Lembaga Keuangan Mikro (LKM/LKMS) Seluruh Indonesia Sepakat Menghimpun Diri


Setelah melalui pergulatan yang cukup panjang, akhirnya para praktisi Lembaga Keuangan Mikro (LKM)/Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang selama ini eksis di Indonesia, sepakat menghimpun diri. Hal itu, merupakan hasil dari Munsyawarah Nasional (MUNAS) I, di Yogyakarta, yang berlangsung sejak 18 Desember hingga hari ini (20/12). Dalam perhelatan selama tiga hari di Kota Gudeg itu, terbentuk struktur kepengurusan lengkap. Terpilih sebagai Ketua Umum periode 2022-2026 adalah Burhan dari Batang, Jawa-Tengah.

img-1671512912.jpg

Hujan deras yang mengguyur kota Jogja, Senin (19/12) kemarin, tak lantas membuat sekitar 80 orang yang meriung di ruang meeting sebuah hotel, kendur semangat. Seolah menjadi berkah, persamuhan selama tiga hari oleh para pegiat LKM/LKMS dari berbagai daerah itu, sukses menelurkan sejumlah keputusan penting.  

Agenda utama MUNAS I di Yogyakarta, adalah Pemilihan Ketua Umum dan Kepengurusan, Pengesahan Anggaran dasar dan Program kerja untuk empat tahun ke depan. Adapun program utama yang telah dihasilkan dalam MUNAS, antara lain (1) peningkatan kapasitas SDM melalui PUSDIKLAT, (2) Pendirian Lembaga Pendamping (Konsultansi) bagi anggota Asosiasi dalam pendirian LKM/LKMS dan pengembangan Teknologi Informasi bagi LKM/LKMS, Pendirian APEX LKM/LKMS, dan (3) Pendirian Lembaga Advokasi serta (4) Hubungan Masyarakat (HUMAS).

img-1671512954.jpg

Hasil MUNAS, ditetapkan juga struktur kepengurusan lengkap, yang akan menjalankan roda organisasi untuk empat tahun ke depan. Perlu diketahui, selama ini, LKM/LKMS yang tersebar di berbagai daerah di tanah air, nyaris berjalan sendiri-sendiri tanpa wadah pemersatu yang menjadikan posisi tawar mereka lebih baik dalam menjawab sejumlah tantangan dan mengikhtiarkan kemajuan LKM/LKMS Indonesia secara kolektif.

“Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia sangat beragam. Di Jawa Tengah, misalnya, kecil-kecil. Khususnya LKM rintisan program pemerintah seperti Gabungan Kelompak Tani (Gapoktan), PNPM, LKMA, dan sebagainya,” papar Burhan, kepada Warta Koperasi, melalui perpesanan singkat, Selasa (20/12).

img-1671512386.jpg

Dipaparkan Burhan, Ketua Umum yang juga adalah Dirut PT. LKM BKD Kabupaten Batang, dibutuhkan peran pemerintah demi keberlangsungan LKM yang SDM dan tatakelolanya masih sederhana itu.

Burhan mengemukakan, eksistensi LKM/LKMS penting dan dibutuhkan, terlebih menimbang segment market LKM adalah masyarakat ultra mikro atau berpenghasilan rendah (unbankable). Dukungan pemerintah kepada LKM merupakan kebijakan yang rasional dan strategis utuk membantu meningkatkan ekonomi rakyat dan memberantas rentenir.

“Permodalan menjadi salah satu point penting bagi LKM, sebab untuk dapat menarik dana seperti halnya perbankan, masih cukup sulit. Diharapkan bisa membentuk lembaga Apex untuk membantu likuiditas. Disamping permodalan, LKM juga membutuhkan dukungan dalam konteks penguatan SDM, fasilitasi pelatihan, hingga pengembangan hingga IT agar LKM dapat beroperasi secara profesional,”imbuh Burhan.

Distingsi perpajakan juga menjadi isu yang dielaborasi dalam Munas I kali ini. Bagaimana tidak, hingga kini LKM masih dibebani dengan Pajak Badan yang disamakan dengan perbankan. Ini tentu memberatkan.

