Oleh : Suroto
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ( AKSES)
Pada 1 Desember lalu di Belgia telah dirilis hasil riset 300 koperasi besar dunia untuk setiap dua tahun sekali. Hasilnya, dari 300 koperasi besar dunia atau daftar ICA Global 300 yang diterbitkan oleh lembaga riset Euricse tersebut, tak satupun koperasi Indonesia yang masuk dalam daftar.
Indonesia masih kalah dari negara tetangga. Singapura, misalnya, mencatatkan dua koperasi dan Malaysia satu koperasi. Paling banyak yang masuk dalam 300 koperasi besar adalah dari Amerika Serikat. Jumlahnya hingga 71 koperasi atau 23,66 persen.
Selain itu, Eropa tetap memimpin dalam keseluruhan daftar dengan mencatatkan sebanyak 141 koperasi atau 47 persen. Kemudian disusul benua Amerika sebanyak 91 koperasi atau 30 persen dan Asia Pasifik sebanyak 41 atau 13,66 persen.
Dari 300 koperasi besar dunia tersebut, jumlah putaran bisnis sebesar Rp 32 trilyun rupiah atau lebih besar dari Produk Domestik Bruto ( PDB) Italy tahun 2021.
Dari 300 koperasi yang ada, sektor asuransi paling banyak mendominasi. Disusul sektor pertanian, sektor keuangan, sektor konsumsi/perdagangan, sektor industri, lalu sektor layanan publik seperti kesehatan, perlistrikan dan sektor perumahan.
Kekuatan Ekonomi Domestik
Dilihat dari sektoralnya, koperasi yang terlihat mendominasi adalah sektor pemenuhan kebutuhan domestik, terutama pangan dan energi. Ini artinya bahwa koperasi berkecocokan dengan konsep pertahanan atau keamanan sosial ekonomi dan politik suatu negara.
Penguasaan koperasi di sektor ekonomi domestik ini, sekaligus menggambarkan adanya kendali yang kuat dari masyarakat mereka terhadap ekonomi dalam negeri sendiri. Menjadi pengendali harga dan dampak multiplier lainya seperti berputarnya nilai tambah ekonomi di masyarakat, penciptaan lapangan kerja lebih banyak dan lain lain.
Koperasi besar dunia yang di dominasi negara negara global utara seperti Eropa, Amerika, dan negara maju seperti Asia Pasifik seperti Jepang, Korea dan Singapura, New Zeland, Australia itu juga menunjukkan bahwa koperasi turut membuat negara tersebut menjadi negara maju, berdaya saing tinggi dan ekonominya lebih berkedilan.
Masalah Koperasi Kita
Koperasi dari tanah air yang tak satu pun masuk dalam ICAGlobal300 menunjukkan bahwa perkoperasian kita dalam masalah besar. Koperasi sebagai konsep yang sesuai dengan demokrasi ekonomi atau ekonomi Konstitusi kita sengaja tidak dikembangkan secara serius.
Persoalan utamanya dimulai dari masalah paradigma. Masyarakat kita banyak yang tidak mengerti apa itu koperasi dan arti pentingnya bagi pembangunan. Juga kemandirian dan kedaulatan sosial ekonomi kita.
Masalah paradigma ini disebabkan oleh persoalan serius tentang dunia pendidikan kita. Orang orang muda tidak memiliki bekal pemahaman yang cukup tentang koperasi. Koperasi sebagai ilmu pengetahuan dan temuan penting peradaban tidak diajarkan dan bahkan disingkirkan sejauh mungkin sebelum masuk ke pikiran.
Soal selanjutnya adalah masalah regulasi. Koperasi dalam banyak regulasi kita sengaja didiskriminasi, disubordinasi dan bahkan dieliminasi. Contoh paling kongkrit misalnya koperasi tidak diberikan kesempatan sebagai opsi untuk pengembangan di sektor layanan publik, misalnya. Dimana di UU BUMN koperasi tidak diberikan opsi sebagai badan hukum atau hanya persero. Di UU layanan kesehatan diwajibkan berbadan persero, investasi asing wajib berbadan hukum perseroan dan lain sebagainya.
Masalah ini akhirnya membentuk pemahaman yang keliru dalam penyusunan kebijakan perkoperasian. Koperasi yang seharusnya diperkuat dengan diberikan otonomi justru terus dibina(sa)kan melalui program program pemerintah.
Reformasi Besar
Untuk mencapai tahapan agar koperasi kita dapat berkembang dengan baik sebetulnya dapat dilakukan dengan tahapan tahapan yang jelas.
Pertama, koperasi semestinya dilakukan rehabilitasi dengan dilakukan pembubaran terhadap koperasi papan nama dan koperasi abal abal. Ini dilakukan untuk mengembalikan citra koperasi dan agar masyarakat tahu apa itu koperasi sebenarnya dan arti pentingnya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kedua, setelah dilakukan rehabilitasi, sebetulnya perlu dilakukan upaya reorientasi. Tahapan ini dilakukan dengan cara diarahkan agar koperasi dapat melakukan konsolidasi strategis kearah yang benar.
Ketiga, yaitu tahap pengembangan. Dalam tahap ini koperasi perlu diberikan otonomi dan juga juga dihargai prinsip prinsipnya dan agar berkembang secara natural menjawab berbagai kebutuhan masyarakat. (*/Pr)
Sumber : https://wartakoperasi.net/bahaya-besar-dibalik-terpentalnya-koperasi-indonesia-dari-jajaran-300-koperasi-besar-dunia-detail-445676