Pesona Koro Benguk Komoditas Pertanian yang Terpingirkan

Tahun 2019 lalu tergolong kurang bagus untuk usaha budidaya pertanian karena musim hujan yang lebih pendek dari biasanya. Hujan baru datang mulai Desember-Januari, mundur dari biasanya pada bulan September-Oktober. Musim kemarau juga lebih maju datangnya. Sejak bulan Mei sudah tidak ada hujan turun. Adapun sampai April 2020 ini, hujan masih enggan beranjak di sejumlah daerah. 

Akibatnya, petani yang biasanya bisa menanam padi dua kali dan palawija (Jagung, kedelai, atau kacang hijau) sekali, kali ini hanya bisa menanam padi sekali. Seringkali, tanam padi gagal panen karena air tidak mencukupi.

Pada lahan pertanian tadah hujan dan sumber air tanah kurang memadai seperti di daerah Klaten Tenggara (Cawas, Bayat, Wedi dan Gantiwarno) jika tanam padi yang kedua kurang berhasil atau malah puso, sebagian petani memilih membiarkan lahannya bero. Lahan bero yang berkarakter kering, sengaja dikosongkan tanpa tanaman produktif hingga musim hujan datang. Secara eknomis situasi ini kurang menguntungkan petani. Sebab pendapatan petani jadi berkurang.

Koro Sebagai Opsi

Kondisi lahan bero sejatinya bukan tanpa solusi. Ada komoditi yang bisa ditanam dalam kondisi lahan kering, yaitu koro benguk. Bagi kalangan petani di Jawa Tengah dan sekitarnya, koro benguk bukanlah nama asing. Hanya saja, masih ada yang memandang sebelah mata dan kerap dicap sebagai komoditas pertanian “ndeso”.

Bagi generasi milenial jaman now, terutama yang hidup di kota, bisa jadi kurang familiar dengan koro benguk. Koro benguk juga dikenal dengan sebutan kacang babi. Baik dengan nama koro benguk ataupun kacang babi, ia masih saja kalah populer dengan saudaranya, si koro pedang.

Selama ini, olahan koro benguk yang paling umum adalah berupa tempe benguk. Bagi penduduk di daerah pedesaan, terlebih angkatan tua, tempe dengan bahan koro benguk masih dijumpai di pasar tradisional dan dikonsumsi sebagai lauk.

Koro benguk (Mucuna pruriens) termasuk tanaman perdu merambat yang bandel dan sangat tahan terhadap kekeringan. Dari pengalaman di lapangan dengan mengacu faktor ketersediaan air, prioritas komoditas pilihan petani secara berurutan diawali dari padi, lalu jagung, kedelai, dan terakhir kacang hijau. Nah, setelah kacang hijau tidak mungkin lagi dibudidayakan akibat seretnya sumber air, petani kadang memilih menganggurkan lahannya (bero). Padahal, masih ada pilihan yang tak kalah menarik yang bisa ditanam, yaitu si koro benguk. Ia bahkan dijuluki sebagai komoditas anti puso alias kebal dari sergapan gagal panen.

Teknik Budidaya Mudah

Cara tanam koro benguk terhitung sangat mudah dan hampir tidak memerlukan perlakuan khusus yang rumit. Kebanyakan petani juga tidak melakukan pemupukan  dan pengendalian organisme pengganggu tanaman koro.

Pada lahan sawah  kering, penanaman dilakukan langsung tanpa olah tanah terlebih dahulu. Biji koro benguk dimasukkan dalam tanah dengan tugal atau malah langsung dalam belahan atau retakan tanah kering.

Jarak tanam beragam sesuai dengan jenisnya. Pada jenis genjah jarak tanam lebih rapat karena lebih cepat panen. Rata-rata jarak tanam yang dipakai petani adalah 1,5 x 3 meter atau 1 x 2 meter dengan 2 – 3 biji koro per lubang tanam. Ada juga yang lebih rapat lagi jika tujuannya untuk panen daun muda atau pakan ternak.

Pada penanaman di daerah tegalan atau pekarangan, koro benguk akan merambat pada tanaman atau tegakan lain. Koro benguk termasuk tanaman keluarga kacang-kacangan yang merambat. Pada penanaman lahan sawah kering, tanpa  batang ajir dan atau tanaman perambat pun, Si Koro dengan suka cita mencari celah untuk tumbuh dan berkembang.

Setelah tumbuh, koro benguk akan bercabang dan merambat menjulur ke segala arah laiknya semangka atau ubi jalar. Petani biasanya melakukan pengurangan cabang dan memanfaatkannya sebagai pakan ternak. Bahkan, ada yang seluruhnya dijadikan sebagai sumber hijauan pakan ternak. Buah koro benguk melulu sebagai bonus. Menanam koro benguk juga merupakan investasi untuk pakan ternak di saat kondisi kering dan susah mencari pakan untuk sapi atau kambing.

Secara ekonomi bertanam koro benguk sejatinya menguntungkan. Bahkan, pada saat musim kemarau panjang keuntungannya bisa melampaui hasil menaman kedelai atau jagung. Budidaya koro tidak memerlukan biaya pengairan secara khusus dan penanganan OPT  sama sekali. Pupuk pun hanya kompos atau pupuk kandang yang disebarkan di lahan, yang tujuan utamanya lebih kepada persiapan untuk pupuk padi untuk periode tanam padi musim labuhan atau  musim tanam padi perdana.

Dari pengalaman musim tanam tahun sebelumnya, untuk lahan seluas 1.000 meter persegi  dengan benih 4 kilogram bisa dipanen tak kurang dari 3 kuintal koro benguk. Ini belum termasuk hasil yang tidak diuangkan berupa hijauan pakan ternaknya.

Di pasaran, koro benguk juga semakin dicari konsumen dan harga jualnya kini cukup lumayan. Harga biji koro benguk per kilogram saat ini setara dengan beras kelas terendah, yaitu sekitar delapan ribu sampai dua belas ribu rupiah. Bahkan di saat liburan lebaran dapat mencapai tiga belas ribu rupiah per kilogram.

Resti, ibu muda pelaku usaha olahan koro benguk di desa Ngerangan, Bayat, menyampaikan, bahwa harga koro memang bervariasi. “Harga termahal di pasaran lokal sekitar Rp 12 ribu per kilogram. Adapun olahannya, harga tempe koro benguk goreng saat ini sekitar seribu rupiah per potong seukuran empat jari tangan orang dewasa,” ujar Resti.

Selain menjual olahan benguk bacem dan goreng, Resti yang didukung BUMDES desa Ngerangan, juga membuat keripik koro benguk. Pengecekan WartaKoperasi.net  di lapak lapak online, harganya mencapai Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu untuk sekilo biji koro.

Tempe berbahan baku koro benguk memiliki kandungan nutrisi yang bermanfaat yang berpotensi menjadi alternatif pengganti kedelai. Koro benguk mengandung 42-65% karbohidrat, 24-31% protein lemak 4,1-14%, serat 5-11%, mineral, asam amino dan abu 3-5%. Bahkan, ada informasi bahwa koro benguk bisa dijadikan sebagai bahan obat penyakit parkinson.  Di Negara asalnya di India dan Afrika, koro benguk  diyakini bisa meningkatkan kesuburan dan mendongkrak stamina dan vitalitas.

Saat ini teknik pengolahan makananan sudah mampu menetralisir efek kandungan Asam Sianida (HCN) yang ada dalam koro benguk. Perebusan dengan air mendidih dan perendaman selama 2x24 jam dengan penggantian air setiap 6-8 jam bisa menghilangkan kandungan racunnya. Jadi, tidak perlu kuatir untuk mengkonsumsi koro benguk. Terlebih menimbang tingginya nutrisi penting yang dikandung olahan koro benguk yang mak nyus ini.

(PRIO/WartaKoperasi).



Kategori
WIRAUSAHA

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar