Mandiri dengan Kopi dan Koperasi

Kompetensi dipercaya sebagai faktor kunci keberhasilan seseorang dalam bekerja dan berbisnis. Irwansyah S Komaludin, misalnya, menancapkan kompetensinya pada bisnis Kedai Kopi. Kedai-kedai kopi terus bersemi di Kota Bandung dan kota-kota besar lainnya. Saking banyaknya, kafe bisa ditemukan di hampir setiap ruas jalanan di tengah kota. Biji-biji kopi pilihan dari Indonesia hampir pasti tersedia di dalam toples dan kemasan lainnya. Tak terkecuali robusta dan arabika dari biji kopi Puntang.

Puntang merupakan dataran tinggi di Kabupaten Bandung, tepatnya Gunung Puntang, Kecamatan Ciamung Kabupaten Bandung. Di dataran kaki Gunung Puntang inilah terdapat hamparan kebun kopi yang dikelola petani yang tergabung dalam Koperasi Produsen Murbeng. Untuk menambah penghasilan para petani kopi, Irwansyah S Komaludin pada tahun 2013 mendirikan koperasi, namun koperasi tersebut tidak berjalan dikarenakan anggota fokus pada usaha masing-masing. Pada akhir 2017 ia memutuskan fokus mengembangkan koperasi, setelah usaha miliknya berhasil.

Di tahun tersebut kopi sedang naik daun. Sebagai warga asli Puntang, Irwansyah ingin masyarakat juga sejahtera, hasil dari potensi kopi yang tinggi. Langkahnya adalah memajukan usaha miliknya. Ia pun berani membaiayi koperasi. Irwansyah mengembangkan tiga visi, yaitu ekologi, sosial, dan ekonomi di Murbeng Puntang, dari ekologi tanaman kopi ditanam untuk menjaga kelestarian hutan. Koperasi Produsen Murbeng Puntang memilik area tanaman kopi seluas 100 hektare beroperasi dilahan milik Perhutani dengan Hak Guna Usaha.

Melansir dari Pikiran Rakyat, Bandung, secara sosial dia mengaku, tidak mau menjadikan koperasi wadah untuk usaha perorangan. Seperti menyalurkan bantuan cuma-cuma dari pemerintah, namun umumnya bantuan disiapkan dalam bibit ratusan kilogram, dan perlu diangkut dari jarak jauh. Biaya yang dibutuhkan untuk mengangkut bibit kopi bisa mencapai Rp 20 juta. “Kalau kita tidak punya usaha untuk membangkitakan potensi sosial, yang terjadi sebaliknya. Koperasi dibuat menguntungkan usaha pribadi. Kondisi itu yang saya lihat terjadi di banyak koperasi saat ini,” katanya.

Langkah awal yang ia lakukan adalah pemetaan masalah yang membelenggu petani. Misalnya petani tidak sejahtera secara ekonomi. Untuk menjadi anggota Koperasi Murbeng Puntang diberlakukan seleksi ketat. Oleh karena langkah penting selanjutnya adalah memperbaiki karakter para petani/anggota koperasi, kebanyakan petani bertani tanpa keterampilan, menanam seadanya dengan hasil seadanya, sehingga tidak cukup untuk menghidupi kebutuhan dia. Keuntungannya mereka punya keinginan keras, tapi tidak punya guide (mentor) secara ekonomi juga pelik. Petani biasa terlilit hutang rentenir Irwansyah saban bulan mengumpulkan petani untuk workshop, dibekali ilmu. Ketika sudah bagus atitude-nya mereka bisa bergabung dengan koperasi.

Program selanjutnya yang dilakukannya adalah memberikan 3.000 pohon kepada satu keluarga untuk dikelola, perhitungan itu berdasarkan kebutuhan petani sebagai orang yang punya ekonomi ruwet. “Petani itu, kebutuhannya setiap hari, penghasilannya setahun sekali, ini harus ada satu program yang bisa menutupi kebutuhan, plus dia bisa melakukan treatment pada kebunnya. Katakan dia butuh 36 juta pertahun, sesuai upah minimum kabupaten (UMK). Lalu pohon ini butuh di treatment seadanya dengan kompos, rumput, disekitarnya. Artinya bisa menghasilkan Rp 90 juta setahun. Dari situ, dia bisa saving dan mengelola kebun. Tidak semua anggota bisa dapat program ini. Harus paham dulu penggunaan uang. Jangan sampai uang banyak dipakai membeli yang tidak dibutuhkan”, katanya.

Koperasi sangat membantu tidak hanya bibit, tapi juga manajemen finansial dan produktivitasnya. Bila anggota berhasil maka koperasi akan menambah luas kebun kopinya. Lahan itu bisa didapat dari alih garap petani diluar koperasi dari 30 orang jumlah anggota eksisting sudah ada tiga anggota yang berhasil, dan bisa jadi protitype buat petani lain.

Menurut Irwansyah keberadaan koperasi mestinya untuk kepentingan sosial. Dengan begitu ia tidak mengambil gaji bulanannya sebagai ketua. Belum lagi menjamin pembelian kopi dengan harga tinggi, disamping sisa hasil usaha (SHU) tahunan yang akan jadi haknya. Laykanya koperasi lain, untuk kesejahteraan, biasanya diadakan program simpan pinjam. Dalam hal ini Irwansyah melaksanakan syariah syariah dengan akad transaksi.

Koperasi berperan sebagai shahibul amal atau pemilik modal, dan petani jadi mudharib atau pengelola. Sebagai contoh kasus ada petani yang akan menikahkan anaknya, dan membutuhkanuang untuk resepsi. Koperasi membeli dulu kulu kebun miliknya, untuk digarap oleh petani. Keuntungannya dibagi dua dengan koperasi, selain memperoleh untung petani juga mendapat SHU.

Sehingga petani tidak kehilangan pekerjaan dengan menyerahkan seutuhnya kebun. Nanti ketika petani memiliki uang bisa membeli kembali kebunnya. “Kalau tidka dijual ke koperasi, atau dijual ke tuannya yang baru, yang tidak memperkerjakan mereka. Saya ingin di sini petani berdaulat atas tanahnya. Dengan syarat attitude dan karakter baik. Seperti tidak akan curang dan main dibelakang. Akan membayar hutang tepat waktu, tanpa agunan dan tidak perlu iming-iming bunag,” kata Irwansyah.

Kopi hasil para petani tidak hanya tersedia di mini market tapi juga sudah disuplai rutin ke banyak coffeeshop yang ada di Bandung, Jakarta, Surabaya, Sumatera, dan Jawa Tengah. Bahkan sesekali Irwansyah mengirim juga pesanan ke Malaysia, Dubai, Korea Selatan, dan Australia. Produk greenbean, bahan baku kopi Puntang diminati pembeli asing.

Mustopa Jamaludin, Ketua Dewan Koperasi Daerah (Dekopinda) Kota Bandung mengatakan di Jawa Barat dari sekitar 23.000 koperasi memang baru 162 diantaranya yang digerakan pemuda. Jumlah itu bergerak di lingkungan pedesaan maupun perkotaan. Dan Dekopinda mengapresiasi kegiatan berkoperasi yang dilirik kaum milineal sebagai penggerak dan anggota. Menurut Mustopa Jamaludin, kopi merupakan salah satu produk makanan/minuman paling tinggi di kelola koperasi saat ini. Baik koperasi produsen, pemasar, maupun konsumen. Selain itu juag mulai marak juga koperasi fashion dan kerajinan.    


(Edi Supriadi)     

Kategori
DINAMIKA

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar