Lazimnya, koperasi dicita-citakan sebagai salah satu pelaku ekonomi dan bahkan menjadi soko guru perekonomian nasional dengan tujuan untuk mensejahterakan anggotanya dan masyarakat. Kenyataannya, setelah lebih dari tujuh dasawarsa Kemerdekaan Indonesia, belum banyak yang patut dibanggakan, baik level nasional maupun internasional.
Dasawarsa terakhir, misalnya, pemerintah melakukan langkah strategis dengan “reformasi total koperasi” yang dijabarkan melalui tahapan reorientasi, rehabilitasi dan pengembangan. Reformasi dimulai pada 2014 sebagai upaya mengubah orientasi pengembangan koperasi secara kualitas dan bukan kuantitas. Koperasi sebagai soko guru masih menjadi mimpi yang berkepanjangan.
Keragaan Koperasi Saat ini
Keragaan koperasi nasional setelah reformasi total, berdasarkan data statistik Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun 2019 jumlah koperasi aktif turun menjadi sebanyak 123.048 unit, Jumlah anggota 22.463.738 orang. Koperasi telah registrasi dengan Nomor Induk Koperasi (NIK) sebanyak 35.760 unit. Secara nasional baru 45.490 unit koperasi (37%) yang melakukan rapat anggota tahunan (RAT) secara rutin.
Kepemilikan aset mendekati Rp. 152,11 Triliun, omset Rp. 154,72 Triliun dan sisa hasil usaha (SHU) sebesar Rp. 6,27 triliun. Yang menggembirakan koperasi telah berhasil meningkatkan kontribusi terhadap PDB Nasional dari 1,71% pada tahun 2014 meningkat tajam menjadi 4,48% pada tahun 2017, dan pada tahun 2019 menjadi 5,1%. Peningkatan kontribusi PDB, telah memberikan indikasi adanya dampak terhadap peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat serta pemerataan pembangunan perekonomian nasional, namun jumlah masih dinilai sangat kecil.
Perkembangan koperasi hingga saat ini masih didominasi oleh koperasi simpan pinjam, koperasi sektor riil belum menunjukkan perkembangan signifikan, padahal koperasi ini yang diharapkan dapat menghasilkan added value besar. Koperasi sektor riil yang masih bertahan dan berkembang dengan segala keterbatasnya adalah Koperasi Peternak dan Koperasi Tahu Tempe dengan jumlah yang semakin berkurang termasuk anggotanya. Koperasi konsumen masih mencoba untuk bertahan walaupun pangsa pasarnya semakin tergerus dengan swalayan modern yang semakin menjamur. Konsekuensinya koperasi yang menjadi unggulan baik secara nasional maupun internasional adalah koperasi simpan pinjam.
Secara nasional terdapat 10 koperasi simpan pinjam besar, dan salah satunya Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) Jasa Pekalongan dengan aset diatas Rp 6 Triliun dan omset lebih dari Rp 2,5 Triliun menjadi salah satu koperasi simpan pinjam masuk kategori 300 besar koperasi dunia. Selain itu Indonesia juga memiliki 2 koperasi konsumen yang pernah masuk kategori 300 koperasi besar, Koperasi Telekomunikasi Seluler (Kisel) dan Koperasi Warga Semen Gresik (KWSG).
Upaya pengembangan koperasi telah banyak dilakukan. Selain telah melakukan reformasi, pada tahun 2020 pemerintah juga memulai memodernisasi koperasi. Pelaku koperasi berupaya bertahan mengembangkan bisnis koperasi kearah koperasi berskala besar. Upaya lain juga dilakukan oleh gerakan koperasi untuk menyelenggarakan Kongres Koperasi Ketiga di Makasar tahun 2017 yang diprakarsai Kementerian Koperasi dan UKM, Dekopin dan Ikopin. Kongres menghasilkan berbagai kesepakatan, namun hingga kini implementasinya masih perlu diefektifkan, agar hasil kongres dapat memberikan warna perkembangan koperasi nasional.
Secara umum, menurut Djabarudin Djohan kondisi koperasi nasional masih menghadapi kelemahan mendasar seperti: (1) bisnis koperasi kebanyakan masih di bawah skala ekonomi, (2) lemah dalam aspek bisnis mulai dari permodalan, manajemen, akses pasar, (3) sulit akses pada lembaga keuangan, (4) profesionalisme sumber daya manusia koperasi masih rendah dan ( 5) sulit bersaing di pasar.
