Koperasi Sehat Menjadi Lokomotif Perekonomian Rakyat Indonesia

Koperasi Sehat Menjadi Lokomotif Perekonomian Rakyat Indonesia


Oleh:

Endro Praponco

(Dosen STIE PBM Jakarta)


img-1627266509.jpg

            Dalam mengatur suatu negara terdapat hak pemerintah untuk mengatur Sumber Daya Alam (SDA) serta kegiatan ekonomi yang berlangsung di dalamnya. Pengaturan tersebut diatur dan dan berdasarkan Undang-Undang (UU) yang berlaku. Salah satu contohnya adalah sistem ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang dalam pelaksanannya mengacu dan mengutamakan kepentingan serta kemakmuran rakyat. Berdasar pada Undang Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33, ayat 1,2 dan 3, ekonomi kerakyatan mengatur agar produksi penting yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara dan tidak jatuh ke tangan seseorang yang berkuasa dan menyebabkan oligarki serta terjadi penindasan rakyat, (Utami, Silmi Nurul. 2021).

 

Koperasi di Indonesia

            Di Indonesia, koperasi merupakan salah satu badan usaha atau lembaga ekonomi disamping BUMN/BUMD dan swasta yang keberadaannya dan posisinya diharapkan sama, hanya saja prinsip-prinsipnya yang berbeda. Dasar koperasi tercantum dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1 dan UU Perkoperasian  nomor 25 tahun 1992 dan PP no 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pengertian koperasi juga tercantum dalam UU Perkoperasian nomor 25 tahun 1992 Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

             Perkembangan koperasi di Indonesia terus berjalan ditandai dengan makin banyaknya pertumbuhan jumlah koperasi-koperasi di Indonesia. Tetapi di dalam perkembangan tersebut banyak terjadi hambatan-hambatan. Sebelum mengetahuinya terlebih dahulu kita perlu mengetahui sejarah awal pembentukan koperasi. Selain itu, kita juga dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang bisa menghambat pertumbuhan koperasi di Indonesia. 

             Perkembangan koperasi di Indonesia terus berjalan ditandai dengan makin banyaknya pertumbuhan jumlah koperasi-koperasi di Indonesia. Sampai dengan bulan November 2017, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 152.172 unit pada 2017, tumbuh 0,66% dibanding tahun sebelumnya. Namun jika dibandingkan dengan data 2006, jumlah koperasi telah meningkat 53,8% seiring pertumbuhan ekonomi domestik. Jumlah koperasi terbanyak berada di Jawa Timur, yaitu mencapai 27.683 unit atau sekitar 18% dari total koperasi di Indoenesia. Selanjutnya, Jawa Tengah dengan 21.667 unit koperasi dan Jawa Barat memiliki 16.203 unit. Sementara wilayah yang mengalami pertumbuhan koperasi paling pesat di Indonesia adalah Papua. Pada 2006, jumlah koperasi di provinsi paling timur Indonesia tersebut hanya 944 unit, kemudian pada 2017 telah meningkat 128% menjadi 2.158 unit.

             Ada satu catatan penting dalam sejarah perjalanan koperasi, yaitu sebuah reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4 tahun 1984 tentang Koperasi Unit Desa (KUD) telah melahirkan gairah masyarakat untuk berorganisasi dalam  kegiatan ekonomi melalui koperasi. Pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakkan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama. Jika semula bergantung pada captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD. 

             Posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh Koperasi Kredit (Kopdit) yang menguasai antara 55-60% dari keseluruhan aset koperasi. Sementara jumlah koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya ada sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif di Indonesia. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian, walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga masih terdapat potensi besar agar kemandirian koperasi di Indonesia dapat tumbuh secara sehat. Pada saat ini, potensi koperasi sudah dapat untuk memulai gerakan koperasi yang otonom.

             Namun fokus bisnis koperasi harus lebih diarahkan ke arah universalitas kebutuhan yang tinggi, seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan bergerak secara otonom selain mendapat peluang untuk memanfaatkan potensi yang ada, tetapi  juga terdapat potensi beberapa benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini dibutuhkan bantuan konsolidasi potensi keuangan, pengembangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi untuk mendukung lahirnya koperasi yang kuat ( Sitepu, Camelia, 2018).

 

Menuju Koperasi Yang Sehat

             Koperasi yang sehat adalah koperasi yang mampu menjadi lokomotif, menggerakkan perekonomian rakyat di sekitarnya. Sekarang ini terdapat 100 Koperasi besar nasional yang ada di Indonesia, yaitu Koperasi yang sehat dengan aset dan omzet trilyunan, yang mampu menggerakkan perekonomian. 10 Koperasi besar diantara 100 koperasi besar tsb adalah:

1. KSPPS Jasa Pekalongan  dengan aset: 7,03 trilyun, omzet 4,6 trilyun

2. Kopdit Lantang Tipo dengan aset: 2,59  trilyun, omzet 1,79 trilyun

3. Kisel Jakarta dengan aset: 1,09 trilyun, omzet 5,77 trilyun

4. KSPPS UGT Sidogiri, Pasuruan dengan aset: 2,24 trilyun, omzet 2,04 trilyun

5. Kopdit Pancur Kasih dengan aset: 2,01 trilyun, omzet 1,31 trilyun

6. Mandiri Healthcare dengan aset: 2,03 trilyun, omzet 2,1 trilyun

7. KSP Sejahtera Bersama dengan aset: 2,05 trilyun, omzet 1,04 trilyun

8. KWSG Semen Gresik dengan aset: 1,2 trilyun, omzet 2,64 trilyun

9. Kopdit Kumang dengan aset: 1,28 trilyun, omzet 781  milyar 

10. Kop Astra Internasional dengan aset: 9,74 milyar, omzet 636 milyar

(Muchtar, Irsyad, Majalah Peluang).

             Dari 152.172 unit koperasi yang ada di Indonesia terdapat sangat banyak variasi, mulai dari koperasi beraset kecil sampai dengan besar. Pada tahun 2021 terdapat 100 koperasi membukukan aset dan volume usaha lebih dari Rp100 miliar hingga mencapai Rp10 triliun. Dari 100 koperasi besar tersebut tercatat akumulasi aset sebesar Rp 66,6 triliun dengan volume usaha Rp59,7 triliun dan anggota 5.490.660 orang. (Kementrian Koperasi).

             Bedasarkan Keputusan Menteri Koperasi dan UKM No. 20/Per/M.KUKM/XI/2008 menyatakan kesehatan koperasi adalah kondisi atau keadaan koperasi yang dinyatakan sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat. Hal ini diperkuat bahwa, aspek yang digunakan untuk penilaian kesehatan koperasi antara lain aspek permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, efisiensi, kemandirian dan pertumbuhan, likuiditas dan jatidiri koperasi. Dengan demikian, untuk dapat menjadi penggerak perekonomian rakyat, atau dapat menjadi lokomotif perekonomian rakyat khususnya di Indonesia koperasi di Indonesia haruslah sehat.  

            Berdasar pada Perdep No. 06 tahun 2016 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam Dan Unit Simpan Pinjam Koperasi, Ruang lingkup Penilaian Kesehatan Koperasi dilakukan pada beberapa aspek yaitu; permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, efisiensi, likuiditas, kemandirian dari pertumbuhan dan jatidiri Koperasi.

             Jika mengacu pada Keputusan Menteri Koperasi dan UKM di atas serta aspek-aspek penilaian kesehatan koperasi maka dapat ditarik beberapa kiat agar menjadi koperasi yang sehat, yaitu:

1. Kepatuhan

Sebagai badan usaha atau lembaga ekonomi di Indonesia tentunya Koperasi harus mematuhi peraturan yang berlaku. Koperasi yang berdiri di Indonesia harus berbadan hukum dan memiliki Nomor Induk Koperasi (NIK)

2. Usaha

            Sebuah koperasi yang sehat dan harus dikelola oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional atau handal. Serta rutin dilakukan penilaian kesehatan koperasi agar pertumbuhan koperasi tersebut dapat terus terpantau dengan sehat. Dalam Penilaian Kesehatan Koperasi tersebut dapat diklasifikasikan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:

1. Sehat, jika hasil penilaian diperoleh total skor 80,00 < x 100

2. Cukup Sehat, jika hasil penilaian diperoleh total skor 66,00 <  x  <  80,00;

3. Dalam Pengawasan, jika hasil periilaian diperoleh total skor 51,00 < x < 66,00; dan

4. Dalam Pengawasan Khusus,  jika  hasil  penilaian  diperoleh  total  skor  0  < x < 51,00

3. Pengelola SDM yang ada berada dalam suatu struktur organisasi koperasi dianjurkan telah memiliki sertifikasi Kompetensi Koperasi yang dapat dijadikan standar profesionalitas. Standar tersebut nantinya akan mempengaruhi kinerja dan pertumbuhan koperasi tersebut kedepannya

4. Lembaga Koperasi yang didirikan telah diklasifikasi atau diperingkat oleh Lembaga pemeringkatan

5. Laporan keuangan telah diaudit. Menjadi sebuah badan usaha yang berbadan hukum tentunya harus menjaga kredibilitas. Koperasi yang sehat harus memiliki laporan keuangan yang telah diaudit

             Dengan demikian diharapkan pertumbuhan koperasi sehat di Indonesia terus meningkat. Koperasi yang sehat akan turut menggerakkan perekonomian rakyat terutama di wilayah setempat dan nantinya koperasi menjadi lokomotif perekonomian rakyat Indonesia. (*/PR) 

 

Sumber : https://wartakoperasi.net/koperasi-sehat-menjadi-lokomotif-perekonomian-rakyat-indonesia-detail-436755