Ini Dia! Inovasi Agar Anak Muda Suka Berkoperasi

Ini Dia! Inovasi Agar Anak Muda Suka Berkoperasi


Indonesia Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI) menguraikan hasil surveynya melalui Webinar Research Expose “Koperasi dan Generasi Muda”, Selasa (23/4) silam. Mengupas hasil jajak pendapat bertajuk “Identifikasi Program Penjangkauan dan Pengembangan Generasi Muda pad Koperasi”, yang dilakukan pada Maret silam. 

“Tahun 2022 lalu kami melakukan survey yang melibatkan 614 responden koperasi tentang status SDM koperasi. Menemukan secara demografis anggota koperasi dari Generasi Z komposisinya sangat rendah, yaitu hanya 6%. Hanya ada 6 dari 100 anggota koperasi yang berusia 12-27 tahun,” papar Firdaus Putra, Ketua Komite Eksekutif ICCI dalam pengantarnya. Padahal, secara demografis, komposisi Gen Y (25%) dan Z (27%). Artinya, dua generasi termuda di atas merupakan mayoritas. 

Masih menurut Firdaus, postur demografi yang  seperti di atas selaras dengan pengguna internet dan produk-produk digitalisasi perbankan yang juga didominasi oleh generasi Y dan Z tersebut. Sebagai pembanding, di sektor pertanian, kompoisisi generasi Z bahkan hanya 2%. Hal ini jelas bukan kabar gembira bagi sektor pertanian yang terancam mengalami involusi SDM pertanian.

Bagaiaman dengan kesiapan koperasi? Masih mengacu pada hasil jajak pendapat, Aggota Jaringan Inovator Koperasi (JIK) Alvita Arnisa mengemukakan, sebanyak 93% responden menyatakan urgensi pengembangan generasi muda pada koperasi. “Namun, hanya 39,5 koperasi yang menyatakan sudah memiliki program pengembangan tersebut,” papar Alvita menyitir hasil jajak pendapat yang diikuti 159 responden dari 28 provinsi itu. 

Sejumlah isu terkait jajak pendapat ini, mengidentifikasi sejumlah program yang adaptif dengan ikhtiar pengembangan anak muda agar intens menggeluti koperasi. Diantaranya adalah inovasi koperasi untuk mengembangkan kerjasama business to business (B2B) dengan bisnis-bisnis anak muda.  Koperasi juga perlu menyelenggarakan inkubasi atau pendampingan bisnis. 

Seperti diketahui, para pelaku bisnis yang memanfaatkan teknologi digital mayoritas adalah anak-anak muda. Mereka bergerak di banyak sektor, termasuk sektor-sektor yang dilakoni koperasi. Isu lainnya adalah terkait equalities, yakni kemampuan koperasi untuk menempatkan generasi muda sebagai kader. Selanjutnya adalah “education”, bahwa sosialisasi atau penyuluhan perlu diberikan pada generasi muda. Terakhir, engagement, koperasi perlu menggunakan media sosial secara intensif agar terakses oleh generasi muda. 

Terkait hal itu bukannya tidak ada koperasi yang melakukannya. Presiden Direktur Koperasi Benteng Mikro Indonesia (BMI) misalnya, menempatkan orang muda di posisi pekerja dengan jumlah banyak. “Dari 1.500 karyawan kami, mayoritas berusia 24 tahun. Kami aktif mengelola media sosial, semua kanal kami gunakan, termasuk Tik Tok. Kami memiliki program inkubasi bisnis, dan setiap tahun mengadakan BMI Goes to School untuk sosialisasi ke SMA/SMK,” papar Kamaruddin Batubara. BMI yang merupakan grup koperasi beranggotakan 240 ribu orang dan berasset Rp 1,3 triliun itu, juga memiliki program pertanian bagi milenial. “Modal dan lahan kami sediakan, hasil panen juga kami tampung. Sayangnya, hanya sedikit generasi muda yang berminat,” imbuh Kamaruddin.   

Menanggapi fenomena tersebut, Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Emy Nurmayanti berujar, hasil jajak pendapat ICCI tersebut harus menjadi alarm bagi koperasi. “Bagaimana merespon perubahan demografi dan teknologi dengan baik. Koperasi harus melakukan inovasi produk dan layanan agar relevan. Digitalisasi juga perlu dilakukan untuk memberi kemudahan. Sisi lain, tepat sekali untuk menggunakan media sosial sebagai kanal promosi, sangat relevan,” papar koordinator mata kuliah koperasi di UI itu.   

Butuh Sinergi

Dalam kesempatan berbeda, ekonom Universitas Brawijaya Malang Nugroho  Suryo Bintoro sepakat, koperasi di Indonesia sudah seharusnya mulai merangkul kalangan gererasi muda.  Upaya tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan eksistensi koperasi itu dengan menyediakan pelayanan yang menjadi kebutuhan generasi muda. “Selama ini koperasi identik dengan generasi tua. Generasi muda lebih menyukai akses perbankan yang dinilai memiliki berbagai macam kemduhan transaksi,” papar Nugroho.

Kemudahan yang ditawarkan perbankan terlihat tampak sederhana, tapi benar-benar dibutuhkan. Sebut saja kemudahan dalam pembayaran listrik, air, telepon, dan juga pembayaran langganan internet. “Juga untuk memeriksa saldo tabungan, mutasi tabungan, pembelian, pembayaran, dan lainnya. Kemudahan tersebut, untuk saat ini dan kedepannya, merupakan fasilitas yang standard atau minimal bagi generasi muda yang nantinya akan berkeluarga”.

Menurut Nugroho, untuk menumbuhkembangkan minat masyarakat bergabung bersama koperasi diperlukan sinergitas kebijakan antar pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pengelola koperasi. Sinergi tersebut sangat penting terkait dengan upaya untk mengembangkan koperasi agar dapat bersaing dengan sektor swasta. 

“Sinergi tersebut juga harus dibarengi dengan penguatan pengelolaan koperasi secara internal dan eksternal. Untuk sektor internal diperlukan peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan pemanfaatan teknologi. Sementara untuk sektor eksternal, harus ada peningkatan kerja sama antar koperasi, maupun dengan lembaga swasta lainnya”. 

Sementara itu menurut Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/Badan Riset Nasional (BRIN) Yeni Septia, usaha koperasi akan lebih akrab bagi generasi muda milenial jika melibatkan komunitas. Peran komunitas di dalam koperasi itu penting karena komunitas ikut memperkuat koperasi lewat silaturahmi antar anggotanya. 

Yeni mencontohkan Koperasi Simpan Pinjam Pembiyaan Syariah (KSPPS) BMT Sidogiri Jawa Timur yang berkembang karena santri dan alumni Pesantren Sidogiri cukup kuat dan solid dalam komunitas karena ikatan sliaturahmi. Selain itu, tokoh masyarakat pun ikut dilibatkan. Ada peran tokoh agama, seperti kyai, sebagai pengawas dia bisa mempersuasif anggota untuk andil dalam koperasi tersebut. 

Sineas dan juga pendiri Forum Film Indonesia, Ichwan Persada, setuju apabila dikembangkan bisnis koperasi berdasarkan komunitas. Ia menambahkan, koperasi berdasarkan komunitas akan lebih akrab dengan generasi muda.  “Harus ada upaya megubah kesan dan citra koperasi di mata kaum muda, sehingga mereka menjadi lebih tertarik berkoperasi apa lagi ada dampak bonus demografi yang harus dioptimalkan,” terang Ichwan. “Bonus demografi masyarakat Indonesia 40% adalah generasi muda dengan jumlah kurang lebih 100 juta orang. Hal ini harus selalu dikampanyekan literasi bagi generasi muda bahwa, koperasi adalah usaha yang paling milenial dan ‘sangat anak muda’ “.    (Prio)

Sumber : https://wartakoperasi.net/ini-dia-inovasi-agar-anak-muda-suka-berkoperasi-detail-454147