Historisitas dan Visi Nasional

Secara historis, LKM secara kelembagaan lahir sejak UU No. 1 tahun 2013 dirilis dan mulai berlaku efektif dua tahun kemudian. Regulasi itu telah mengubah pola dan model rupa-rupa usaha simpan pinjam informal yang bergerak memberikan layanan keuangan kepada masyarakat yang unbankable dan berpenghasilan rendah di daerah-daerah remote area.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Indonesia Microfinance Expert Association (IMFEA) Dr. Ahmad Subagyo mengemukakan, pihaknya bersyukur telah ikut berkontribusi mendampingi persamuhan nasional entitas LKM/LKMS seluruh Indonesia, yang selanjutnya akan berhimpun dalam satu wadah.

img-1671512929.jpg

Menurut Subagyo, selama ini, usaha simpan pinjam yang dijalankan oleh masyarakat secara infomal, sebagian besar beroperasi dengan memanfaatkan modal awal dari dana bantuan sosial (BANSOS). Seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, Lembaga Keuangan Desa (LKD), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Badan Kredit Desa (BKD), Kelompok Usaha Bersama (KUB), Pengembangan Ekonomi Desa (PED), termasuk juga Badan wakaf mikro (BWM).

Saat ini, LKM yang telah beroperasi secara legal berjumlah 227 unit di seluruh Indonesia. Proporsi sebarannya di berbagai daerah, meliputi 54% (120 unit) berlokasi di Jawa Tengah, 18% berlokasi di Jawa Timur, 16% di Jawa Barat, dan sisanya tersebar di Provinsi lainnya,” papar Subagyo kepada Warta Koperasi, Senin (19/12).  

Subagyo mengaku sempat prihatin, kiprah LKM yang sudah berjalan hampir sewindu, belum juga memiliki perhimpunan LKM seluruh Indonesia. “Sebenarnya, hampir semua pengelola LKM memiliki kebutuhan yang sama. Antara lain kebutuhan untuk berbagi pengalaman sukses dalam pengelolaan usaha kepada pengelola lain, kebutuhan penempatan dana berlebih hasil dana kelolaan dari masyarakat, kebutuhan bantuan dana likuiditas untuk kebutuhan jangka pendek (bail out), kebutuhan untuk mendapatkan advokasi dalam menghadapi stakeholder, terutama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sebagainya. Itulah mengapa kebutuhan pembentukan asosiasi dirasakan sangat mendesak sebagai media komunikasi dan forum LKM/LKMS tingkat nasional,” ujar Subagyo.

Menengok ke belakang, sebelum terbentuk, pertemuan dalam menginisiasi pembentukan Asosiasi LKM/LKMS seluruh Indonesia itu, telah dilakukan pada 4 Februari silam, di Yogyakarta. Sayangnya, “mandat” pertemuan untuk dapat membentuk dan mendirikan Perhimpunan LKM/LKMS seluruh Indonesia, ternyata belum berhasil ditunaikan.

Dalam Pertemuan Nasional di awal Februari tersebut, Ketua Umum IMFEA (Indonesia Microfinance Expert Association), Dr.Ahmad Subagyo, memberikan usulan untuk diadakan pertemuan lanjutan sekaligus menyatakan kesediaan untuk membantu mendampingi persiapan pembentukan organisasi payung LKM/LKMS seluruh Indonesia ke depan.

Pengembangan wadah kerjasama LKM/LKMS berorientasi dalam pengembangan kelembagaan LKM/LKMS. Namun, dalam pengembangan personal dan profesi keuangan mikro, wadahnya adalah Perhimpunan Ahli Keuangan Mikro Indonesia (Indonesia Microfinance Expert Association-IMFEA). IMFEA dan Asosiasi LKM-LKMS Indonesia akan menjadi mitra strategis dalam mengembangkan dan membangun ekosistem keuangan mikro di Indonesia ke depan.

Mereka sepakat mengusung misi menjadikan LKM/LKMS Indonesia sebagai lembaga keuangan mikro yang profesional, dinamis, aspiratif, inovatif dan mandiri serta terdepan dalam sebuah forum kerjasama. 

Sejumlah misi sepakat diusung bersama. Diantaranya, meningkatkan profesionalisme para pengurus LKM-LKMS agar tercipta kualitas tata kelola yang baik dan operasional yang sehat, produktif serta independen. Meningkatkan inklusi keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (ultra mikro/UMU) di desa dan perkotaan. Menciptakan hubungan yang selaras dengan pemerintah, otoritas keuangan, industri terkait serta advokasi. Disamping itu, mendorong pengembangan produk-produk keuangan di lembaga keuangan mikro (LKM-LKMS). Serta meningkatkan kompetensi pengelola lembaga keuangan mikro (LKM-LKMS) dengan mengadakan pelatihan-pelatihan.  

Sekali lagi, Yogyakarta menjadi lokus historis bagi sebuah momentum, bersatunya LKM/LKMS Indonesia. Kota Jogja, juga dipilih, menimbang secara geografis merupakan titik tengah dari sebaran lokasi LKM di Indonesia. Selamat berjuang memberdayakan ekonomi rakyat..!

(Priono/Foto : Istimewa)

Kategori
NASIONAL

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar