Ikopin University bersama Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia mengadakan Serap Aspirasi Rancangan Undang-Undang Perkoperasian yang dilaksanakan di kampus Ikopin University, Kamis (14/12) lalu.
Ikopin dan Kementerian Koperasi dan UKM sepakat, perlunya menampung aspirasi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (RUU Perkoperasian) yang saat ini disusun oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
Mengambil tema “Urgensi Pembentukan APEX Koperasi”, acara dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan pembacaan doa.
Dalam sambutannya, Rektor Ikopin University, Prof. Dr. Ir. Agus Pakpahan, M. S. mengatakan, saat ini, pihaknya sedang membahas Undang-Undang Perkoperasian melalui Focus Group Discussion (FGD) yang hasilnya tidak boleh menyimpang dari UUD Pasal 33 Tahun 1945. "Kesesuaian dengan pasal tersebut harus menjadi prioritas utama. Peraturan yang dirumuskan tidak boleh hanya menjadikan UUD Pasal 33 Tahun 1945 sebagai hiasan tanpa makna dan manfaat yang nyata dalam penerapan hukum di bidang Koperasi Indonesia," tegas Agus Pakpahan.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM, Ir. Devi Rimayanti, M.M. mengemukakan, melalui diskusi ini diharapkan dapat disusun rencana pembentukan Apex yang mencakup aspek-aspek hukum, bisnis, dan lainnya, serta mempertimbangkan fungsi-fungsi seperti advokasi, likuiditas, dan sebagainya.
Panel diskusi berjalan menarik dan sangat dinamis. Pemaparan materi disampaikan oleh Dr. Suwandi, S.E., M.Si dan Ir. Arvian Muslim, M.P. selaku tim perumus Rancangan Undang-Undang Perkoperasian. Dilanjutkan dengan pemaparan materi dari Prof. Dr. Ahmad Subagyo, S.E., M.M. selaku Wakil Rektor Bidang Pengembangan Riset, Advokasi dan Promosi Ikopin University. Adapun pemateri terakhir adalah Dr. H. Sugiyanto, M.Sc sekaligus penutup panel diskusi.
Urgensi APEX Koperasi
Dalam paparannya, Prof. Ahmad Subagyo mengatakan, pertumbuhan Koperasi Simpan Pinjam di Indonesia membawa resiko hukum saat non-anggota menyetor, terutama terkait pengembalian dana. Dalam penyaluran jangka panjang, risiko likuiditas menjadi kritis. "Risiko ini dapat berdampak kompleks dan melibatkan ekosistem lembaga keuangan yang lebih luas. Untuk mengurangi risiko, perlu adanya pengaturan portofolio, seperti model bisnis Asosiasi dan Generik APEX," terang Subagyo. Ia lantas mencontohkan implementasinya yang dapat ditemukan dalam Model Bisnis Holding APEX BMT.
Masih menurut Ahmad Subagyo, usaha simpan pinjam yang dijalankan oleh Koperasi menghadapi risiko yang makin kompleks seiring dengan perkembangan model bisnisnya.
Pertumbuhan usaha simpan pinjam yang diiringi dengan ragam produk keuangan baik yang berjangka pendek menengah maupun Panjang akan berkonsekwensi terhadap cara mitigasinya.
Mitigasi risiko ada yang dapat ditangani sendiri oleh koperasi, namun ada juga yang membutuhkan keterlibatan Lembaga/koperasi lain, seperti risiko likuiditas. Untuk menanggulangi dan memitigsi risiko likuiditas untuk jangka Panjang yang berkelanjutan diperlukan APEX Koperasi.
"APEX Koperasi akan menjadi menarik manakala anggota APEX mendapatkan manfaat langsung dari keberadaan APEX ini. Sebut saja fasilitas pengembangan SDM, fasilitas teknologi informasi, fasilitas pendampingan, fasilitas pembiayaan, dan sebagainya. APEX Koperasi dapat menjadi simpul bertemunya Koperasi simpan pinjam yang sejenis untuk mengendalikan risiko secara Bersama-sama".
Diskusrsus kian menghangat. Para peserta FGD bersepakat bahwa keberadaan APEX Koperasi sangat diperlukan oleh Koperasi, terutama KSP/KSPPS, namun peserta berharap jangan sampai dengan adanya APEX Koperasi ini justru akan mengamputasi berbagai praktek terbaik koperasi dalam melakukan self protection dengan cara membangun ekosistem sendiri seperti Baitul Tamwil Muhammadiiyah (BTM), KSPPS SGT Sidogiri, Kospin Jasa Pekalongan, Perhimpunan BMT Indonesia yang telah menginisiasi Model Bisnis APEX berdasarkan model bisnis mereka sendiri, yang justru dibubarkan karena dianggap tidak sesuai dengan regulasi yang dibuat sendiri oleh Pemerintah.
Seperti diketahui, Perhimpunan BMT Indonesia telah berhasil membangun bisnis model APEX berbasis Holding, sementara Pusat Koperasi Syariah (Puskopsyah) membangun model bisnis APEX ASOSIASI. Adapun KSPPS SGT SIDOGIRI dan KOSPIN Jasa Pekalongan membangun model bisnis APEX Corporate melalui pendirian unit bisnis lain berbadan hukum lain (di luar Koperasi) sebagai jangkar-nya.
Diskursus mengalir dinamis dan antusiasme peserta begitu terasa. Peserta bersemangat dan memberikan dukungan positif sehingga menciptakan lingkungan yang dinamis dan penuh energi. Semangat kolaboratif ini membantu mendorong pertukaran gagasan yang kreatif dan memperkaya diskusi secara keseluruhan.
Melalui FDG ini, diharapkan dapat memanen aspirasi untuk mendorong Rancangan Undang-Undang Perkoperasian yang lebih baik. FGD ditutup dengan pembacaan ringkasan diskusi oleh Arika, Dosen Ikopin.(*/PR/Foto : Istimewa)
Sumber : https://wartakoperasi.net/ikopin-university-kemenkop-ukm-urgensi-bangun-apex-koperasi-detail-451265