Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) menghelat Kajian pendahuluan (Background Study) dalam rangka penyiapan rancangan materi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di bidang Pengembangan UMKM dan Koperasi, di Depok 30 Oktober. Mengambil topik “Mengukur Kesiapan Koperasi Menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Kondisi Strategis Lainnya”, Hadir sejumlah praktisi dan pegiat koperasi dari beberapa kota. Mencoba menjawab kegelisahan sementara kalangan ihwal penerapan teknologi 4.0 yang belum siap diadaptasi kalangan koperasi.
Koperasi kini berada di lintasan sejarah ketika teknologi mengambil alih kerja-kerja yang di masa lalu hanya bisa dilakukan oleh tenaga manusia. Kini, percepatan perkembangan teknologi sudah melampaui prediksi manusia sejak beberapa dekade lalu. Keahlian seperti apa yang dibutuhkan koperasi agar tetap survive? Sejauh mana peran gerakan koperasi dan negara?
Mengacu UUD 1945, pengembangan koperasi merupakan bagian integral dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Oleh karena itu, koperasi diarahkan dan dikembangkan secara luas di masyarakat untuk meningkatkan perannya kolektif para anggota koperasi dalam mendukung upaya peningkatan ekonomi masyarakat.
Koperasi telah lama dianggap sebagai sokoguru perekonomian nasional. Menurut Kementerian Koperasi dan UKM Rl (2018), terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto sebagai salah satu pelaku usaha, kontribusi koperasi (PDB) mencapai 4,48% atau setara dengan Rp 452 Trilyun.
Kontribusi PDB tersebut merupakan wujud koperasi Sebagai perusahaan berbasis orang yang dapat bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya. Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 menetapkan bahwa pelaku ekonomi di lndonesia terdiri dari: Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta dankoperasi.Hasil Penelitian secara global yang dilakukan oleh Bajo (2011) Menemukan bahwa keberlanjutan bisnis koperasi lebih tinggi daripada sektor swasta lainnya.
Dalam Capital and the Debt Trap (2011) disebutkan bahwa perusahaan koperasi cenderung dapat bertahan lebih lama dibanding perusahaan swasta. Setelah tiga tahun beroparasi rata-rata perusahaan koperasi daya tahan perusahaan koperasi rata-rata mencapai 75% sedangkan persuahaan swasta hanya 48%. Setelah 10 tahun koperasi daya tahan koperasi mencapai 44% dan perusahaan swasta 20%.
Namun, saat ini Perkembangan jumlah koperasi di lndonesia cenderung tidak signifikan sejak tahun 2012 dan cenderung menurun Pada tahun 2016. Jumlah koperasi yang aktif melakukan RAT pun jumlahnya tidak terlalu besar atau hanya mencapai 11.563 koperasi dari 208.155 total Jumlah koperasi di lndonesia.
Dari jumlah koperasi aktif sebanyak 152.282 unit pada tahun 2017 tercatat 64.300 diantaranya merupakan koperasi konsumen, 18,30% nya merupakan koperasi produsen, dan sisanya terbagi antara koperasi simpan pinjam sebanyak 12,81%, koperasi Jasa sebanyak 2,40%, dan koperasi pemasaran sebanyak 2,17%. Sedangkan Berdasarkan pesebarannya, koperasi banyak beroperasi di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Secara umum, koperasi di lndonesia masih mencoba mencari bentuk dan model pengembangan yang paling sesuai karena saat ini dalam pengembangannya mengalami berbagai hambatan.
Sebagai salah satu Pelaku ekonomi, koperasi saat ini masih juga mendapat tantangan dengan dimulainya era Revolusi lndustri 4.0, bonus demografi dan tren informalisasi tenaga kerja. Jika dapat dimanfaatkan dengan baik, akan menjadi kesempatan untuk meningkatkan daya saing koperasi. Namun, tantangan-tantangan tersebut, jika tidak dapat dimanfaatkan justru akan membuat koperasi semakin terpuruk.
Koperasi saat ini didorong untuk menjadi fasilitator atau penghubung dalam pengembangan rantai pasok kemitraan antara UMKM dan pasar, baik domestik maupun internasional. Beberapa program pemerintah telah diarahkan kepada program kemitraan tersebut.
Oleh karena itu, peran koperasi dalam menghubungkan UMKM Ini sangatlah penting dan signifikan untuk men ingkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat Mendukung berbagai program dan kebijakan tersebut, koperasi harus dapat menemukan bentuk dan kinerja kelembagaan terbaiknya.
Penelaahan Juga potensi koperasi untuk lebih berperan sebagai kekuatan juga mencakup penguatan penerapan prinsip-prinsip berkoperasi di kalangan masyarakat serta perubahan-perubahan yang diperlukan untuk menjawab perkembangan yang ada.
Rangkul Inclusive Start Up
Menurut Dewi Meisari dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, koperasi membutuhkan daya agar mampu menggunakan teknologi terkini. “Disaat masih banyak koperasi beroperasi dengan teknologi mekanisasi ala industri gelombang pertama, bagaimana koperasi menghadapi revolusi industri gelombang keempat?”.
