Koperasi tidak bisa beroperasi secara optimal tanpa semangat karyawan. KPI menjaga nyala!
Sebagian pengurus koperasi yang menjadi managemen koperasi di negeri ini ada yang mempunyai mindset mengelola koperasi itu tidak perlu ribet, njelimet. Terlebih dalam mengukur kinerja alias performa karyawannya.
Lebih apes lagi, jika pengurus yang menjadi pengelola koperasi, dengan mindset ala kadarnya tersebut, juga ternyata punya aktivitas lain yakni masih menjabat sebagai pegawai atau karyawan di instansi atau perusahaan.
Idealnya koperasi dikelola oleh manajemen, bukan pengurus koperasi. Terlebih, pengurus koperasi yang masih aktif tercatat sebagai pegawai di sebuah kantor atau instansi.
Sudah terbayang kan, bagaimana fase hidup koperasi yang merupakan lembaga bisnis, tempat anggota menggantungkan sebagian kesejahteraan hidupnya, dikelola secara serampangan dan ala kadarnya.
Salah satu konsekuensi dari pengelolaan koperasi dengan mindset ala kadarnya adalah penilaian kinerja karyawan yang main pukul rata alias pinter bodoh sama aja atau PBSA.
Mengapa terjadi PBSA? Karena koperasi tidak punya metode penilaian kinerja karyawan. Koperasi menilai karyawan hanya dari jam kerja saja. Padahal, ada divisi tertentu, yang tidak berpengaruh dengan jam kerja.
Penilaian absensi alias jam kerja paling tepat diperuntukkan bagi karyawan bagian layanan anggota, layanan konsumen, dan administrasi serta keuangan.
Sementara bagian lain terkait dengan objectives seperti member awareness alias kesadaran anggota, pengenalan anggota ke koperasinya, sense of belonging anggota ke koperasi, tidak tepat jika dinilai dengan absensi alias daftar kehadiran.
Terlebih, setelah pandemi dikenal adanya pekerjaan dengan adanya remote working atau work from anywhere (WFA) yang cocok untuk bagian yang tidak berhubungan dengan layanan.
Guna mencegah kebosanan karyawan sebagai konsekuensi penilaian yang pinter bodoh sama saja, dan berakhir dengan menurunnya produktivitas karyawan, koperasi sudah seharusnya menerapkan KPI.
Untuk Apa KPI
KPI (key performance indicator) adalah indikator untuk menilai kinerja atau performa karyawan, juga koperasi sebagai institusi bisnis.
Dalam lingkup karyawan, KPI berfungsi sebagai metriks kontrol karyawan bisa mengerjakan job desk-nya secara optimal.
Dengan KPI, akan mudah mengevaluasi apakah kinerja karyawan koperasi sudah sesuai dengan target, sesuai dengan kultur kerja koperasi.
Penggunaan KPI memudahkan koperasi menjalan program rencana kerja dan anggaran, serta merealisasikan visi misi koperasi.
Misalnya koperasi konsumen A yang punya unit bisnis USP, hotel, dan ritel modern mempunyai visi menjadi koperasi besar nasional. Misi koperasi yakni memberikan layanan ke anggota dan konsumen secara cepat.
Maka, karyawan koperasi konsumen A dalam menjalankan tugas-tugasnya harus berorientasi dengan kecepatan layanan demi mewujudkan visi menjadi koperasi besar nasional.
Untuk mengukur alias mengontrol kinerja karyawan dalam merealisasikan visi misi koperasi, maka koperasi memerlukan KPI.
Karena jenis pekerjaan karyawan koperasi tidak sama, maka bobot penilaian dalam KPI pun berbeda untuk tiap bidang.
Dengan pembobotan nilai berbeda sesuai dengan bidang pekerjaan karyawan, maka karyawan akan mendapatkan penilaian secara obyektif, bukan subyektif.
KPI juga menjadi parameter kemampuan karyawan yang bersangkutan. Apakah dia merasa kesulitan mengerjakan tugas-tugasnya, atau tugas-tugas tersebut terlalu mudah untuk kompetensi karyawan ybs.
Penilaian obyektif melalui KPI menjadi hal urgen, untuk mencegah praktik politik parktis di lingkungan koperasi yang merusak budaya kerja professional. Kecuali, koperasi memang dianggap sebagai ormas yang syarat intrik politik alias batu loncatan. KPI tak diperlukan lagi bestie....
(Susan/foto : istimewa).
Sumber : https://wartakoperasi.net/biar-karyawan-semangat-pakai-kpi-ya-detail-445000