"Kapal bermotor dengan kapasitas angkut 50an orang itu melaju pelan membelah sungai berwarna hijau kebiruan. Mesinnya menderu kencang. Menuju dermaga sebuah pulau kecil, yang pada sore, pekan pertama Juli lalu, didera gerimis dan berselimut kabut."
WK bersama puluhan orang yang berharap segera tiba di pulau berbentuk setengah bulatan bulan itu. Mayoritas mengenakan jas hujan atau berpayung.
Para penumpang berasal dari beragam latar belakang. Berkulit kuning, coklat, berwajah Kaukasia, juga sekelompok abege berwajah Melayu mengenakan jilbab yang tak henti memotret dan saling potret menggunakan telepon genggam.
Sepuluh menit melaju, semua mata menatap takjub pada dermaga kecil dengan sebongkah batu granit sekira dua meter kubik, persis di sudut kiri. Dari sisi muka batu berwarna abu-abu yang menghadap danau, menyembul sebuah kaligrafi Korea : Nami Seom. Pulau Nami. Pulau seluas 430 ribu meter persegi di kawasan Chuncheon, 1,5 jam berkendara dari Seoul.
Winter Sonata
Pulau kecil yang betul-betul cantik. Dengan jajaran batang redwood, tusam, cemara, poplar, dan ratusan perdu berbunga menawan.
Nami, berasal dari Nama Jenderal Nami, jenderal muda era raja ketujuh dinasti Joseon, yang wafat ketika umurnya belum genap 30 tahun. Kisah jenderal cemerlang namun tragis oleh intrik politik dinasti kerajaan. Ia dibunuh. Tubuhnya dimutilasi, lantas dibuang ke sejumlah penjuru. Setelah nama baiknya dipulihkan, dibangunlah semacam petilasan menyerupai makam di tempat itu.
Sekian abad kemudian, pada 1965, Pulau Nami dibeli oleh pejabat dan pebisnis sukses Minn Byeong-do (1916-2006), yang sangat memuja keindahan alam dan budaya Korea. Minn mendesain konsep wisata rekreasi berbasis alam. “Pohon hijau dan sungai yang bersih adalah milik kita dan generasi mendatang” semboyan Minn, yang juga pecinta sastra itu. Menginspirasi Korea dalam mengembangkan turisme berbasis alam.
Mengunjungi tempat itu di pekan pertama Juli yang masuk summer, Milesia tak melihat sebongkah salju pun. Sebagai gantinya, rerimbun hijau pepohonan di Metasequoia Lane, menghadirkan suasana segar. Batang-batang redwood dengan epidermis kulit yang kemerahan, besar dan kokoh, mengingatkan akan negeri jauh.
Pohon-pohon yang dirawat dengan suka-cita layaknya anggota keluarga itu, sepertinya paham. Mereka tak enggan tumbuh menjulang, berakar dalam, menawarkan kesejukan, begitu sedap ditatap.
Kawasan penuh pepohonan menjulang yang ditanam lebih dari empat dekade silam itu, adalah area terpopuler tempat para pengunjung selfie maupun foto keroyokan.
Ada resto kecil sekiranya perut lapar usai berkeliling pulau. Semula, resto dengan dinding kombinasi kayu redwood dan kaca itu, adalah tempat ngaso kru produksi Winter Sonata.
(FOTO PRIONO)
Ya, di sinilah, 16 tahun silam, drama Korea Winter Sonata, mengambil lokasi shooting. Lantas memicu gelombaang Hallyu (Korean Wave) ke penjuru dunia.
Diwarnai dengan maraknya drama Korea (drakor), boyband dan girlband, termasuk musik dan ribuan item merchandise yang menyebar kemana-mana. Termasuk Indonesia. Gelombang turis yang datang ke Korea, niscaya akan mlipir ke Pulau Nami, yang berjarak 54 kilometer dari Seoul.
Patung logam dua sejoli aktor utama drama Winter Sonata, si cantik Bae Yong Joon dan Choi Jin Woo, jadi rebutan untuk jadi latar foto. Lusinan orang tengah antri menunggu giliran untuk berfoto. Patung setinggi orang dewasa itu, laiknya patung anjing Hachiko di depan Stasiun Shibuya, Jepang, yang terkenal.
Tidak ada yang tahu, sampai kapan demam Hallyu akan berakhir. Artis baru, idola baru, yang juga digandrungi anak muda dan remaja, seperti terus bermunculan.Jumlah turis yang mengunjungi Korea, termasuk ke Pulau Nami, selalu meningkat saban tahun. Mengacu rilis Korea Tourist Organisations, pada 2015 turis Indonesia yang mengunjungi Korea tercatat 190 ribu orang. Setahun kemudian naik menjadi 300 ribu orang. Di Naminara, rindu ditumpah tanpa kata-kata.(PRIONO/FOTO WINTER SONATA ISTIMEWA)
Sumber : https://wartakoperasi.net/di-naminara-rindu-tak-perlu-kata-kata-detail-404192