Dewi menyarankan kalangan koperasi untuk terus belajar. Salah satunya dengan merangkul kalangan start up (rintisan usaha berbasis teknologi) terbuka yang menguasai teknologi. “Kalangan koperasi bisa mendukung mereka dalam pengembangan kapasitas perkoperasiannya, pelatihan komunitas dan keanggotaannya, dan di saat bersamaan koperasi menerima transfer teknologi dari kalangan start up itu,” papar Dewi.
Dalam era baru dimana ekonomi digital tumbuh dan disrupsi terjadi dimana-mana, koperasi memang harus beradaptasi. Beradaptasi dengan cara, sikap dan mindset yang juga baru. Salah satunya dengan jalan membangun pathway serta ekosistem baru yang lebih ramah terhadap generasi milenial.
"Rendahnya partisipasi generasi milenial ini sudah menjadi kegelisahan bersama. Tentu harus disikapi. Caranya, membawa masa depan ke hari ini, bukan menarik masa lalu ke hari ini. Sehingga kita harus inisiasi model-model baru yang akrab bagi mereka," papar Firdaus Putra, Direktur Kopkun Institute.
Prof. Dr. Agustitin Setyobudi, Guru Besar Ekonomi dan Ekonomi Koperasi yang juga Ketua IKP-RI, berpandangta, penguasaan teknologi merupakan sebuah keniscayaan, dan itu merupakan salah satu ikhtiar dalam mewujudkan kesejahteraan anggota. “Pengurus bisa melakukan afiliasi dan aliansi antar koperasi untuk mengembangkan usahanya. Yang penting bagaimana anggota merasa nyaman dan percaya bahwa pengurus bertugas mewujudkan keinginan dan keuntungan,” papar Agustitin.
Diakui mantan Ketua Koperasi Keluarga Guru DKI Jakarta ini, kalangan milenial merupakan entitas tersendiri yang perlu diedukasi dengan nilai-nilai koperasi. Tantangannya adalah, koperasi bagi generasi milenial mungkin bukan hal yang seksi. “Padahal, koperasi masih eksis dan banyak produknya yang masih diminati baik oleh pangsa pasar dalam negeri maupun luar negeri. Namun, pada era digital ini koperasi memiliki sejumlah tantangan agar produknya dapat terus bersaing di era kekinian ini,” papar Agustitin.
Untuk itu, kalangan koperasi harus mampu menerapkan beberapa strategi dalam era millenial ini. Antara lain, harus mampu menjadi badan usaha yang ‘seksi’ agar menarik bagi generasi milenial, eksis dan memiliki banyak produk yang diminati baik oleh pangsa pasar dalam negeri maupun luar negeri, hingga menjadi solusi bagi anggotanya dan mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat.
Guru besar di bidang perkoperasian ini mengimbuhkan, karakter pengurus tidak dipandang dari usia, tua atau muda. Jika bisa menyesuaikan dengan kemajuan zaman atau era milenial, tak masalah, malah itu yang dibutuhkan. “Sebaliknya, jika tak mampu mengembangkan diri, dia termasuk golongan purna milenial, harus diganti”.
Dalam kesempatan yang sama, Suroto, Ketua AKSES, mengkritik kecenderungan platform atau marketplace hari ini yang cenderung menguntungkan pemilik platform belaka. Di sisi lain, provider serta user sama-sama menjadi komoditi bagi platform tersebut. Dia menawarkan proposal pentingnya mengembangkan coop platform untuk menjawab tantangan zaman.
Saat ini, Uber dan Airbnb adalah startup yang paling sering dijadikan sebagai contoh bagaimana membuat platform digital yang sukses. Nilai perusahaannya gila-gilaan, mencapai USD 48 Miliar dan USD 29,3 Miliar, padahal mereka tidak memiliki aset fisik seperti petahana industri sebelumnya, yakni para perusahaan taksi dan hotel.
Di Indonesia pun startup yang paling besar dan terkenal saat ini adalah para platform seperti Gojek, Grab, Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Traveloka, dan Tiket. Untuk beberapa tahun ke depan, platform digital diprediksi tetap akan menjadi primadona. Perhatikan saja di Indonesia ada berapa banyak founder startup yang di dalam presentasinya memuat frasa “mempertemukan x dengan y”.
Bagi kalangan pegiat muda koperasi, format koperasi masih dianggap sebagai jawaban dari carut marut dan kesenjangan ekonomi yang ada kini. Sistem ekonomi yang telah dimiliki Indonesia sejak dulu kala dan tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945.
Frasa yang merupakan inti dari koperasi adalah “owned and run by and for their members”, dimiliki dan dikelola oleh dan untuk anggotanya. Dua kata kunci tersebut menjadikan koperasi sebagai realisasi nyata demokrasi ekonomi. Konsekuensi dari kepemilikan yang demokratis adalah usaha tersebut dimiliki oleh banyak orang, bukan hanya sekelompok pemodal. Artinya, surplus usaha (profit) akan dibagikan kepada banyak orang, bukan hanya segelintir orang.(PRIONO/ILUSTRASI ISTIMEWA)
Sumber : https://wartakoperasi.net/harap-cemas-koperasi-di-era-teknologi-4-0-detail-407474