Citra koperasi juga belum kunjung membaik, banyak koperasi hanya sekedar papan nama, yang berdiri sekedar memanfaatkan kemudahan persyaratan, banyak koperasi bodong merugikan masyarakat, sehingga koperasi bukan mensejahterakan tetapi menyengsarakan anggota karena gagal membayar simpanan. Koperasi simpan pinjam yang membebani bunga pinjaman tinggi, koperasi bukan sebagai penolong anggota tetapi menjerat anggota dengan bunga yang besar, dan masih banyak lagi keluhan terhadap koperasi.
Koperasi sebagai sistem ekonomi, berada pada lingkungan sistem ekonomi pasar, hukum ekonomi secara universal menjadi acuannya, sistem ekonomi pasar berlaku hukum permintaan dan penawaran menjadi bagian yang tidak terhindarkan. Padahal koperasi sebagai sistem ekonomi telah memiliki pasar tetap (captive market) yaitu anggotanya, kenyataannya tidak semua anggota bahkan sangat kecil proporsinya yang memanfaatkan pelayanan koperasi. Keberhasilan koperasi tidak hanya tergantung profesionalisme pengelolanya tetapi juga partisipasi anggotanya.
Koperasi Masa Depan
Tidak boleh melepas asa, pengembangan koperasi kedepan tetap berlanjut, walau banyak rintangan. Proses menjadi sangat penting dalam pengembangan koperasi, jangan hanya berharap pada hasil akhir. Keyakinan ini tetap menjadi upaya bersama, pemerintah sebagai pembina tetap berkomitmen mengembangkan koperasi menjadi bagian penting dalam pembangunan ekonomi, kembali pada UUD 1945 sebelum amandemen.
Termasuk Ikopin sebagai satu-satu perguruan tinggi perkoperasian tetap berkomitmen dalam pengembangan koperasi. Praksis koperasi dilaksanakan secara konsisten didasarkan pada jatidiri koperasi: definisi, nilai dan prinsip koperasi. Nilai-nilai koperasi diletakkan sebagai budaya organisasi koperasi dan behavior pengelola dan anggotanya. Prinsip koperasi dijadikan aturan main bisnis koperasi.
Koperasi sebagai lembaga ekonomi dan sekaligus sebagai lembaga sosial (Double Nature Of Cooperative), dioperasionalkan dengan prinsip bisnis yang efisien (business efficiency) dan mendorong efisiensi bisnis anggotanya (member efficiency)-menjadi member benefit. Orientasi bisnis koperasi adalah pelayanan kepada anggota bukan laba. Sebagai lembaga sosial, koperasi berupaya untuk menolong diri sendiri anggota (self-help) dengan penuh tanggung jawab (self-responsibility).
Bisnis koperasi berskala besar, mampu meningkatkan added value, bergerak pada sektor riil, kebutuhan modal yang besar diupayakan dengan pengembangan permodalan hibrid, dan keanggotaan terseleksi dan didukung dengan program pendidikan yang terstruktur. Secara spesifik upaya yang perlu dibuka meliputi perluasan akses pasar agar tercipta peluang dan permintaan terhadap produk-produk Koperasi dan UMKM sebagai anggota, pelaku usaha UMKM fokus pada produksi, tanpa dipusingkan oleh masalah pemasaran. Pemanfaat digital marketing menjadi pilihan utama. Koperasi juga perlu dibangun pada sektor-sektor yang banyak dibutuhkan masyarakat, seperti rumah sakit, yang dirasakan sangat mahal, dapat dimulai dari pelayanan klinik kesehatan, hospitality, jasa perhotelan dan kuliner, penyediaan sarana tempat tinggal (perumahan dan apartemen) dengan berbagai model pelayanan, bahkan sektor pendidikan yang dikelola oleh koperasi (cooperative university).
Peningkatan kualitas produk atau jasa, hasil inovasi, untuk meningkatkan daya saing dengan memanfaatkan teknologi dan sarana pendukung yang tersedia, perbaikan kualitas dan kapasitas produksi bisa digunakan secara kolektif. Didukung dengan sertifikasi produk. Agregasi pembiayaan, menjadi solusi meningkatkan pertumbuhan Koperasi. Pengembangan kapasitas manajemen, tidak dapat diabaikan, diwujudkan melalui pemberian konsultasi, pelatihan, dan pendampingan oleh para ahli.
Perkembangan teknologi informasi tidak dapat dihindari tetapi dioptimalkan pemanfaatannya dalam pengembangan bisnis dan kelembagaan koperasi, banyak flat form bisnis yang dapat dimanfaatkan. Bisnis dengan pola syariah telah menjadi pilihan masyarakat, mulai dari bisnis keuangan syariah, penyediaan barang/jasa halal. Perkembangan teknologi informasi dan bisnis syariah menjadi kombinasi yang harus dimanfaatkan agar tidak ketinggalan kereta, semoga.
(Edi Supriadi)