Lingkungan kerja toxic menjadi salah satu barrier karyawan koperasi berkarya secara optimal. Seperti apa indikatornya?
Sebut saja Fea. Ia merupakan resepsionis di Koperasi Graha Aditama bergerak di bidang property. Ia mengeluh kepada temannya soal sikap salah satu pengurus koperasi yang membeda-bedakan terhadap sesama karyawan.
"Tahu kan, yang dikasih Pak Randi ke kita karyawan sama dua teman kita yang dia atas itu, beda. Itu udah terjadi tiap tahun," kata Fea kepada Risa, karyawan lain.
"Oh dibedakan ya Fe. Harusnya ga boleh sih, membedakan seperti itu," balas Risa.
Semenjak menjadi Ketua Koperasi Graha Aditama, Randi kerap melakukan diskriminasi sikap dan kebijakan terhadap karyawannya. Bahkan, tindakan favoritisme itu sampai membuat karyawan tidak nyaman.
Favoritisme yakni pengistimewaan kepada karyawan tanpa dasar prestasi yang jelas akan membuat karyawan lain tidak nyaman. Siapapun tidak mau dibeda-bedakan. Termasuk karyawan koperasi.
Favoritisme menjadi salah satu indikator lingkungan kerja di koperasi buruk alias toxic (toxic workplace).
Berikut ciri-ciri lingkungan kerja toxic alias lingkungan kantor buruk yang mengubur kreativitas, produktivitas karyawan.
1. Gosip Menjadi Hal Biasa
Lingkungan kerja dengan positive vibes tidak mempunyai ruang bagi penyebar gosip. Terlebih jika gosip dibuat untuk menyudutkan, membuat hukuman, bahkan mengeluarkan seorang karyawan.
Namun, di lingkungan kerja toxic, gosip justru beredar sangat kencang. Gosip-gosip bisa berseliweran tanpa ada counter yang baik dari pihak manajemen.
Uniknya, di lingkungan kerja beracun, gosip yang beredar malah kadang digunakan untuk menilai performa seorang karyawan. Manajemen bisa menentukan performa seseorang bukan dari kinerja, tapi gosip yang beredar.
Bahkan, gosip yang mendapatkan tempat istimewa di lingkungan kantor buruk, bisa berakibat fatal pada pemecatan seorang karyawan.
Suburnya gosip di lingkungan kerja toxic menyebabkan antara satu karyawan dengan yang lain saling curiga. Padahal kepercayaan antara satu karyawan kepada karyawan lain merupakan modalitas sosial penting demi terciptanya teamwork untuk mewujudkan visi misi koperasi.
2. Favoritisme alias Pengistimewaan
Favoritisme ini berbeda dengan pemberian reward kepada karyawan. Reward alias penghargaan kepada karyawan diberikan atas prestasi ybs dengan variabel pengukuran yang jelas.
Pengistimewaan alias favoritisme diberikan lebih kepada aspek emosional atau tujuan-tujuan tertentu yang lebih cenderung ke arah negatif alias berbentuk kejahatan. Misalnya kemudahan bekerjasama dalam mencuri uang alias korupsi di koperasi, atau karena faktor emosi karena suka dengan karyawan ybs.
Bentuk favoritisme beragam mulai dari hal ringan seperti membedakan pemberian kepada sesama karyawan,padahal tidak terkait dengan pekerjaan.
Model lain favoritisme yakni pemberian uang hanya untuk karyawan tertentu, tanpa ada alasan jelas mengapa mereka mendapat uang dan yang lain tidak. Padahal, karyawan mempunyai hak yang sama.
Favoritisme juga bisa dalam bentuk lebih serius seperti penentuan gaji tidak wajar, dengan gap yang sangat jauh dengan karyawan lain yang berujung dengan ketidakadilan di kantor.
Pasalnya, komponen gaji tersebut akan berpengaruh terhadap banyak hal lain. Termasuk pemberian bonus dan lain-lain.
Selain gaji, favoritisme juga bisa dalam bentuk kebijakan. Misalnya, pemberian uang insentif atau tunjangan yang lebih besar hanya untuk orang-orang yang diistimewakan, tanpa ada alasan rasional terkait profesionalisme.
3. Atasan Egois
Atasan egois akan selalu menomorsatukan kepentingan pribadinya. Dia bisa tega membuat policy yang merugikan karyawan demi memenuhi kepentingan pribadi.
Atasan model begini tidak mau mendengar keluh kesah karyawan. Karena ia menganggap karyawan tidak penting dan bisa menggantinya kapan saja.
4. Atasan dengen NPD
Tipe atasan dengan NPD (narcissistic personality disorder) karakteristiknya gila hormat, senang dipuja, mempolitisasi kebijakan seolah kebijakan tersebut keluar berkat perjuangan dirinya seorang diri.
Salah satu manifestasi atasan gila hormat yakni karyawan di koperasi harus cium tangan kepada dirinya. Atasan dengan NPD juga kerap meminta pengistimewaan dalam hal apapun.
Yang paling sedih sebagai karyawan, atasan dengan tipe NPD ini kerap menceritakan kebijakan untuk karyawan karena perjuangan dia yang pada akhirnya karyawan akan mengucapkan terima kasih dan merasa berhutang budi kepada dia.
Tipe atasan dengan NPD juga manipulatif. Misalnya ia haus akan pujian dan citra positif dari siapapun termasuk karyawan. Untuk mendapatkan hal tersebut, si atasan kerap berbagi kepada karyawan. Sayangnya, uang yang digunakan merupakan uang hasil korupsi di koperasinya.
Namun, dalam menjalankan "aksi kebaikannya" itu si atasan ini bertindak seolah itu uang pribadinya. Padahal, itu uang haram hasil dari mencuri di koperasi.
Seperti prediksinya, karyawan yang diberi akan mengucapkan terima kasih dan merasa berutang budi kepada atasan tersebut.
5. Karyawan ABS
Namanya juga lingkungan kantor toxic. Wajar jika sebagian model karyawannya adalah ABS alias asal bapak senang, cari muka. Mengapa kultur penjilat bisa tumbuh subur di lingkungan toxic? Karena atasan senang dipuji karyawan, diajak bergosip soal karyawannya sendiri.
Lingkungan kantor toxic akan sulit mendapatkan human resource yang capable berada di pos pengambil kebijakan. Karena karyawan yang mempunyai kompetensi, enggan menggunakan cara-cara yang tidak elegan seperti laporan ABS.
6. Banyak Manipulasi
Hal lain yang banyak terlihat dari sebuah lingkungan kerja yang tidak sehat adalah banyaknya manipulasi. Manipulasi bisa dilakukan oleh siapa saja. Bahkan, yang paling parah adalah manipulasi keuangan yang merupakan nadi koperasi.
Parahnya, karena lingkungannya toxic, manipulasi keuangan kadang tidak terlihat atau menjadi samar. Kalau pun ketahuan, manipulasi keuangan di-handle dengan cara keluargaan, tanpa memberikan efek jera alias hukuman. Karena, dalihnya keluargaan yang diutamakan.
Demikian indikator lingkungan kerja toxic. Kira-kira di lingkungan kantormu ada berapa poin yang masuk? Mudah-mudahan jangan semua ya. Bahaya.