarakat, terutama bagi masyarakat lapisan bawah, adalah tingginya keterlibatan setiap anggota kelompok terhadap organisasi kelompok yang disebut koperasi. prinsip self-help diwujudkan didalam partisipasi anggota baik didalam kedudukannya sebagai pemilik maupun pelanggan koperasinya. Karena itu nilai, norma dan prinsip-prinsip koperasi harus dipahami dan praktikan oleh setiap unsur yang terlibat didalam organisasi koperasi. pemahaman terhadap nilai-nilai koperasi yang diketahui hanya sebatas jargon-jargon ideologis berupa usaha bersama, goorng-royong, kekeluargaan, solidaritas, dan sebagainya itu masih jauh dari memadai untuk diterapkan kedalam realitas praktiknya. Koperasi sebagai suatu sistem sosio-ekonomi merupakan hasil pemikiran modern, perlu dipahami secara operasional didalam praktik dan untuk itu dituntut intelektualitas tertentu untuk mempelajarinya. Karena itu, pendidikan bagi anggota dan calon anggota kelompok koperasi menjadi sangat penting untuk dilakukan. Kelompok anggota koperasi harus diprakondisikan agar mereka benar-benar menyadari bahwa mereka harus mampu menolong dirinya sendiri, percaya pada kemampuannya dan dapat bertanggung jawab sendiri melalui kekuatan organisasi koperasi.

Mereka harus disadarkan bahwa organisasi koperasi adalah wadah untuk mengorganisasikan diri mereka sendiri, mereka harus mampu mengambil keputusan-keputusan kelompok sebagai wujud dari keputusannya sendiri, membiayai sendiri atas pelaksanaan dari keputusan-keputusannya tersebut dan mengendalikan jalannya organisasi dan usaha koperasi agar tetap berada dialam koridor kepentingan ekonomi mereka sendiri.   (EDI S).     

Sumber : https://wartakoperasi.net/membangun-motivasi-kerja-sama-kelompok-detail-439474