Akhir Rezim Bubur Diaduk?

Akhir Rezim Bubur Diaduk?

Ada dua aliran populer cara makan bubur ayam di Indonesia : aliran bubur diaduk versus bubur tak diaduk. Biarpun sama-sama lezat untuk sarapan atau kudapan selingan, para penganut aliran ini tak jarang gemar "berseteru". Kini, kedua aliran mendapat tantangan : bubur topping! Hah..!

img-1656916780.jpg

Gedung dua lantai tak jauh dari RS Hermina, Depok, itu yg terlihat sepi, Ahad (3/7) pagi. Menggeser pintu kaca, Warta Koperasi mendapati kafe minus pengunjung di lantai satu. Memang bukan waktu yang cihui buat ngopi.

img-1656916820.jpg

Mengancik tangga lantai dua, barulah aroma harum menguar. Sekaligus bikin lapar : poster-poster besar memampang lusinan mangkuk dengan sajian bubur dengan aneka topping : ayam kampung, sapi, keju, bebek, hingga sayuran. Bagi vegetarian, ada bubur vegetable yang segar dengan aneka sayuran.

img-1656916860.jpg

"Rame juga kalau sore atau malam, Kak. Lezat tapi nggak terlalu mengenyangkan," papar Puji, penyaji bubur yang pagi itu bekerja sendirian. 

Bubur ayam original dibanderol Rp 12 ribu semangkuk. Selain topping suwiran ayam dan irisan tipis cakwe renyah, diimbuhi kedelai dan emping goreng. Kuahnya kuning terang beraroma gurih dengan tekstur rasa rempah, disajikan terpisah dalam mangkuk mini.

Mau lebih manteb? Cobalah bubur ayam rendang. Waduh! Toppingnya berupa segunduk rendang di atas bubur panas yang mengepul. Itu saja masih ditambah suwiran ayam dan emping goreng yang disajikan dalam mangkuk terpisah. Harganya Rp 28 ribu per porsi. Coba deh, Kak.. (Prio).



Sumber : https://wartakoperasi.net/akhir-rezim-bubur-diaduk-detail-443148