Peluang dan Tantangan Lembaga Keuangan Mikro – Koperasi Era Digital

Peluang dan Tantangan Lembaga Keuangan Mikro – Koperasi Era Digital


 

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan Koperasi menghadapi tantangan usai mendapat momentum kebangkitan seiring berakhirnya pandemi.Tantangan internal, berupa kesiapan LKM dan Koperasi merespons perubahan dengan up grading kapasitas kelembagaan dan SDM. Tantangan eksternal, gejolak ekonomi global, trend digitalisasi, dan regulasi yang belum tuntas.   

img-1678870232.jpg

    Hal itu mengemuka dalam Microfinance Expert Forum (MEF) yang dihelat bersaman dengan Musyawarah Nasional (Munas) I Indonesia Microfinance Finance Expert (IMFEA), di Semarang, Jum’at (10/3) lalu. Pada MEF yang dihelat di di Hotel Grasia, Semarang, itu hadir tak kurang dari 100 peserta. Termasuk yang mengikuti secara online. Dalam acara yang dipandu oleh M.Aziz Romadhon dan Nadya dari LKMS Kasuwari, Pekalongan, itu hadir sejumlah pakar dan narasumber.

    Dr. Roberto Akyuwen (Kepala OJK Regional 1 DKI Jakarta dan Banten), mengemukakan, fondasi ekonomi Indonesia dalam menghadapi resesi global yang dinilainya cukup kuat. Dengan probabilitas resesi di kisaran 3%, fundamental ekonomi Indonesia terbilang cukup kuat. Meskipun demikian, Indonesia tidak boleh lengah. Kebijakan hilirisasi sektor komoditas akan menekan ekspor. Ditambah lagi dengan perlambatan ekonomi global yang memiliki potensi memperlemah ekonomi domistik. Capital outlaw masih akan dihadapi oleh emerging market akibat kenaikan tingkat suku bunga The FED. “Meskipun demikian, kondisi dalam negeri memiliki stabilitas yang baik terutama di sektor keuangan kita. Baik dilihat dari kinerja keuangan maupun profil risiko industri keuangannya,” papar Akyuwen.

    Lebih lanjut, kecenderungan pembiayaan ke sektor mikro juga terus bertumbuh. Namun ada sedikit catatan, bahwa pertumbuhan ini disokong oleh andil fintech dan layanan keuangan digital yang tumbuh signifikan. Kedepan, lembaga keuangan yang tidak melengkapi dirinya dengan fasilitas digital akan cenderung melemah dan terancam tereliminasi.

    Bagaimana dengan trend pembiayaan mikro untuk koperasi dan UKM? Dalam panmdangan Dr. Ahmad Dading Gunadi (BAPPENAS), ada empat rekomendasi dari yang bisa dijalankan dalam mendorong sisi penawaran dalam industri keuangan mikro. Pertama, pembaruan system penilaian kredit Registrasi dan penilaian kredit berbasis teknologi dapat  memudahkan UMKM untuk mendapat pinjaman karena terbantu dari system rating yang dimiliki. Alternatif penilaian kredit juga bisa dilakukan menggunakan data alternatif seperti data transaksional, data perilaku, dan data media sosial. Kedua, perluasan agen keuangan digital. Perluasan agen keuangan digital (cash-in/cash-out agent) untuk memperkuat inklusi keuangan di daerah pelosok.

    Ketiga, pembiayaan dengan jaminan ringan perlu adanya skema pembiayaan yang inovatif dengan jaminan ringan untuk mendanai UMKM yang belum layak kredit. Serta keempat, optimalisasi program kredit subsidi.

     Aspek regulasi juga mendapat sorotan dalam MEF. Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi yang hadir sebagai narasumber, mengemukakan sejumlah peluang dan tantangan bagi koperasi dan UKM. Rencana pembentukan ekosistem Koperasi berupa APEX Koperasi, Otoritas Pengawas Koperasi, dan Lembaga Penjaminan Simpanan Koperasi, dinilai Ahmad Zabadi sebagai langkah strategis. Lebih lanjut, system permodalan koperasi yang akan lebih enable dengan system keuangan lain, merupakan issue menarik di era digital.

     Ahmad Zabadi juga mengelaborasi UU PPSK yang telah dirilis beberapa waktu lalu. Meniscayakan adanya pengaturan closed loop dan open loop. “Penjenisan koperasi ke depan tidak lagi ada, karena sektor usaha akan disesuaikan dengan KBLI, sehingga kedudukan hukum koperasi sama seperti perseroan, yayasan dan badan hukum lainnya. Ada pergeseran kedudukan, yang mana sebelumnya Koperasi adalah badan hukum yang sekaligus sebagai badan usaha, akan mendudukkan Koperasi hanya sebagai Badan Hukum saja,” papar Ahmad Zabadi.

     Djauhari Sitorus dari ILO-Jakarta, mengangkat isu “Digitalisasi UMKM”. Memaparkan  tentang potensi, peluang dan tantangan digitalisasi UMKM. Sitorus mengungkapkan fakta, bahwa perdagangan nasional dan internasional saat ini dilakukan secara online dengan prosentase sebesar 68% dan sisanya offline. Dampak transaksi digital dalam perdagangan telah mampu membuka pekerjaan baru 84% minimal 1 orang pekerja. Bandingkan dengan trading offline yang hanya sebesar 64%.

     Kondisi pasca pandemi, menurut Sitorus,  UMKM memiliki prioritas kebutuhan terhadap permodalan sebesar 56%, kebutuhan terhadap kemudahan berusaha (perijinan) sebesar 31%, kebutuhan terhadap keringanan pajak sebesar 15%, dan sisanya ingin mendapatkan pelatihan sebesar 13%. Tantangan yang dihadapi oleh UMKM antara lain berupa keterbatasan modal (30%), keterbatasan literasi digital (27%), keterbatasan kepemilikan terhadap device (10,8%). Juga keterbatasan pemahaman terhadap proses dan prosedur (7,8%) dan keterbatasan SDM (4,8%)”

     Lebih lanjut, masih menurut Sitorus, penggunaan digitalisasi UMKM dari 20% menjadi 50% dapat meningkatkan transaksi perdagangan sebesar Rp. 546,5 Triliun yang diperkirakan akan tercapai pada 2024. Adapun faktor-faktor yang dibutuhkan untuk meningkatkan digitalisasi UMKM antara lain permodalan, literasi digital, dan penyederhanaan proses bisnis digital.

    Keuangan mikro syariah juga akan kembali trend. Dr.Bagus Aryo (Deputi direktur Keuangan mikro - KNEKS), mengemukakan, nilai-nilai keunggulan model syariah yang selalu mengkombinasikan antara nilai ekonomi dengan nilai sosial dalam setiap transaksi muamalah yang dilakukannya, merupakan keunggulan tersendiri.

 img-1678870150.jpg

    Aryo mencontohkan model bisnis yang unik dan tidak dimiliki oleh negara lain dalam praktek keuangan mikro adalah model Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Program dukungan untuk melakukan digitalisasi telah dilakukan baik oleh Kemenkop, OJK maupun Bank Indonesia. Ada empat tahapan dalam proses digitalisasi di LKMS yaitu, membangun core system accounting, pengembangan manajemen support dan sistem pelaporan, pengembangan layanan anggota berbasis digital, serta pengembangan enabling system untuk menghubungkan dengan ekosistem keuangan lainnya. (*Pr)

 

Sumber : http://wartakoperasi.net/peluang-dan-tantangan-lembaga-keuangan-mikro-koperasi-era-digital-detail-447453