Kebaikan Koperasi Sebagai Instrumen Penyalur Bantuan

Kebaikan Koperasi Sebagai Instrumen Penyalur Bantuan

Oleh : Dr.  Ahmad Subagyo

 

            Segala bentuk bantuan dapat memberikan dampak pada “yang dibantu”. Baik dampak positif maupun negatif. Bantuan dapat memiliki arti yang sangat bermakna dan luar biasa bagi yang memang “sangat membutuhkan”, dan dapat juga “tidak punya arti apa-apa” bagi yang “memang tidak membutuhkan”.

            Dalam agama, “pihak” yang berhak untuk mendapatkan “bantuan dari sumber dana sosial” dikelompokkan dalam beberapa tingkatan. Ada istilah “mustadzafiin” artinya orang-orang yang berhak mendapatkan bantuan dana sosial.

            Dhuafa, dalam berbagai literasi dimaknai sebagai orang yang lemah. “Dhuafa” dalam terminology Indonesia sering diartikan sebagai FAKIR-MISKIN. Fakir adalah orang yang tidak mampu membiayai diri sendiri untuk dapat mempertahankan hidupnya karena ketiadaan sumber daya yang dimilikinya. Orang-orang fakir ini contohnya para manula yang sudah tidak produktif lagi, sehingga sudah tidak ada kemampuan lagi untuk mempertahankan hidupnya tanpa bantuan orang lain.

            Miskin adalah ketidakmampuan seseorang untuk dapat menghidupi dirinya sendiri secara layak. Contohnya seorang dewasa yang tidak memiliki pekerjaan, seorang penyandang disabilitas, orang yang dililit hutang dan tidak ada harta lagi untuk memenuhi kewajibannya, adalah contoh orang miskin. Orang-orang miskin ini dapat menjadi aghniya “orang mampu” jika diberikan keahlian/keterampilan untuk bekerja dan diberikan kesempatan untuk melakukan suatu pekerjaan.

            Dalam berbagai khazanah literasi abad pertengahan, al-Mawardi (974-1058M) berkisah, masa-masa kejayaan Islam terjadi Pemerataan kekayaan (distribution asset) dan tidak ada pengangguran karena adanya peran 3 (tiga) lembaga keuangan yang menjadi infrastruktur pemerintahan yaitu (1) Baytul Maal yang efektif berfungsi menghimpun dana sosial, (2) Baytul Diwan, yaitu Lembaga yang menyalurkan dana sosial, dan (3) ada Lembaga pengawas dan pendamping yaitu Baytul Hisbah yang berfungsi mengawasi penggunaan dana sosial. Bercermin dari pengalaman sejarah, adakah kita sudah memiliki ketiga infrastruktur keuangan tersebut di atas?
Jawaban penulis “ Ada”.

            Kita memiliki BAZNAS dan LAZ di negeri ini, namun menurut hemat penulis, tugas penyaluran harus melalui Lembaga keuangan yang diawasi. Sumber dana untuk orang miskin dapat berasal dari Dana Sosial, namun dalam kondisi “extraordinary” maka dapat bersumber dana dana pajak (fiscal), sebagaimana masa Pemerintahan khalifah Abbasiyah yang mengambil dana pajak (kharaj) untuk kesejahteraan umat (al-maslahat al-ammah).

            Dalam konteks kekinian, dana yang dipergunakan untuk melakukan recovery musibah pandemic Covid-19 yang menyebabkan sebahagian masyarakat jatuh miskin, negara dapat menggunakan sumber pendanaan baik dari dana sosial maupun dana yang berasal dari pajak (APBN).

            Sasaran atau pihak yang berhak mendapatkan “bantuan” hakekatnya adalah “orang miskin”, dan sebahagian besar “orang miskin” mendapatkan dana social dan pembiayaan dari Lembaga Keuangan Mikro (Syariah), baik yang berbadan hukum Koperasi dalam bentuk KSP/KSPPS maupun Perseroan Terbatas (PT) dalam bentuk LKMS.


Koperasi Sebagai Instrumen Penyalur Dana Bantuan

            Pemerintah semestinya menjadikan Koperasi/LKM sebagai bagian dari skema penyaluran dana kepada anggota-nya. Ada beberapa alasan (1) Koperasi adalah badan hukum yang di-awasi oleh Pemerintah, (2) Koperasi membiayai masyarakat berpenghasilan rendah (miskin), (3) Koperasi memiliki system pertanggungjawaban, dan (4) Koperasi memiliki organ dan struktur yang di-angkat oleh anggotanya sendiri.
Pertanyaan selanjutnya, apakah semua Koperasi dapat menjadi “Instrumen Penyalur dana Bantuan?” Jawabannya: “tidak semua Koperasi/LKMS” dapat menjadi penyalur dana bantuan Lalu, apa syaratnya agar Koperasi/LKMS dapat menjadi penyalur dana sosial? Menurut hemat Penulis, Koperasi/LKMS cukup yang memenuhi 2 (dua) persyaratan berikut ini :

            Pertama, Koperasi/LKMS yang selama ini memberikan pelayanan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (miskin); Kedua, Koperasi/LKMS yang memiliki system pelaporan yang baik, patuh terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;


Filosofi dan Konsep Recovery Koperasi

            Koperasi pada hakekatnya “ia kuat atau lemah” karena kontribusi dari anggota-nya, tanpa kontribusi dan partisipasi anggota Koperasi tidak berarti apa-apa. Fundamental kedua, Koperasi akan tumbuh dan kuat akibat ditopang oleh leadership yang kuat dan manajemen yang profesional dan bertanggung jawab atau dalam istilah manajemen modern di sebut “ GOOD GOVERNANCE”.

            KOPERASI yang terkena dampak pandemic COVID-19, hakekatnya bukan “KOPERASI” nya yang menjadi “BERMASALAH” tapi para anggotanya yang tidak memiliki kemampuan lagi untuk “BERTRANSAKSI” dengan Koperasinya. Langkah-langkah yang akan dilakukan oleh Pemerintah melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam berbagai skema untuk mendorong agar masyarakat memiliki daya beli ketika tidak ada lagi sumber pendapatan adalah hal yang memang seharusnya dilakukan. Namun pada tahap berikutnya “ mereka” akan memerlukan modal kerja lagi begitu akan memulai usaha mereka pasca “pandemic” ini.

            Persoalan kedua yang “pasti” akan dialami banyak UKM adalah kebutuhan Modal Kerja untuk memulai usaha kembali. Di sinilah peran KOPERASI dan LKM sangat dibutuhkan dan diperlukan sebagai bagian dari INFRASTRUKTUR KEUANGAN MIKRO di Indonesia.

            Ada pembagian tugas dan peran dalam menggerakkan KOPERASI sebagai bagian yang integral dalam Program recovery musibah nasional Pandemi Covid-19 dewasa ini.


Pemerintah (Kemenkop KUKM)

a. Melakukan RAPID TEST terhadap Koperasi di seluruh Indonesia, untuk mengetahui dan mengukur dampak PANDEMI.
b. Menyusun profil risiko Koperasi Indonesia
c. Menyusun Protokol Program pemulihan Kesehatan Koperasi Indonesia
d. Memberikan Penguatan terhadap KOPERASI melalui SKEMA BANTUAN kepada UKM melalui Koperasi terpilih.


Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) / Lembaga Independen (Provider Koperasi) lainnya
a. Menyediakan data Koperasi di seluruh Indonesia melalui Dekopinwil – Dekopinda
b. Memberikan Program Pendampingan Manajemen dan Pengawasan terhadap Penggunaan dana Bantuan Sosial lewat Koperasi
c. Memberikan Laporan secara Periodik terhadap Perkembangan Program Recovery kepada Pihak terkait (KEMENKOP/LPDB/BAZNAS/LAZNAS).


Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB)
a. LPDB menyediakan dana pinjaman lunak kepada Koperasi sesuai dengan data dasar (baseline) hasil rapid test yang dilakukan oleh Kemenkop KUKM.
b. Monitoring Program Penggunaan Dana Pinjaman Lunak.


Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ)
a. Menyediakan dana yang akan disalurkan terhadap anggota Koperasi yang terpilih
b. Memantau penggunaan dana oleh Koperasi


            Pembagian peran di atas akan sangat membantu KOPERASI dan sekaligus membangun sinergi antar pihak yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat berpenghasilan rendah (miskin) dan mengembalikan aktifitas produktif usaha mikro kecil yang menjadi anggota Koperasi, yang telah meyakinkan pada seluruh pihak bahwa KOPERASI telah berkontribusi nyata dalam inklusi keuangan, pemerataan dan pertumbuhan ekonomi nasional. (*).

*Dr Ahmad Subagyo, Dosen STIE GICI, Wakil Ketua Pengawas Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK) Pusat, 2020-2024

Sumber : https://wartakoperasi.net/kebaikan-koperasi-sebagai-instrumen-penyalur-bantuan-detail-425514