Masalah Fundamental Koperasi

Oleh : Suroto (Ketua AKSES)


Masalah koperasi di Indonesia yang paling menonjol dan menyeruak pada tahun 2022 ini dan merupakan fenomena gunung es adalah soal koperasi gagal bayar. Walaupun tentu ada banyak masalah masalah lainya.   

Khusus tentang koperasi gagal bayar, masalahnya sungguh serius. Bukan hanya telah merugikan masyarakat tapi banyak kasus yang terjadi seperti tanpa solusi. 

Koperasi gagal bayar bukan hanya menyangkut mismanajemen atau perkara internal koperasi, melainkan tunjukkan kelemahan mendasar regulasi dan kebijakan serta peran pemerintah  sendiri sebagai  regulator. 

Sebut misalnya dalam soal koperasi gagal bayar, masalah ini sudah sejak 20 tahun silam telah diusulkan agar supaya koperasi diberikan perlakuan adil seperti halnya kepada bank dengan diberikan jaminan simpanan dari Lembaga Penjamin Simpanan ( LPS). 

Koperasi kita, kontribusi usahanya 80 persen ada di sektor keuangan. Jadi masalah LPS ini sangat penting bukan hanya untuk melindungi uang anggota, tapi juga untuk meningkatkan kapasitas, kualitas tata kelola koperasi, dan performansi  koperasi secara keseluruhan.  

Soal Rancangan Undang Undang ( RUU)  Perkoperasian yang sifatnya sudah komulatif terbuka juga selama ini tidak pernah diurus serius. Padahal amar putusan Mahkamah Konstitusi sudah jelas sejak UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dinyatakan inkonstitusional, atau dibatalkan, pemerintah diminta segera menyusun RUU yang baru gantikan UU No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. 

Saya melihat peranan Kementerian Koperasi dan UKM dalam menjalankan fungsi kebijakanya juga terlihat banyak yang tidak tepat dan efektif.  

Soal saran penyelesaian Penundaan Kasus Pembayaran Utang ( PKPU) misalnya, juga sistem pengawasan koperasi yang justru kontra produktif dan meresahkan bagi koperasi. 

Dalam kasus koperasi gagal bayar itu semestinya pemerintah berpedoman pada hal prinsip apa yang dilanggar oleh para pihak dan lalu bagaimana agar prinsip itu diteggakan secara internal organisasi. Saya melihat putusan kerja tim satuan tugas ( Satgas) itu tidak mengerti persoalan dan duduk hukum koperasinya, jadi semakin semrawut karena salah penanganan dan akhirnya tidak temukan solusi malahan menambah masalah.  

Untuk pelaksanaan pengawasan koperasi misalnya, Kementerian Koperasi dan UKM ini malah "over acting", koperasi sebagai subyek hukumnya yang diawasi bukan aktifitas simpan pinjamnya dan lebih parahnya lagi dijalin kerjasama dengan pihak kepolisian. Ini jelas sangat mengganggu dan apalagi itu terjadi pada lembaga keuangan yang basisnya trust.

Sementara itu, tugas penting untuk menciptakan lingkungan yang sehat agar koperasi bertumbuh kembang dengan baik justru tidak dijalankan. Contohnya adalah perintah pembubaran koperasi abal abal dan papan nama yang telah adiatur dalam  UU, dan bahkan telah diatur dalam PP dan bahkan sudah diatur lebih rigid mekanisme di Permennya.

Dalam perkiraan saya, ada sekitar 130 an ribu koperasi papan nama dan abal abal yang beroperasi yang sebetulnya sudah langsung bisa dibubarkan, tapi tidak dilakukan oleh Menteri. Padahal disinilah sumber masalahnya. 

Saat Pak Menteri Teten Masduki sebagai mantan aktifis anti korupsi dipilih jadi menteri saya sangat berharap beliau mau melakukan pembersihan terhadap koperasi abal abal dan papan nama tersebut. Sebab selama ini koperasi koperasi itu juga tempat bersarangnya kasus menyangkut dana subsidi/ bantuan yang disalurkan namun tidak jelas, pinjaman yang diselewengkan, dan juga alat penampung program program pemerintah lainya yang sengaja dimainkan. 

Banyak saran saran penyelesaian dan keputusan yang dibuat  Kemenkop dan UKM itu justru menjadi masalah semakin rumit. Kebijakan yang diambil banyak meleset dan tidak sesuai dengan dasar filosofi maupun hukum positif koperasi. 

Saran saya, selama dua tahun kedepan ini kejar saja tiga hal : perjuangkan pembentukan LPS untuk Koperasi Simpan Pinjam, bubarkan koperasi papan nama dan koperasi abal abal, lalu selesaikan target UU. Tidak usah buat program program yang tidak jelas, biarkan koperasi bernafas dan  agar berfikir bahwa masyarakat itu yang butuh koperasi, bukan pemerintah. (PR)

Kategori
KOLOM

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar